PARLEMENTARIA.ID – Kabupaten Badung kembali menjadi perhatian karena adanya tindakan pungutan liar (pungli) di beberapa tempat wisata.
Kali ini, praktik pungutan liar yang dilakukan dengan mengatasnamakan Bendesa Adat diduga masih marak, bahkan informasi awal menyebutkan adanya anggota dewan yang melindungi kegiatan tersebut.
Sumber pikiran.rakyat, Selasa (4/11), menceritakan pengalamannya saat berlibur dan menikmati ikan bakar di pantai Muaya di Jimbaran, Badung.
Menurutnya, petugas yang mengklaim berasal dari Desa Adat memungut biaya sebesar Rp 10 ribu per pengunjung.
Namun, sumber tersebut menolak untuk membayar karena dasar pemungutan tidak jelas dan tidak sesuai dengan peraturan.
Di sisi lain, keadaan pada saat itu sangat memprihatinkan karena antrian yang masuk ke pantai terlalu panjang. Sementara itu, petugas hanya fokus pada penarikan retribusi, tetapi tidak ada yang mengatur lalu lintas kendaraan.
“Lucunya, mereka justru menawarkan jumlah retribusi menjadi Rp 5 ribu. Bukan soal besaran uang, tetapi ini terkait aturan. Desa Adat tidak berhak memungut retribusi. Praktik ini termasuk tindak pidana pemerasan dan ancaman sesuai Pasal 368 KUHP,” kata sumber tersebut.
Lebih mengejutkan lagi, petugas retribusi terlihat arogan dan menyatakan tidak takut kepada lembaga hukum.
Mereka mengakui kegiatannya di lindungi oleh pihak anggota dewan, bahkan petugas retribusi tersebut menggunakan nama Ketua DPRD Badung.
Ketangguhan petugas diduga semakin kuat berkat kehadiran seorang anggota DPRD yang juga bertugas di pos retribusi.
“Sangat tidak wajar, anggota DPRD justru turut menjaga pos retribusi yang aturannya tidak jelas,” tambah sumber tersebut.
Selanjutnya, petugas retribusi dari Desa Adat menyatakan bahwa seluruh dana yang terkumpul menjadi tanggung jawab mereka sendiri dan digunakan untuk keperluan internal, tanpa dialirkan kepada pemerintah daerah yang sebenarnya merupakan pemilik lahan pesisir pantai.
“Jelas ini merupakan pungutan liar. Bendesa Adat tidak memiliki kewenangan untuk memungut biaya retribusi, apalagi tanpa dasar hukum yang sah,” tegas sumber.
Kasus ini kini mendapat perhatian serius dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Pihak Kejati sedang melakukan penyelidikan terkait dugaan pungutan liar tersebut, termasuk kemungkinan adanya perlindungan dari seorang anggota dewan, sehingga tindakan terhadap praktik yang merugikan masyarakat dan wisatawan dapat segera dilakukan.
Namun, keuangan negara dari retribusi dapat diselamatkan dan dialokasikan untuk keperluan pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat umum.
Di bagian lain, Ketua Dewan Badung I Gusti Anom Gumanti menyangkal tuduhan bahwa retribusi tersebut didukung oleh anggota dewan.
“Kami sangat memperhatikan aturan. Kedua, saya tidak mungkin bisa menutupi hal tersebut. Jujur saya tidak tahu, apa yang dilakukan dan di mana lokasinya (Pungli),” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa sebagai Ketua Dewan Badung yang mengurusi sektor legislatif, pihaknya tidak akan mentolerir pelanggaran hukum.
“Silakan kirimkan lokasinya melalui WA, kami akan langsung turun. Kami di lembaga (DPRD) tidak mungkin melakukan hal-hal tersebut karena kami berada di atas aturan dan selalu mematuhi hukum,” tegasnya. ***









