Warga Poco Leok Gugat Bupati Manggarai di PTUN Kupang Protes Pembatasan Aksi Damai

PARLEMENTARIA.ID – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang mengadakan sidang pembuktian pertama dalam perkara gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan Agustinus Tuju, penduduk Poco Leok, Kabupaten Manggarai, terhadap Bupati Manggarai, Herybertus Geradus Laju Nabit, pada hari Rabu, 4 Desember 2025.

Gugatan ini terkait dengan tindakan Bupati yang diduga menghalangi aksi damai Agustinus bersama masyarakat adat dari sepuluh gendang di Poco Leok pada 5 Juni 2025 di Kantor Bupati Manggarai. Aksi tersebut merupakan bagian dari penolakan terhadap proyek panas bumi (geothermal) yang dinilai membahayakan lingkungan hidup mereka.

Persidangan yang dipimpin oleh Majelis Hakim PTUN Kupang ini berlangsung dalam suasana menjelang perayaan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yang jatuh pada 10 Desember. Pada sidang tersebut, pihak penggugat mengajukan 22 dokumen surat, sedangkan pihak tergugat menyampaikan lima dokumen surat.

Judianto Simanjuntak, kuasa hukum pihak penggugat dari Koalisi Advokasi Poco Leok, mengatakan bahwa persidangan ini merupakan tahap krusial setelah sebelumnya diadakan secara online (e-court) dengan agenda jawaban tergugat, replik, dan duplik.

“Persidangan ini menjadi pengingat bagi pemerintah akan tanggung jawabnya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi warga negara, khususnya masyarakat adat Poco Leok yang terus berjuang menjaga kampung serta ruang kehidupannya dari ancaman proyek geothermal,” ujar Judianto.

Pada persidangan tersebut, tim kuasa hukum pihak penggugat juga mengajukan permintaan agar para jurnalis diberikan akses penuh dalam meliput proses persidangan, termasuk melakukan pemotretan, perekaman suara, dan video. Permintaan ini disetujui oleh majelis hakim.

“Jurnalisme merupakan bagian dari demokrasi dan diatur dalam UU Pers. Hal ini penting agar masyarakat, khususnya warga Poco Leok, dapat mengawasi proses hukum ini,” kata Judianto.

Ia juga menyoroti ketidakwajaran dalam jawaban tergugat yang disampaikan pada persidangan 30 Oktober 2025. Menurutnya, jawaban tersebut merujuk pada gugatan awal, bukan versi yang telah diperbaiki setelah empat kali sidang pemeriksaan awal. Majelis hakim menyatakan akan mengevaluasi isi gugatan secara keseluruhan.

Maximilianus Herson Loi, pengacara lainnya dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Nusa Bunga, menegaskan bahwa persidangan ini penting dalam menguji dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bupati Manggarai.

“Ini bukan hanya tentang seorang warga, tetapi berkaitan dengan hak masyarakat adat Poco Leok untuk menyampaikan pendapat dan menjaga wilayah adat mereka dari ancaman proyek yang berpotensi mengambil ruang hidup mereka,” katanya.

Ia merujuk pada Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 serta Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 15 Tahun 2025 yang dikeluarkan Komnas HAM, yang menyatakan bahwa negara wajib mengakui, melindungi, dan memberdayakan masyarakat adat.

Linda Tagie dari Solidaritas Perempuan Flobamoratas menyebutkan bahwa perempuan Poco Leok berada di garis depan dalam menolak proyek geothermal.

“Mereka khawatir kehilangan tanah sebagai tempat tinggal, kerusakan sumber air, serta ancaman keselamatan akibat kemungkinan kebocoran gas seperti yang terjadi di Sorik Marapi dan Mataloko,” katanya.

Gres Gracelia dari WALHI NTT menganggap proyek geothermal di Poco Leok berpotensi merusak ekosistem serta melanggar hak atas lingkungan sehat yang diatur dalam UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Ia menekankan agar pemerintah menerapkan prinsip hati-hati dalam setiap proyek yang berdampak terhadap lingkungan, merujuk pada bencana ekologis seperti banjir bandang di Sumatera yang disebabkan oleh kerusakan hutan.

“Keselamatan lingkungan dan masyarakat harus menjadi aturan paling utama,” tegasnya.

Gres juga memanggil masyarakat untuk menunjukkan rasa solidaritas terhadap perjuangan warga Poco Leok, baik dengan hadir secara langsung di persidangan maupun melalui bentuk dukungan lainnya.

Di sisi lain, Gita Dwilaksmi Ramadhani, kuasa hukum penggugat lainnya, menyampaikan bahwa persidangan akan berlanjut pada 18 Desember 2025 dengan agenda tambahan bukti dokumen dari kedua belah pihak.

Ia juga menyebutkan bahwa pihak penggugat akan menghadirkan lima saksi dan dua ahli, masing-masing berada dalam bidang hukum administrasi negara serta hak asasi manusia. Persidangan untuk pemeriksaan saksi dan ahli dijadwalkan berlangsung pada Januari 2026.

Gita berharap majelis hakim mampu mempertahankan kemandirian dan menjalankan hukum dengan adil sesuai aturan etika serta pedoman perilaku hakim. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *