Komisi A DPRD DIY: APBD Terbatas, Pemda Perlu Libatkan Swasta Melalui CSR

Keterbatasan Anggaran dan Upaya Pemda DIY Mencari Sumber Pendanaan Alternatif

Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, mengungkapkan bahwa keterbatasan anggaran yang dialami oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memaksa pihaknya untuk mencari sumber pendanaan alternatif. Hal ini dilakukan agar berbagai program prioritas tetap dapat berjalan meskipun ada pemotongan dana dari pemerintah pusat.

Eko menyampaikan pernyataannya dalam dialog Srawung DPRD DIY pada Sabtu (19/7). Menurutnya, kebijakan pemotongan anggaran yang diambil oleh pemerintah pusat memberikan dampak signifikan terhadap kemampuan Pemda DIY dalam menjalankan berbagai proyek pembangunan. Salah satu contohnya adalah Dana Keistimewaan (Danais) yang dipangkas sebesar Rp200 miliar, serta pemotongan dana lainnya lebih dari Rp65 miliar.

“Sesuai instruksi Presiden RI, anggaran 2025 mengalami pemotongan dana keistimewaan sebanyak Rp200 miliar danais. Juga ada pemotongan dana lainnya lebih dari Rp 65 miliar,” ujar Eko Suwanto.

Ia mencontohkan beberapa program pemerintah pusat seperti makan bergizi gratis dan pembangunan Sekolah Rakyat yang membutuhkan dukungan anggaran daerah. Namun, kebutuhan lahan hingga 5 hektare untuk Sekolah Rakyat menjadi tantangan tersendiri di tengah kondisi fiskal yang menurun.

“Pemda DIY tentu perlu mencari anggaran dari swasta untuk menopang anggaran pembangunan daerah yang ditugaskan pusat seperti makan bergizi gratis lalu tanggung jawab realisasikan sekolah rakyat yang butuh lahan 5 hektare,” katanya.

Eko juga menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat dan sektor swasta dalam pembangunan daerah masih tergolong kecil. Oleh karena itu, ia mendorong Pemda DIY aktif berdiskusi dengan kalangan dunia usaha agar potensi tersebut bisa digali lebih jauh.

“Diskusi bersama pemda perlu untuk cari anggaran swasta, untuk menopang anggaran yang ditugaskan oleh pusat. Partisipasi swasta, sejatinya sudah ada tapi masih kecil, potensi dana swasta butuh digali. Pemotongan berdampak signifikan, melatih pemda cari sumber lain kala dana dipotong,” katanya.

Pelibatan Swasta dalam Pembangunan

Eko juga menyoroti praktik kepemimpinan Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo sebagai contoh konkret pelibatan masyarakat dan lembaga non-pemerintah dalam pembangunan. Meski menghadapi keterbatasan anggaran, sejumlah program sosial seperti bedah rumah tetap bisa dijalankan dengan dukungan CSR dan Baznas.

Menurutnya, BUMN dan perusahaan nasional juga dapat ambil bagian dalam pembangunan melalui skema serupa. “Program dan kegiatan bisa berjalan, saat ada partisipasi masyarakat. Bagaimana juga BUMN, perusahaan nasional bisa berperan serta dalam pembangunan daerah. Ini senafas dengan implementasi ideologi Pancasila dan konstitusi,” pungkasnya.

Strategi Pendanaan Alternatif

Dalam upaya mengatasi keterbatasan anggaran, DPRD DIY merekomendasikan adanya kolaborasi antara Pemda dengan sektor swasta melalui program CSR. Dengan demikian, berbagai program prioritas dapat tetap berjalan tanpa mengorbankan kualitas layanan publik.

Selain itu, Eko menekankan pentingnya diskusi rutin antara Pemda dan pelaku bisnis untuk mengidentifikasi potensi pendanaan yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini akan membantu membangun hubungan yang lebih kuat antara pemerintah daerah dan dunia usaha.

Beberapa langkah strategis yang dapat diambil antara lain:

  • Membuat kerangka kerja sama formal antara Pemda dan perusahaan.
  • Membentuk komite CSR yang berfokus pada pembangunan daerah.
  • Melakukan evaluasi berkala terhadap partisipasi swasta dalam berbagai proyek pembangunan.
  • Mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana CSR.

Dengan pendekatan yang lebih inklusif dan kolaboratif, Pemda DIY berharap dapat memaksimalkan sumber daya yang tersedia untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di wilayahnya.