PARLEMENTARIA.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Indramayu (DPRD Indramayu).
Perkara tersebut kini telah berubah status dari penyelidikan menjadi penyidikan. Meski statusnya telah meningkat, Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jabar belum menetapkan seorang tersangka pun.
Peristiwa tersebut diperkirakan terjadi pada tahun 2022, saat H. Syaefudin menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Indramayu.
Saat ini, H. Syaefudin telah menjabat posisi baru sebagai Wakil Bupati Indramayu bersama Bupati Lucky Hakim.
Dugaan Korupsi DPRD Indramayu
Sebelumnya, laporan mengenai dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Indramayu disampaikan oleh Gerakan Pemuda Peduli Perubahan Indramayu (PPPI).
Kepala Seksi Penuntutan Kejati Jabar, Sri Nurcahyawijaya menyampaikan bahwa kasus tersebut kini telah memasuki tahap penyidikan.
“Untuk dugaan tindak pidana korupsi ini masih dalam proses penyidikan,” kata Cahya dalam keterangan tertulisnya kepada KAWALSURABAYA.COM, dikutip pada Rabu (13/8/2025).
Cahya tidak ingin membicarakan terlalu banyak mengenai kelanjutan kasus ini. Namun, ia menegaskan akan segera mengumumkan tersangka kepada masyarakat.
Ketika ditanya mengenai pemeriksaan mantan Ketua DPRD Kabupaten Indramayu periode 2019-2024, yaitu H. Syaefudin, Cahya masih enggan memberikannya.
“Nanti akan disampaikan jika sudah ada penetapan tersangka,” katanya.
Sebelumnya, PPPI dalam laporannya menyampaikan, berdasarkan data yang terkumpul, dalam laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, ditemukan adanya ketidakwajaran dalam proses pemberian tunjangan perumahan kepada pimpinan dan anggota DPRD Indramayu.
Pemeriksaan tersebut menemukan bahwa perhitungan tunjangan dilakukan dengan prosedur yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tanpa dasar hukum yang sah, serta tidak memenuhi prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
PPPI menyampaikan bahwa pengeluaran tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Indramayu mencapai Rp 16,8 miliar dalam satu tahun pada tahun 2022.
Rincian gaji, yaitu sebesar Rp 40 juta per bulan atau sekitar Rp 480 juta per tahun untuk ketua DPRD, wakil ketua sebesar Rp 35 juta per bulan atau Rp 420 juta per tahun, sedangkan anggota dewan menerima Rp 30 juta per bulan atau Rp 360 juta per tahun.
Jika dihitung dari jumlah tersebut ditambah dengan gaji, biaya transportasi, dan biaya reses, rata-rata penghasilan anggota dewan berkisar antara Rp 60 juta hingga Rp 80 juta setiap bulan, atau mencapai kisaran Rp 700 juta per tahun hingga mendekati angka Rp 1 miliar setiap tahun.
Jika dianggap dari pendapatan pos untuk tunjangan perumahan ditambah penghasilan bulanan, maka anggota legislatif tersebut mampu membeli rumah setiap tahunnya di perumahan elit Pesona Estate yang terletak di pusat kota dengan kisaran harga antara Rp 500 juta hingga Rp 700 juta per unit.
PPPI menganggap pengeluaran tunjangan perumahan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 mengenai Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan serta Anggota DPRD.
Dalam laporan pengaduan, PPPI mengacu pada fakta yang didapatkannya, menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran terhadap beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan terkait pengeluaran tunjangan perumahan DPRD Indramayu.
Dimulai dari Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 8 UU Tipikor dan Pasal 263 KUHP terkait penggunaan dokumen atau surat yang tidak sah dalam proses pencairan anggaran negara.
PPPI juga mengungkap beberapa poin penting yang menjadi dasar laporan kepada Kejati Jabar. Pertama, penentuan besaran tunjangan dilakukan oleh tim internal yang tidak memiliki legalitas sebagai Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya, rumus perhitungan yang digunakan merujuk pada peraturan yang telah dicabut, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang sah.
Poin ketiga, tidak dilakukan pengukuran harga sewa rumah dan tanah secara objektif sesuai dengan situasi pasar di wilayah Kabupaten Indramayu.
Sementara poin keempat, tim penilai yang digunakan tidak memiliki keterampilan teknis dan otoritas profesional dalam menentukan standar biaya tunjangan rumah bagi pejabat publik.***