PARLEMENTARIA.ID – Proyek jalan Bandungsari-Salem di Provinsi Jawa Tengah kembali menjadi sorotan setelah gagal mencapai penyelesaian 100%. Meskipun progresnya sudah mencapai 95%, kegagalan dalam proses PHO (Provisional Hand Over) menimbulkan pertanyaan serius terkait manajemen anggaran dan pengawasan. Hal ini memicu langkah tegas dari Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah untuk mengevaluasi sistem lelang dan seleksi penyedia jasa.
Masalah Utama: Cashflow Kontraktor yang Tidak Stabil
Salah satu penyebab utama kegagalan proyek adalah masalah cashflow internal perusahaan kontraktor. Menurut laporan dari Balai Bina Marga Wilayah Tegal, penyedia jasa mengalami kesulitan finansial yang membuat mereka tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal. Ini menunjukkan bahwa proses seleksi penyedia jasa sebelum lelang harus lebih ketat dan transparan.
Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah, Masfui Masduki, menyoroti pentingnya memastikan kredibilitas finansial penyedia jasa sebelum melakukan lelang. “Jika kita tidak memperketat seleksi, risiko kegagalan seperti ini akan terus terjadi,” ujarnya.
Penanganan Pihak Terkait
Pihak Balai Bina Marga tetap berupaya untuk menuntaskan proyek ini dengan berbagai alternatif. Namun, karena masalah likuiditas perusahaan kontraktor, upaya tersebut tidak berhasil. Pihak terkait juga menegaskan bahwa denda dan pengembalian dana akan diberlakukan sebagai bentuk konsekuensi atas ketidakmampuan penyedia jasa menyelesaikan pekerjaan.
Seorang pejabat dari DPU BMCK Provinsi Jateng, Wahyutoro Soetarno, menjelaskan bahwa meskipun pihaknya telah menawarkan solusi, penyedia jasa tetap tidak bisa melanjutkan pekerjaan. “Masalahnya ada pada cashflow perusahaan sendiri,” katanya.
Rekomendasi DPRD untuk Mencegah Kegagalan Berulang
Anggota Komisi D lainnya, Ariston, menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap proses seleksi penyedia jasa. Ia menyarankan agar pemerintah daerah lebih memprioritaskan kontraktor lokal yang memiliki modal kuat dan rekam jejak yang baik. “Ini bukan hanya soal uang, tapi juga komitmen dan tanggung jawab,” tambahnya.
Selain itu, DPRD Jateng juga meminta adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan proyek infrastruktur. Sistem monitoring harus diperkuat agar setiap proyek dapat diselesaikan sesuai rencana tanpa mengganggu kualitas dan waktu.
Peran Kontraktor Lokal dalam Pembangunan Infrastruktur
Pentingnya kontraktor lokal dalam pembangunan infrastruktur tidak bisa diabaikan. Mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kondisi wilayah serta kemampuan untuk bekerja secara efisien. Selain itu, penggunaan kontraktor lokal juga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dan memperkuat ekonomi daerah.
DPRD Jateng menilai bahwa pemerintah provinsi perlu memberikan dukungan lebih besar kepada kontraktor lokal, termasuk dalam hal akses modal dan pelatihan teknis. Dengan demikian, proyek-proyek infrastruktur akan lebih stabil dan berkelanjutan.
Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Meskipun ada tantangan dalam proses pelaksanaan proyek, ada peluang besar untuk memperbaiki sistem manajemen infrastruktur. Dengan evaluasi yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, pembangunan jalan di Jawa Tengah bisa lebih berkualitas dan berdampak positif bagi masyarakat. ***










