Produsen Wajib Mengelola Sampah Melalui EPR, Perpres Bakal Terbit Tahun 2026

PEMERINTAHAN14 Dilihat

PARLEMENTARIA.ID – Pemerintah tengah menyusun kebijakan yang mengatur tentang tanggung jawab produsen yang diperluas atau Extended Producer Responsibility (EPR).

Kebijakan ini bakal diperkuat melalui Peraturan Presiden (Perpres) yang ditargetkan terbit pada pertengahan tahun 2026.

Melalui kebijakan EPR, produsen akan bertanggung jawab terhadap siklus produk yang dihasilkannya. Mulai dari desain kemasan hingga masa akhir pemakaian, termasuk pengumpulan dan daur ulang limbahnya.

Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Agus Rusli mengungkapkan bahwa EPR telah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 75 Tahun 2019.

Permen ini mengatur tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Hanya saja, hasil dari regulasi tersebut belum optimal. Pasalnya, hingga saat ini baru ada 26 perusahaan industri Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) yang menyerahkan peta jalan (roadmap) pengurangan dan pengelolaan sampah.

“Dari 26 perusahaan itu sudah jalan, mereka per tiga bulan melaporkan berapa banyak penurunan (sampah) yang sudah dilakukan. Misalnya Perusahaan A mengurangi sekian persen kemasan dari plastik, bahkan ada salah satu merek air minum yang 100% bahan (kemasan) sudah dari recycling,” kata Agus dalam Diskusi AHConnect di Antara Heritage Center, Selasa (23/12/2025).

Penerapan EPR bakal diperkuat melalui Perpres yang saat ini sedang disusun oleh Pemerintah. Agus mengatakan bahwa Rancangan Perpres telah masuk ke Sekretariat Negara (Setneg).

Agus mengklaim, Rancangan Perpres ini dibahas dengan Kementerian/Lembaga terkait, serta menampung masukan dari para pelaku industri.

Selain KLH, penyusunan Perpres ini juga melibatkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (KPPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Agus menjelaskan, Rancangan Perpres tersebut sudah memasukkan komponen dari Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019.

Di samping itu, Rancangan Perpres ini juga mencakup ketentuan mengenai Producer Responsibility Organizations (PRO) serta peran dari pemerintah dan swasta.

“Mudah-mudahan dalam waktu dekat, semester I-2026 bisa selesai, bisa diundangkan, InsyaAllah. Seharusnya sejak diundangkan bisa diterapkan,” ujar Agus.

Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin, Apit Pria Nugraha menyatakan pihaknya siap mendukung ekonomi sirkular melalui kebijakan EPR. Meski begitu, Apit mengakui bahwa menerjemahkan berbagai praktik keberlanjutan industri ke dalam kebijakan operasional EPR memiliki sejumlah tantangan.

Apit bilang, industri terbagi ke dalam skala kecil, menengah dan besar. Masing-masing skala memiliki karakteristik, tantangan dan kesiapannya tersendiri.

Dus, penerapan EPR memerlukan strategi yang mencakup kebijakan yang terukur dan berbasis data, infrastruktur dan teknologi hijau, pembiayaan EPR dan insentif yang berkeadilan, serta penguatan ekosistem.

“Kesiapan industri bervariasi, dan harus melihat kesiapan di sepanjang supply chain-nya. Kami menangkap aspirasi dari industri, mereka juga perlu kepastian. Bagaimana aturan mainnya? apakah ada insentif? apakah bertumpukan dengan kebijakan lainnya?” terang Apit.

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Prijosoesilo sepakat, setiap perusahaan memiliki kesiapan yang berbeda-beda. Triyono meminta supaya regulasi dan kebijakan mengenai EPR bisa memungkinkan keterlibatan perusahaan skala kecil – menengah, serta menciptakan lapangan yang setara (level plating field).

Dengan begitu, industri bisa tetap tumbuh dan bersaing secara sehat.

“Kesiapan perusahaan memerlukan dukungan pemerintah dengan regulasi yang tepat. Anggota kami pun sudah ada yang terlibat aktif dalam proses penyusunan EPR, yang juga sudah melakukan kegiatan untuk mengelola post-consumption packaging mereka,” ungkap Triyono.

Sementara itu, Deputi Bidang Percepatan Pemberdayaan Kapasitas dan Penyediaan Akses Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Novrizal Tahar menekankan bahwa ekonomi sirkular dalam penerapan EPR mesti berdampak pada kesejahteraan rakyat. Termasuk bagi para pekerja informal.

Pasalnya, sektor pengelolaan sampah bisa melibatkan jutaan orang pekerja informal, termasuk pemulung yang belum terdata.

“EPR itu instrumen yang bagus. Tapi kita tentu ingin beyond daripada itu, bagaimana (penerapan EPR) dikaitkan dengan pengentasan kemiskinan,” tandas Novrizal. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *