PARLEMENTARIA.ID – Badan Gizi Nasional(BGN) meragukan maraknya pembukaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baru di berbagai daerah, khususnya di bekas Karesidenan Banyumas. Di wilayah tersebut jumlahnya melebihi kuota yang ditetapkan dan berdiri tanpa sepengetahuan internal lembaga.
Wakil Kepala BGN Nanik Sudaryati Deyang mengatakan temuan tersebut berpotensi memicu persaingan antar penerima manfaat dan mengganggu kualitas layanan program makan bergizi gratis (MBG). “Saya menemukan bahwa di Kabupaten Banyumas, kuotanya hanya 154 SPPG, namun saat ini ada 227 titik. Bagaimana bisa? Ini jelas tidak benar karena akan terjadi persaingan dalam penerima manfaat,” ujar Nanik dalam pernyataan resmi BGN, Jumat, 5 Desember 2025.
Menurut Nanik, keadaan yang paling aneh terjadi di salah satu kecamatan di Banyumas. Dengan jumlah penerima manfaat sekitar 16 ribu orang dan sudah ada enam SPPG yang beroperasi, pemerintah daerah justru menyetujui pembangunan lima SPPG baru. “Jika 16 ribu dibagi 11, maka masing-masing hanya akan mengelola 1.400 penerima manfaat. Bagaimana itu,” katanya.
Temuan ini juga menjelaskan mengapa sejumlah program SPPG lama tiba-tiba mengalami penurunan signifikan dalam jumlah penerima manfaat—dari lebih dari 3.500 menjadi sekitar 1.800 orang. Hal ini diduga terjadi karena kuota dibagi untuk SPPG baru yang muncul secara tiba-tiba dengan alasan pemerataan.
Meskipun jumlah penerima manfaat berkurang, BGN menegaskan bahwa pengelola SPPG dilarang mengangkat relawan dapur. “Ingat baik-baik, setiap SPPG dilarang me-layoffpara relawan,” kata Nanik. Ia menekankan bahwa program MBG tidak hanya berfokus pada pemenuhan gizi siswa, tetapi juga mendorong perekonomian masyarakat dengan merekrut 47 warga setempat di setiap SPPG.
BGN telah menyiapkan mekanisme at cost untuk memastikan honor relawan tetap berjalan meskipun jumlah porsi berkurang. Sistem ini memungkinkan penggantian biaya nyata berdasarkan bukti pengeluaran yang sah.
Dengan penyesuaian program, batas maksimum penerima manfaat kini ditentukan sebanyak 2.000 siswa serta 500 kelompok 3B (ibu hamil, ibu menyusui, dan balita non PAUD). Kemampuan dapat ditingkatkan hingga 3.000 penerima manfaat apabila SPPG memiliki juru masak yang memiliki sertifikat, menurut Direktur Sistem Pemenuhan Gizi BGN, Eny Indarti.
Nanik juga menyampaikan bahwa Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2025 memperluas kriteria penerima MBG, termasuk tenaga pendidik, santri, guru honorer, ustadz pesantren, kader PKK, dan Posyandu. Menurut Nanik, Presiden Prabowo Subianto berharap semua kelompok yang rentan—seperti lansia, disabilitas, anak jalanan, hingga keluarga miskin—dapat mendapatkan bantuan gizi yang layak.
Nanik memastikan BGN akan menangani secara internal masalah kenaikan SPPG mendadak yang dianggap tidak sesuai aturan. “Ini harus diselesaikan agar tidak ada lagi titik-titik yang muncul tanpa dasar dan akhirnya menyulitkan semua pihak,” katanya. ***






