Korupsi Pengadaan LNG: Mantan Direktur Pertamina Sebut Nicke Widyawati & Pihak Terkait Harus Bertanggung Jawab

HUKUM27 Dilihat

PARLEMENTARIA.ID – Sebuah kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) yang merugikan negara hingga miliaran dolar Amerika Serikat kembali mencuri perhatian publik. Kasus ini melibatkan mantan pejabat PT Pertamina (Persero), termasuk sejumlah mantan petinggi perusahaan yang kini dianggap bertanggung jawab atas kerugian besar yang terjadi.

Mantan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyuliarto, menuding dua nama penting dalam kasus ini. Mereka adalah mantan Komisaris Utama (Komut) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan mantan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Menurut kuasa hukum Hari, Wa Ode Nurzaenab, kedua tokoh tersebut memiliki peran signifikan dalam pengambilan keputusan terkait pengadaan dan penjualan LNG selama periode 2020-2021.

“Kerugian negara terjadi pada 2020 dan 2021. Saat itu, siapa yang menjadi pengambil keputusan penting? Ya mereka berdua,” ujar Wa Ode. Ia menegaskan bahwa keduanya adalah pihak yang memiliki otoritas dalam pengambilan keputusan terkait pengadaan LNG di Pertamina. Meskipun tidak ada bukti langsung bahwa mereka melakukan korupsi, ia menilai penting untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggung jawab.

Hari Karyuliarto sendiri telah pensiun dari Pertamina sejak 2014. Oleh karena itu, ia menilai bahwa pihak yang harus bertanggung jawab adalah jajaran direksi dan komisaris Pertamina yang menjabat saat terjadinya kerugian negara. “Ini bentuk kriminalisasi yang tidak boleh dibiarkan,” tambahnya.

Peran Mantan Direktur dan Komisaris dalam Pengadaan LNG

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, juga menyebut tiga nama yang harus dimintai keterangan dalam kasus ini. Mereka adalah mantan Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto, Nicke Widyawati, serta Ahok. Menurut Yusri, perjanjian jual-beli LNG yang dibuat pada 2013 mengalami amandemen besar pada 2015 oleh Dwi Soetjipto. Sementara itu, realisasi kargo LNG dari Corpus Cristi terjadi pada 2019, saat Nicke Widyawati menjabat sebagai Dirut dan Ahok sebagai Komut.

Kasus ini juga mencakup dua terdakwa yang hadir dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Mereka adalah Direktur Gas Pertamina periode 2012-2014, Hari Karyuliarto, dan Senior Vice President Gas & Power periode 2013-2014, Yenni Andayani. Mereka diduga merugikan negara senilai US$113,84 juta atau setara Rp1,77 triliun.

Jaksa penuntut umum dari KPK, Yoga Pratomo, menjelaskan bahwa keduanya diduga melakukan perbuatan hukum yang memperkaya mantan Dirut Pertamina, Galaila Karen Kardinah, serta perusahaan asing Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL). Kerugian negara yang tercatat mencapai Rp1,09 miliar dan US$104.016, sementara CCL diperkirakan mendapat untung sebesar US$113,84 juta.

Perspektif dari Narasumber

Menurut pendapat beberapa ahli, kasus ini tidak hanya sekadar masalah hukum, tetapi juga menunjukkan potensi kelemahan dalam sistem pengawasan dan pengambilan keputusan di perusahaan BUMN. Hal ini memicu pertanyaan tentang tanggung jawab para pemimpin perusahaan yang seharusnya menjaga kepentingan negara.

“Jika pengadaan LNG dilakukan tanpa transparansi dan akuntabilitas, maka risiko kerugian negara sangat tinggi,” ujar salah satu narasumber. Ia menambahkan bahwa sistem pengawasan internal di Pertamina perlu diperkuat agar kejadian serupa tidak terulang.

Rekomendasi dan Langkah Ke depan

Dalam konteks ini, diperlukan investigasi lebih lanjut terhadap peran para mantan pejabat Pertamina. Selain itu, diperlukan pula reformasi dalam sistem pengadaan barang strategis seperti LNG, agar tidak lagi rentan terhadap praktik korupsi. Pemerintah dan lembaga anti-korupsi harus bekerja sama untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya negara. ***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *