Kegiatan yang diinisiasi oleh Asisten Bidang Pencegahan dilaksanakan sebagai upaya memverifikasi data hasil pengamatan lapangan bersama para pemangku kepentingan kesehatan di Ruang Flores Hotel Harper Kupang, Jumat 12 Desember 2025.
Di forum diskusi yang berlangsung sejak pukul 09.00 WITA. Hadir para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, para Direktur RSUD serta Pemimpin BPJS Kesehatan dari seluruh cabang di NTT.
Dalam pidatonya, Plt Kepala Perwakilan Ombudsman NTT, Yosua Karbeka S. H., M.H., menekankan bahwa kualitas layanan merupakan inti dari pengawasan yang dilakukan Ombudsman. Ia menyampaikan bahwa kualitas layanan sering kali tidak bisa dinilai hanya berdasarkan aturan formal, melainkan melalui pengalaman langsung masyarakat sebagai penerima manfaat.
“Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan jaminan kesehatan yang lengkap bagi masyarakat. Namun, pelaksanaan JKN di NTT masih sering mendapat keluhan dari peserta,” katanya.
Berdasarkan data Ombudsman, peserta JKN di NTT telah mencapai 98,8% dan telah mencapai UHC. Namun, situasi ini tidak disertai dengan peningkatan fasilitas serta kualitas layanan kesehatan. Akibatnya, peserta JKN masih sering mengalami kesulitan dalam memperoleh layanan yang memadai.
Situasi ini mendorong Ombudsman NTT untuk melakukan penelitian agar memberikan rekomendasi perbaikan, sehingga pasien dapat memperoleh hak kompensasi layanan JKN dan kerugian bagi masyarakat tidak terjadi.
Ruang diskusi data temuan ini menjadi wadah kerja sama strategis. “Hasil penelitian akan kami susun dalam laporan yang disampaikan kepada pihak terkait, dan Ombudsman akan melakukan pengawasan untuk memastikan rekomendasi benar-benar dilaksanakan,” tegas Plt. Kepala Perwakilan Ombudsman RI NTT.
Selain memverifikasi hasil penelitian, Ombudsman dan peserta diskusi membahas berbagai opsi perbaikan nyata yang dapat segera diimplementasikan. Dalam forum yang sama, Kepala Keasistenan Bidang Pencegahan Maladministrasi Ombudsman NTT, Ola Mangu Kanisius, S.H.,M.H., menyampaikan bahwa data kajian yang dikumpulkan antara Maret hingga Agustus dari 10 kabupaten/kota telah diverifikasi bersama seluruh pihak terkait.
“Kami mengajukan pertanyaan kepada para ahli untuk menyusun rekomendasi perbaikan akses kompensasi JKN,” katanya.
Salah satu temuan utama berkaitan dengan penggantian biaya obat. Peserta JKN masih perlu membeli obat di luar fasilitas kesehatan ketika terjadi kekosongan obat, padahal biaya tersebut seharusnya tidak menjadi tanggungan peserta JKN.
Ombudsman juga menemukan adanya keterbatasan dalam pemeriksaan laboratorium penyakit hipertiroid di RSUD Flores Timur, Lembata, dan Kupang. Peserta JKN perlu membayar pemeriksaan TSH dan T4 di laboratorium yang berada di luar RSUD.
“Seharusnya RSUD bekerja sama dengan laboratorium atau klinik lain dalam hal rujukan parsial. Ini merupakan bentuk kompensasi yang perlu diberikan agar masyarakat tidak menghadapi biaya tambahan,” ujar Kanisus.
Sebagai lembaga negara yang bertugas mengawasi pelayanan publik, Ombudsman menegaskan bahwa kompensasi JKN bukanlah kebijakan pilihan, tetapi merupakan hak peserta sesuai dengan ketentuan UU SJSN.
“Ombudsman berkepentingan untuk memastikan masyarakat terhindar dari kerugian akibat layanan publik, khususnya berkaitan dengan hak kompensasi JKN. Kami mendorong sistem layanan kesehatan di NTT yang bersih dan bebas dari penyalahgunaan kekuasaan,” tegas Yosua Karbeka.
Dengan temuan dan tindakan serius ini, Ombudsman NTT memperkuat posisinya sebagai pihak pertama dalam memastikan layanan kesehatan yang adil, jujur, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat. ***








