PARLEMENTARIA.ID – Pemprov, Pemkot, dan DPRD Bandar Lampung Permudah Regulasi. Di tengah perhatian masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan pendidikan yang jelas dan sesuai aturan, para pejabat eksekutif dan legislatif di Bandar Lampung justru memilih jalur singkat. Aturan regulasi disederhanakan, nilai-nilai hukum, etika, serta prinsip pembentukan lembaga pendidikan yang dijamin konstitusi seperti diabaikan.
Tanpa izin yang sah dan kejelasan mengenai sumber dana sesuai dengan ketentuan undang-undang yayasan serta peraturan pemerintah, sebuah sekolah menengah atas swasta bernama Siger yang disebut sebagai hasil dari kebijakan Wali Kota yang dikenal dengan The Killer Policy, akan memulai kegiatan belajar mengajar pada hari Senin, 4 Agustus 2025.
“Senin alhamdulillah sudah kembali berlangsung kegiatan belajar mengajar,” ujar seorang orang tua siswa saat diwawancarai pada hari Minggu, 3 Agustus 2025.
Ia mengakui bahwa para orang tua telah diundang oleh pihak sekolah, tetapi belum menjelaskan secara rinci isi dari pertemuan tersebut. Ketika ditanya mengenai kekhawatiran terkait legalitas ijazah anak mereka di masa depan, ia merasa tenang karena telah menerima informasi bahwa sekolah menengah tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Dinas Pendidikan dan DPRD Kota Bandar Lampung.
DPRD Bandar Lampung Setujui SMA Swasta Siger
Ketua DPRD Bandar Lampung, Bernas, secara terbuka menyampaikan bahwa lembaganya telah menyetujui kegiatan belajar SMA Swasta Siger, meskipun izin dari pihak Provinsi masih belum jelas.
“Jika dari kami sudah menyetujui, tidak tahu dari Dinas Pendidikan Provinsi, coba tanyakan langsung,” tulis Bernas melalui pesan singkat, Minggu, 3 Agustus 2025.
Sampai berita ini dirilis, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Amirico, belum memberikan respons meskipun telah dihubungi melalui pesan singkat.
Kebijakan yang diam-diam dijalankan menimbulkan banyak pertanyaan. Bagaimana mungkin sebuah lembaga pendidikan bisa berjalan tanpa adanya prosedur izin yang sah dan terbuka? Apakah dukungan politik saja sudah cukup untuk mengabaikan keabsahan yang seharusnya dipertahankan dalam dunia pendidikan?
Aturan pendidikan bukan hanya urusan administrasi. Ia menjadi dasar moral dan hukum untuk menjamin kualitas, kepercayaan, serta masa depan generasi muda. Bila aturan dianggap remeh demi kepentingan politik atau proyek tertentu, maka yang merugi bukan hanya sistem, melainkan masa depan anak-anak yang menjadi peserta didiknya.***