PARLEMENTARIA.ID – Terdapat sesuatu yang berbeda di Aula Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah, Kamis (4/12/2025). Ruangan yang biasanya digunakan untuk rapat formal kini menjadi tempat bagi ASN Pemkot Tanjungpinang belajar satu hal penting yaitu bahwa pelayanan publik tidak hanya tentang kecepatan, tetapi juga tentang tidak membuat masyarakat ingin membanting map.
Kegiatannya berjudul Sosialisasi Penguatan Hak Asasi Manusia (HAM). Judulnya memang serius, tetapi isi kegiatannya justru mengingatkan hal-hal yang sebenarnya sudah diketahui oleh semua orang, namun sering dilupakan — atau sengaja diabaikan.
Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, hadir bukan hanya untuk membuka acara, tetapi juga langsung menjadi pembicara. Sejak awal, Lis menyampaikan pesan penting di meja, bahwa memperkuat pemahaman HAM bagi para pegawai pemerintah bukanlah tugas sampingan yang bisa ditunda, melainkan “investasi moral, intelektual, dan profesional”.
Dan benar, beliau memang betul. PNS bukanlah mesin tanda tangan.
“Sebagai pegawai pemerintah, kita tidak hanya menangani administrasi, tetapi juga mengurusi manusia. Setiap individu memiliki hak, martabat, dan kehormatan yang harus kita hargai,” katanya. Kalimat ini masih cocok digunakan sebagai pesan motivasi di kantor jika ditempatkan dalam poster.
Saat Warga Datang Membawa Dokumen, Mereka Sebenarnya Membawa Harapan
Lis kemudian beralih ke topik yang lebih filosofis. Ia mengatakan bahwa HAM bukan sekadar pasal dalam undang-undang. HAM itu hidup dalam sikap, ucapan, dan cara aparat menerima masyarakat. Bukan respons seperti “Nomor antrian berapa?” yang diucapkan tanpa melihat wajah orang.
“Ketika masyarakat datang membawa dokumen, sebenarnya mereka selalu membawa harapan, tetapi terkadang diiringi rasa cemas atau bahkan datang dengan kebutuhan yang mendesak. Di sinilah kita diuji untuk hadir dengan perasaan empati,” katanya.
Jika dipikir lagi, memang benar. Terkadang masyarakat yang datang hanya membutuhkan dua hal, yaitu pelayanan yang cepat dan tidak dihakimi. Dua hal yang seharusnya sederhana, namun dalam kenyataannya sering memerlukan usaha yang setara dengan olahraga ekstrem.
HAM Seringnya Bukan Peristiwa Besar, Tapi Hal Kecil
Lis kemudian memberikan contoh yang membuat semua orang di ruangan itu merasa: “oh iya juga ya”. Mulai dari senyum, mempermudah proses administrasi, akses yang ramah bagi disabilitas, hingga hanya sekadar menangani keluhan dengan tidak kasar.
“HAM tidak selalu berhubungan dengan kasus yang besar. Justru sering kali terletak pada hal-hal kecil yang kita lakukan sehari-hari. Aparatur yang memahami HAM akan bekerja dengan lebih bijaksana, lebih peka, dan lebih profesional,” tambahnya.
Singkatnya, sebelum membahas hak asasi manusia tingkat internasional, coba terlebih dahulu tidak menghardik warga yang salah mengisi formulir.
Lis menutup materinya dengan pesan yang cukup menggugah, namun disampaikan secara sopan. “Jadilah pegawai negeri yang cerdas, penuh perhatian, menghargai keragaman, dan menjadikan manusia sebagai inti dari pelayanan. Pegawai negeri yang memahami HAM adalah pegawai yang dipercaya oleh rakyat.”
BKPSDM: Pemahaman Ini Penting Agar Tidak Terjadi Pelanggaran HAM “Mini-Mini”
Di sisi lain, Kepala BKPSDM Tanjungpinang, Achmad Nur Fatah, memberikan laporan awal yang lebih teknis, namun tetap relevan. Ia menyampaikan bahwa kegiatan ini disusun bertujuan untuk meningkatkan kemampuan aparatur agar tidak tersesat dalam memberikan pelayanan.
“Tujuan dari kegiatan ini antara lain adalah memperkuat kemampuan para pegawai dalam menerapkan nilai-nilai HAM, mencegah kemungkinan pelanggaran HAM di lingkungan pemerintahan, serta mendukung pelaksanaan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) di tingkat daerah,” katanya.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh 100 peserta yang mewakili seluruh OPD. Selain Wali Kota, narasumber juga hadir dari Yuli Munir, S.E., M.Ak. serta Siska Sukmawaty, S.H., M.H.
Paling tidak pada hari itu, seluruh peserta diajak untuk mengingat bahwa pelayanan bukan hanya tentang prosedur, tetapi juga tentang kepedulian terhadap sesama. Semoga setelah mengikuti acara ini, para pegawai dapat lebih reflektif, setidaknya tidak merasa kesal ketika warga bertanya, “Pak, maksudnya apa ya?” ***









