Fraksi PDIP Walk Out dari Paripurna DPRD Jabar, Gubernur Dedi Mulyadi Disorot soal Pernyataan Kontroversial

banner 468x60


PARLEMENTARIA.ID, Jabar
– Penarikan diri serentak yang dilaksanakan oleh semua anggota Fraksi PDIP di DPRD Jawa Barat dalam sidang paripurna dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada hari Jumat, 16 Mei 2025, menimbulkan tanggapan pedas dari banyak pihak. Langkah tersebut diambil sebagai respons atas deklarasi provokatif yang dibacakan Dedi Mulyadi saat Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah Jawa Barat, dimana hal itu dipandang mengganggu wewenang serta martabat badan legislatur lokal.

banner 336x280

Tindakan Unjuk Rasa dianggap spontan bukan karenaInstruksi dari Pusat

Pemimpin DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, mengumumkan bahwa tindakan walk out itu tidak diperintahkan oleh DPP PDIP. Dia memastikan hingga kini belum menerimalaporan resmi atau komunikasi langsung dari Ketua DPD PDIP Jawa Barat tentang kejadian tersebut.

“Saya belum menerima detail tersebut, belum ada pembaruan tentang berita itu. Mohon bertanya langsung pada Ketua DPD-nya,” ungkap Djarot ketika ditanya untuk mengkonfirmasi hal tersebut. Dia juga menyebutkan bahwa situasi politik lokal semacam ini sering kali terjadi dan merupakan bagian dari cara fraksi mengekspresikan pandangan mereka atas pernyataan atau keputusan yang dianggap tak tepat.

Djarot pun menjelaskan bahwa partai miliknya akan mencari tahu seluruh isi laporan yang diberikan oleh DPD PDIP Jawa Barat terlebih dahulu sebelum membuat keputusan resmi lebih jauh lagi. Baginya, sangat krusial untuk benar-benar memahami situasional dan rincian acara itu demi mencegah adanya kesalahpahaman di antara pemimpin tingkat nasional maupun lokal.

Penyebab Utama: Komentar Gubernur Jawa Barat yang Dipersepsikan sebagai Menghasut

Pernyataan Dedi Mulyadi saat Musrenbang di Gedung Negara Cirebon, 7 Mei 2025, menjadi sumber utama ketegangan. Dalam pidatonya, Gubernur menyebut bahwa pembangunan tidak harus selalu mengacu pada anggaran dan tidak harus melalui DPRD. Ia bahkan mengutip sejarah pembangunan zaman kerajaan dan VOC yang berlangsung tanpa persetujuan legislatif.

Kenapa, dahulu para raja tidak membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sementara VOC mendirikan bangunan pemerintahan di Cirebon tanpa adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),” ungkap KDM saat itu. Dia pun melanjutkan bahwa seorang pemimpin tidak perlu selalu tergantung pada anggaran, karena keberkahan akan datang dengan niat yang tulus.

Pernyataan tersebut dinilai mengurangi martabat DPRD sebagai wakil rakyat. Langsung saja anggota Fraksi PDIP DPRD Jawa Barat, Doni Maradona Hutabarat, memberikan respons tajam dengan melakukan interupsi selama sidang pleno. “Komentar itu sudah mencemarkan nama baik DPRD. Ini tidak hanya masalah personal, melainkan terkait institusi serta hak rakyat untuk diperwakili,” tandasnya.

Tensiona Politika Lokal Diperkirakan Naik

Setelah kejadian walk out tersebut, para pakar politik meramalkan bahwa ketegangan dalam dunia politik di Jawa Barat cenderung naik, khususnya saat mendekati proses penggodokan anggaran serta agenda prioritas daerah. Tindakan walk out itu dilihat sebagai indikator yang menunjukkan adanya hambatan pada saluran komunikasi antara pemerintahan dan lembaga perwakilan rakyat.

Beberapa kalangan menyebut bahwa sikap Fraksi PDIP merupakan bentuk kekecewaan atas gaya komunikasi Gubernur yang dinilai kurang menghormati mekanisme demokrasi. Kritik terhadap kepemimpinan Dedi Mulyadi semakin mencuat di sejumlah forum politik internal, meskipun di sisi lain ada pula yang menilai bahwa Dedi hanya ingin menyampaikan gagasan pembangunan yang lebih luwes dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Masyarakat Mengkritisi Kejujuran serta Etika Dalam Kepemimpinan

Dalam suasana politik yang panas, perhatian masyarakat juga tertuju pada aspek-etika dalam berkomunikasi serta integritas dari para petugas pemerintahan. Berbagai netizen dan pegiat non-pemerintah menyuarakan keresahan mereka tentang tendensi pejabat yang sering kali mengabaikan badan yang mewakili suara rakyat.

Pada aspek lain, beberapa pemuka masyarakat di Jawa Barat mendesak perlunya adanya diskusi terbuka antara pemerintah dengan DPRD untuk menjaga dari kesalahpahaman yang bisa membahayakan warga umum. Selain itu, mereka pun berharap kepada Gubernur serta para anggota dewan supaya memperlihatkan sikap kematangan dalam urusan politik dan lebih fokus pada kebutuhan penduduk dibandingkan egosentrisme sektoral.

Potensi Evaluasi Internal Fraksi

Di internal PDIP, aksi walk out ini bisa menjadi pemicu evaluasi atas konsolidasi dan arah kebijakan fraksi di tingkat provinsi. Sejumlah pengamat menyebut bahwa DPP PDIP kemungkinan akan menggelar rapat internal untuk meninjau kembali strategi komunikasi politik antara legislatif dan eksekutif.

Lainnya dari fraksi-fraksi di DPRD Jawa Barat juga telah mengungkapkan pendapat mereka, menekankan pentingnya adanya penjelasan langsung dari Gubernur guna melestarikan hubungan baik dalam pelaksanaan tugas pemerintah setempat. Sejumlah fraksi bahkan menganjurkan penyelenggaraan pertemuan spesifik untuk merumuskan pemecahan masalah konflik serta perbaiki situasi komunikasi yang semakin memburuk.***

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *