PARLEMENTARIA.ID — Perjanjian tarif perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) disebut menghadapi ancaman kegagalan setelah pejabat Washington semakin kecewa terhadap tindakan pemerintah Indonesia yang dianggap mundur dari beberapa komitmen yang telah disepakati pada Juli 2024.
“Mereka melanggar kesepakatan yang telah kami buat pada bulan Juli,” kata seorang pejabat Amerika Serikat yang tidak ingin disebutkan identitasnya, menurut laporan dari Reuters, Rabu (10/12/2025).
Pejabat tersebut mengatakan, pejabat Indonesia telah menyampaikan kepada Perwakilan Dagang AS (USTR) Jamieson Greer bahwa Indonesia tidak mampu menyetujui beberapa kewajiban yang bersifat mengikat dalam perjanjian tersebut. Pernyataan ini juga membenarkan laporan yang pertama kali dilaporkan olehFinancial Times (FT).
Pemerintah Indonesia dianggap berusaha menafsirkan kembali beberapa peraturan dengan cara yang, menurut pemerintahan Presiden Donald Trump, menghasilkan kesepakatan yang lebih merugikan Amerika Serikat dibandingkan perjanjian yang baru-baru ini dicapai Washington dengan Malaysia dan Kamboja.
Salah satu sumber FT menyebutkan bahwa Indonesia tidak hanya sekadar menghambat pelaksanaan kesepakatan, seperti yang sering terjadi dalam negosiasi perdagangan dengan mitra lain. Indonesia secara terbuka menyatakan bahwa mereka tidak mampu melaksanakan apa yang telah disepakati dan ingin melakukan negosiasi ulang terhadap komitmen awal agar tidak bersifat mengikat.
“Kondisi ini sangat memprihatinkan dan tidak disambut baik oleh Amerika Serikat. Indonesia berisiko kehilangan perjanjian tersebut,” katanya.
Washington menganggap Indonesia kembali memperkuat hambatan non-tarif terhadap ekspor industri dan pertanian dari Amerika Serikat, serta tidak memenuhi komitmennya untuk mengambil tindakan nyata dalam perdagangan digital.
USTR yakin bahwa Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah mencapai kesepakatan pada bulan Juli lalu sebelum informasi lengkapnya disampaikan kepada pejabat tinggi lainnya. Amerika Serikat menilai bahwa Prabowo sebenarnya memiliki wewenang untuk mendorong kesepakatan ini terus berjalan, tetapi dianggap menghentikan tindakan tersebut karena alasan politik dalam negeri.
Selanjutnya, hingga kini, kantor Presiden Prabowo serta Menteri Koordinator Airlangga belum memberikan respons. USTR juga menolak untuk memberikan komentar.
Greer direncanakan akan berkomunikasi dengan Airlangga dalam minggu ini guna berupaya mengatasi perbedaan antara keduanya.
Rangkaian kesepakatan dengan Indonesia merupakan tanggapan dari Washington setelah mengirimkan surat kepada lebih dari 20 mitra dagang, yang berisi ancaman penerapan pajak jika tidak menyetujui perjanjian sebelum 1 Agustus. Dalam surat yang dikirimkan ke Indonesia, Presiden Trump awalnya mengancam pajak sebesar 32%, namun akhirnya diturunkan menjadi 19% dalam kesepakatan tersebut.
Di dalam kesepakatan tersebut, Indonesia setuju untuk mengurangi sebagian besar tarif impor terhadap barang-barang industri dan pertanian dari Amerika Serikat, serta berkomitmen untuk membeli pesawat, gas alam cair (LNG), dan kedelai dengan nilai miliaran dolar AS demi mengurangi defisit perdagangan terhadap Amerika Serikat.
Pemerintah Indonesia juga menyetujui penghapusan berbagai hambatan non-tarif bagi perusahaan Amerika Serikat, termasuk aturan ketat terkait tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang selama ini dianggap menghambat investasi.
Namun, beberapa kelompok bisnis lokal mengingatkan bahwa pengurangan aturan TKDN berisiko mengurangi daya saing perusahaan dalam negeri.
Apple menjadi salah satu perusahaan yang terkena dampak dari kebijakan tersebut. Indonesia sempat melarang penjualan iPhone 16 di akhir tahun lalu karena dianggap tidak memenuhi aturan TKDN sebesar 40% untuk ponsel cerdas. Larangan ini dicabut setelah Apple menyetujui rencana investasi untuk memproduksi komponen smartphone di Indonesia.
Perjanjian perdagangan ini juga menghadapi tantangan lain. Sebelumnya, Indonesia dilaporkan menolak memasukkan ketentuan yang dianggap memaksa karena dianggap melanggar otonomi ekonomi.
AS mendorong adanya pasal dalam perjanjian perdagangan yang memungkinkan pembatalan kesepakatan apabila salah satu pihak menandatangani perjanjian lain yang dianggap mengancam kepentingan utama AS.
Malaysia dan Kamboja telah menyetujui ketentuan tersebut sebagai bagian dari upaya Washington untuk membatasi pengaruh Tiongkok di Asia Tenggara, wilayah yang menjadi mitra perdagangan terbesar bagi sebagian besar negara.
Sampai saat ini, Trump telah menandatangani perjanjian perdagangan yang terbatas dengan sejumlah mitranya, termasuk Uni Eropa, Inggris, Jepang, dan Korea Selatan, serta beberapa negara Asia yang lebih kecil.
Sebagian besar kesepakatan tersebut berakhir dengan pengurangan tarif timbal balik yang sebelumnya dikenakan Amerika Serikat terhadap mitra dagangnya. Namun, perjanjian-perjanjian ini biasanya disebut sebagai langkah awal menuju negosiasi yang lebih panjang. ***










