PARLEMENTARIA.ID – Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama Se-Nusantara (BEM PTNU Se-Nusantara) menunjukkan sikap yang jelas terhadap isu penting dalam sistem pemerintahan daerah. Mereka secara tegas menolak wacana penghapusan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung dan mengalihkannya menjadi dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hal ini dilakukan sebagai bentuk komitmen mereka untuk menjaga prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Keberatan terhadap Pengalihan Pilkada ke DPRD
Presidium Nasional BEM PTNU Se-Nusantara, Achmad Baha’ur Rifqi, menyampaikan bahwa wacana tersebut dianggap sebagai langkah mundur dalam praktik demokrasi lokal. Ia menilai bahwa Pilkada langsung merupakan bagian penting dari kedaulatan rakyat. Jika pengalihan tersebut dilakukan, maka partisipasi publik akan semakin berkurang dan rakyat akan dijauhkan dari proses pengambilan keputusan politik di tingkat daerah.
“Pilkada langsung adalah bagian penting dari kedaulatan rakyat. Mengalihkannya ke DPRD berisiko mempersempit partisipasi publik dan menjauhkan rakyat dari proses pengambilan keputusan politik di daerah,” ujar Baha’ dalam pernyataannya.
Tanggapan Partai Politik terhadap Wacana
BEM PTNU juga mencermati peta sikap partai politik nasional terhadap wacana tersebut. Beberapa partai seperti Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB, dan PAN diketahui mendukung penghapusan Pilkada langsung. Sementara itu, PDI Perjuangan secara terbuka menolak wacana ini. Adapun Partai NasDem, PKS, dan Partai Demokrat hingga saat ini belum menyampaikan sikap resmi.
Menurut BEM PTNU, beragamnya sikap partai politik menunjukkan bahwa wacana tersebut bukan merupakan aspirasi tunggal masyarakat, melainkan masih menjadi diskursus elite politik yang belum memiliki konsensus publik.
Masalah Fungsi Representasi DPRD
Selain itu, BEM PTNU juga menyoroti fungsi representasi DPRD yang dinilai belum berjalan secara ideal. Mereka menilai praktik politik di daerah sering kali diwarnai kepentingan elite partai, pragmatisme politik, serta transaksi kekuasaan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam banyak kasus, keputusan DPRD lebih merepresentasikan kepentingan partai dan elite politik dibandingkan aspirasi riil masyarakat.
“Jika Pilkada diserahkan sepenuhnya kepada DPRD, maka kedaulatan rakyat justru berisiko semakin menyempit,” tegas Baha’.
Pentingnya Pilkada Langsung dalam Demokrasi
BEM PTNU menegaskan bahwa Pilkada langsung tidak hanya sekadar prosedur elektoral, tetapi juga menjadi instrumen kontrol rakyat terhadap kekuasaan daerah. Melalui mekanisme tersebut, masyarakat memiliki ruang untuk menilai dan menentukan pemimpin daerah, sekaligus memberikan sanksi politik kepada kepala daerah yang dinilai gagal menjalankan amanah.
Penghapusan Pilkada langsung, menurut BEM PTNU, berpotensi menurunkan partisipasi politik warga, melemahkan akuntabilitas kepala daerah, serta membuka peluang menguatnya oligarki politik lokal.
Penolakan Terhadap Alasan Efisiensi Anggaran
Terkait alasan efisiensi anggaran yang sering dikemukakan dalam wacana tersebut, BEM PTNU Se-Nusantara menyatakan tidak sependapat. Mereka menilai biaya demokrasi tidak dapat dijadikan alasan untuk menghapus hak politik rakyat.
“Demokrasi memang membutuhkan biaya, tetapi biaya demokrasi jauh lebih kecil dibandingkan kerugian akibat kekuasaan yang tidak akuntabel. Solusi mahalnya Pilkada seharusnya ditempuh melalui perbaikan tata kelola, pengawasan, dan penegakan hukum, bukan dengan menghapus hak pilih rakyat,” lanjut pernyataan tersebut.
Seruan untuk Menghentikan Wacana
BEM PTNU Se-Nusantara menyerukan kepada pemerintah dan DPR untuk menghentikan wacana penghapusan Pilkada langsung. Mereka juga mendorong penguatan fungsi representasi DPRD melalui reformasi internal, peningkatan transparansi, dan akuntabilitas. Selain itu, BEM PTNU meminta agar setiap pembahasan kebijakan strategis terkait demokrasi melibatkan publik, akademisi, dan masyarakat sipil.
Komitmen untuk Memastikan Kedaulatan Rakyat
BEM PTNU Se-Nusantara menegaskan komitmennya untuk terus mengawal demokrasi dan memastikan kedaulatan rakyat tetap berada di tangan masyarakat, bukan ditarik kembali ke ruang elite kekuasaan. ***











