PARLEMENTARIA.ID –
Ketika Badai Menerpa: Evaluasi Kritis Respons DPR dalam Krisis Nasional – Cepat Tanggap atau Tertinggal?
Indonesia, dengan segala dinamikanya, tak pernah luput dari cobaan. Mulai dari pandemi global yang melumpuhkan sendi ekonomi dan sosial, krisis ekonomi yang menggerus daya beli, hingga bencana alam yang tak terduga. Dalam setiap pusaran krisis, mata publik selalu tertuju pada lembaga negara, berharap akan kepemimpinan yang sigap dan solusi yang tepat. Di antara lembaga-lembaga tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memegang peranan vital. Sebagai representasi suara rakyat, DPR memiliki tiga fungsi utama: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Namun, seberapa efektifkah DPR menjalankan fungsi-fungsi ini ketika badai krisis menerpa bangsa? Apakah mereka mampu menjadi jangkar yang responsif atau justru terkesan lamban dan tertinggal?
Pertanyaan ini bukan sekadar retorika. Ini adalah refleksi kritis yang penting untuk mengukur kualitas demokrasi kita dan memastikan bahwa wakil rakyat benar-benar menjalankan amanahnya. Mari kita selami lebih dalam evaluasi respons DPR dalam menghadapi berbagai krisis nasional.
Peran Ideal DPR dalam Menghadapi Krisis
Secara teoretis, dalam situasi krisis, DPR diharapkan menjadi garda terdepan dalam merumuskan kebijakan yang adaptif dan solutif. Melalui fungsi legislasi, mereka dapat segera membentuk atau merevisi undang-undang yang relevan untuk menanggulangi dampak krisis. Misalnya, undang-undang tentang penanganan pandemi, stimulus ekonomi darurat, atau kerangka hukum untuk rehabilitasi pascabencana.
Dari sisi anggaran, DPR memiliki kewenangan untuk menyetujui realokasi anggaran atau mengalokasikan dana darurat yang diperlukan untuk penanganan krisis. Ini berarti memastikan bahwa sumber daya negara benar-benar tersalurkan ke sektor yang paling membutuhkan, tanpa hambatan birokrasi yang berbelit.
Terakhir, fungsi pengawasan menjadi krusial untuk memastikan bahwa eksekutif (pemerintah) menjalankan kebijakan dan menggunakan anggaran dengan efektif, transparan, dan akuntabel. Pengawasan ini mencegah penyalahgunaan wewenang atau penyelewengan dana yang justru memperparah krisis. Lebih dari itu, DPR juga menjadi jembatan aspirasi rakyat, menyerap keluhan dan masukan dari konstituen yang terdampak krisis untuk diangkat ke meja pembahasan kebijakan.
Sisi Responsif: Ketika DPR Bergerak Cepat
Tidak adil jika kita hanya melihat satu sisi koin. Dalam beberapa kesempatan, DPR telah menunjukkan kapasitasnya untuk bergerak cepat dan responsif. Salah satu contoh paling nyata adalah respons terhadap pandemi COVID-19.
Ketika pandemi pertama kali melanda, DPR, bersama pemerintah, cukup sigap dalam mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19. Proses pengesahan Perppu menjadi UU ini relatif cepat, mencerminkan urgensi situasi. UU ini memberikan landasan hukum bagi pemerintah untuk melakukan relaksasi anggaran dan mengambil langkah-langkah luar biasa dalam menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi.
Selain itu, dalam konteks bencana alam, komisi terkait di DPR seringkali melakukan kunjungan kerja langsung ke lokasi terdampak untuk menyerap aspirasi dan mengawasi penyaluran bantuan. Rapat-rapat dengar pendapat dengan kementerian/lembaga terkait juga kerap digelar untuk membahas progres penanganan dan mencari solusi atas permasalahan di lapangan. Ini menunjukkan adanya upaya untuk tidak hanya duduk di Senayan, tetapi juga melihat realitas di tengah masyarakat.
Sisi Lamban: Kritikan dan Tantangan yang Menghadang
Namun, di sisi lain, kritikan terhadap kelambanan DPR juga seringkali mengemuka. Beberapa isu yang sering menjadi sorotan adalah:
- Proses Legislasi yang Berlarut-larut: Beberapa undang-undang krusial yang mestinya bisa menjadi payung hukum penanganan krisis seringkali terhambat oleh dinamika politik internal, tarik-menarik kepentingan antar fraksi, atau bahkan prioritas yang tidak selaras dengan urgensi krisis. Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mandek di meja DPR selama bertahun-tahun adalah contoh nyata.
- Kurangnya Respons Terhadap Isu Mendesak: Ada kalanya isu-isu yang sangat mendesak dan menjadi perhatian publik luas terkesan lambat direspons oleh DPR. Misalnya, terkait dengan krisis pangan, krisis energi, atau isu-isu pelanggaran HAM yang memerlukan intervensi legislatif atau pengawasan.
- Pengawasan yang Kurang Tajam: Meskipun fungsi pengawasan ada, implementasinya seringkali dianggap kurang tajam. Hasil pengawasan kadang tidak diikuti dengan tindak lanjut yang konkret atau sanksi yang tegas, sehingga rekomendasi yang dihasilkan terkesan hanya bersifat administratif tanpa dampak signifikan.
- Minimnya Inisiatif Proaktif: DPR seringkali lebih reaktif daripada proaktif. Mereka cenderung menunggu pemerintah mengajukan RUU atau kebijakan, alih-alih mengambil inisiatif untuk merumuskan solusi legislatif atas potensi krisis yang teridentifikasi lebih awal.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Responsivitas
Beberapa faktor berkontribusi pada dilema responsif atau lamban ini:
- Dinamika Politik Internal: Persaingan antar fraksi, kepentingan partai politik, dan lobi-lobi internal seringkali memengaruhi kecepatan dan arah kebijakan DPR.
- Kapasitas dan Sumber Daya: Tidak semua anggota DPR memiliki kapasitas atau akses ke data dan informasi yang memadai untuk memahami kompleksitas krisis dan merumuskan solusi yang tepat. Dukungan staf ahli yang terbatas juga bisa menjadi kendala.
- Birokrasi dan Mekanisme Kerja: Proses pengambilan keputusan di DPR melibatkan banyak tahapan, mulai dari rapat komisi, rapat paripurna, hingga harmonisasi dengan pemerintah, yang semuanya membutuhkan waktu.
- Tekanan Publik dan Media: Tingkat tekanan dari publik dan sorotan media juga dapat memengaruhi kecepatan respons DPR. Semakin besar tekanan, semakin besar pula dorongan untuk bertindak.
Studi Kasus: Pandemi COVID-19 dan Ujian Terbesar
Pandemi COVID-19 menjadi ujian terbesar bagi responsivitas DPR. Selain pengesahan UU Penanganan COVID-19, DPR juga terlibat dalam pembahasan dan pengawasan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun, di tengah upaya tersebut, kritik juga bermunculan. Misalnya, terkait efektivitas pengawasan distribusi vaksin, realisasi bantuan sosial, atau penanganan sektor UMKM yang terdampak parah.
Meskipun ada upaya untuk melakukan rapat secara virtual, proses pengambilan keputusan yang melibatkan banyak pihak tetap memiliki tantangan tersendiri di masa pandemi. Keluhan masyarakat tentang lambatnya respons terhadap permasalahan spesifik di daerah juga menjadi catatan penting.
Menuju DPR yang Lebih Responsif
Evaluasi ini menunjukkan bahwa respons DPR dalam menghadapi krisis nasional adalah sebuah spektrum, bukan hitam atau putih. Ada momen ketika mereka bergerak cepat dan ada pula saat mereka terkesan lamban. Kuncinya adalah bagaimana DPR dapat terus memperbaiki diri agar dominasi "responsif" semakin nyata.
Beberapa langkah yang bisa diambil:
- Penyederhanaan Proses Legislasi Darurat: Membangun mekanisme legislasi yang lebih cepat dan efisien untuk situasi darurat, tanpa mengorbankan kualitas dan partisipasi publik.
- Peningkatan Kapasitas Anggota dan Staf Ahli: Investasi dalam pendidikan dan pelatihan bagi anggota DPR serta perekrutan staf ahli yang kompeten di berbagai bidang krisis.
- Transparansi dan Akuntabilitas: Meningkatkan keterbukaan informasi mengenai proses legislasi, pembahasan anggaran, dan hasil pengawasan, agar publik dapat memantau dan memberikan masukan.
- Digitalisasi dan Pemanfaatan Teknologi: Mengadopsi teknologi untuk mempercepat koordinasi, pengumpulan data, dan komunikasi, terutama dalam situasi yang membatasi mobilitas fisik.
- Membangun Budaya Proaktif: Mendorong DPR untuk tidak hanya menunggu inisiatif pemerintah, tetapi juga secara proaktif mengidentifikasi potensi krisis dan merumuskan solusi legislatif sejak dini.
- Memperkuat Partisipasi Publik: Membuka lebih banyak saluran partisipasi yang efektif bagi masyarakat sipil dan pakar untuk memberikan masukan dalam perumusan kebijakan krisis.
Kesimpulan
DPR adalah cerminan dari kompleksitas politik dan sosial di Indonesia. Dalam menghadapi krisis nasional, kinerja mereka adalah hasil dari interaksi berbagai faktor, mulai dari kapasitas internal, dinamika politik, hingga tekanan eksternal. Untuk dapat menjadi lembaga yang sepenuhnya responsif, DPR perlu terus berbenah, belajar dari pengalaman, dan memperkuat komitmennya sebagai representasi rakyat.
Pada akhirnya, peran aktif masyarakat dalam mengawasi, mengkritisi, dan menyuarakan aspirasi juga menjadi faktor penentu. Hanya dengan sinergi antara lembaga negara yang responsif dan masyarakat yang berdaya, kita dapat memastikan bahwa ketika badai menerpa, Indonesia memiliki jangkar yang kokoh dan arah yang jelas menuju pemulihan.

:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4762591/original/001040900_1709731690-Infografis_SQ_Ragam_Tanggapan_Sidang_DPR_dan_Wacana_Hak_Angket_Pemilu_2024.jpg?w=300&resize=300,178&ssl=1)





