Ekonomi Sulit, Pemprov dan DPRD Jatim Minta Daerah Tidak Naikkan PBB

PARLEMENTARIA.ID – Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak menyampaikan, sesuai petunjuk Gubernur Khofifah Indar Parawansa, Pemprov Jatim telah memerintahkan para bupati dan wali kota segera melaporkan tindakan yang telah diambil dalam menghadapi kenaikan PBB P2 yang dinilai tinggi.

Kami juga mengharapkan bupati/walikota menerima keluhan masyarakat. Namun sebaliknya, jangan menunggu masyarakat yang protes terlebih dahulu. Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan bersama secara proaktif, apakah ada objek pajak yang meningkat tajam karena jika kenaikan tersebut tinggi tentu akan memberatkan masyarakat,” ujar Wagub Emil di DPRD Jatim, Sabtu (16/8/2025).

“Maka harus dilakukan pemeriksaan secara aktif, tetapi masyarakat yang datang untuk mengajukan banding juga harus dilayani dengan baik. Itu sekitar prinsip utamanya, dan kita terus berkoordinasi dengan Bupati dan Walikota,” tambahnya.

Dr H Rasiyo, MSi, anggota DPRD Jatim dari Fraksi Partai Demokrat mengharapkan pemerintah kabupaten/kota di seluruh Jawa Timur agar lebih waspada dan melakukan analisis yang mendalam sebelum menaikkan PBB P2. Mengingat, situasi ekonomi masyarakat saat ini tidak dalam keadaan yang baik.

“Jangan sampai terulang seperti kejadian di Kabupaten Pati. Maka proses pengambilan keputusan sebaiknya didiskusikan terlebih dahulu dengan DPRD setempat. Jika DPRD menyetujui, selanjutnya OPD yang bertanggung jawab ditanya mengenai besaran pemasukan yang diperoleh dari kenaikan PBB P2 tersebut dan dampaknya terhadap PAD berapa. Jika dampaknya tidak signifikan, sebaiknya tidak dilakukan karena kondisi ekonomi saat ini belum dalam keadaan baik,” ujarnya.

Selanjutnya, mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur menjelaskan bahwa aturan terkait kenaikan PBB P2 biasanya diatur melalui Peraturan Daerah. Oleh karena itu, para Bupati/Walikota yang baru menjabat diharapkan tidak langsung menerapkan Perda yang ada jika dianggap memberatkan masyarakat.

“Sebaliknya, jika ingin mengubah Peraturan Daerah tentang PBB juga harus dibicarakan dengan DPRD setempat. Jangan hanya menaikkan secara asal, hanya karena sudah berkonsultasi dengan OPD saja karena DPRD nantinya bisa merasa tersinggung,” tegas Rasiyo.

Ia juga merasa heran, mengapa Kabupaten/Kota pada tahun 2025 ini saling bersaing meningkatkan PBB P2 demi meningkatkan pendapatan daerah. Padahal dari sisi pendapatan daerah, saat ini mereka justru menerima bagi hasil yang lebih besar dibanding provinsi untuk Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

“Saya rasa terdapat pergeseran pemahaman dari pemerintah daerah. PBB sebagai pengatur harga tanah merujuk pada UU No.5 Tahun 1960 mengenai Agraria,” tutupnya. ***