PARLEMENTARIA.ID – Perjanjian perdagangan Amerika Serikat (AS) yang ditandatangani dengan Indonesia pada Juli 2025 berpotensi gagal karena Indonesia dianggap tidak memenuhi beberapa komitmen yang telah dijanjikan sebagai bagian dari perjanjian tersebut.
“Mereka melanggar apa yang telah kita sepakati pada bulan Juli,” kata seorang pejabat Amerika Serikat pada Selasa (9/12/2025), seperti dilaporkanReuters. Ia tidak menyebutkan rincian mengenai komitmen tertentu yang ditolak Indonesia.
AS dan Indonesia pada bulan Juli 2025 mengumumkan bahwa Indonesia setuju untuk menghilangkan bea impor terhadap lebih dari 99% barang dari Amerika Serikat serta menghapus seluruh hambatan non-tarif yang dialami perusahaan-perusahaan Amerika. Sementara itu, AS akan mengurangi tarif ancaman terhadap produk-produk Indonesia dari 32% menjadi 19%.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump pertama kali mengumumkan perjanjian tersebut pada 15 Juli, menyebutnya sebagai “kemenangan besar bagi produsen mobil, perusahaan teknologi, pekerja, petani, peternak, dan produsen Amerika Serikat.”
Namun, seorang pejabat Amerika Serikat yang tidak ingin disebut namanya menyampaikan bahwa pejabat Indonesia telah memberi tahu Perwakilan Perdagangan AS, Jamieson Greer, bahwa Indonesia tidak mampu menyetujui beberapa komitmen yang bersifat mengikat dan ingin merevisinya.
Pejabat Amerika Serikat percaya bahwa hal tersebut akan menghasilkan perjanjian yang lebih merugikan AS dibandingkan perjanjian-perjanjian terbaru yang telah dicapai dengan dua negara Asia Tenggara lainnya, yaitu Malaysia dan Kamboja.
Pernyataan pejabat Amerika Serikat tersebut mengonfirmasi rincian informasi yang pertama kali diberitakan oleh Financial Times (FT) pada hari Selasa.
FT melaporkan bahwa pejabat Amerika Serikat percaya bahwa Indonesia “mundur” dalam upaya menghapus hambatan non-tarif terhadap ekspor industri dan pertanian dari AS, serta komitmen untuk menangani isu perdagangan digital.
Belum ada pernyataan dari Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) terkait informasi ini.
Menteri Keuangan Amerika Serikat, Scott Bessent, beberapa hari lalu menyampaikan dalam acara Dealbook di New York Times bahwa Indonesia “sedikit sulit diajak kompromi” dalam kesepakatan perdagangannya dengan Amerika Serikat, namun tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Sebaliknya, Malaysia telah terbukti sebagai pihak yang baik dan telah menghapus ribuan tarif sehingga perdagangan antara Amerika Serikat dan negara tersebut berjalan jauh lebih lancar. ***









