Dalam struktur kepengurusan PBNU, disebutkan bahwa Syuriyah merupakan pemimpin tertinggi dari Nahdlatul Ulama, sebagaimana diatur dalam AD/RT BAB VII Pasal 14 ayat 3. Ketentuan ini perlu dipahami secara lebih mendalam, bahwa dalam pengelolaan organisasi PBNU diatur oleh Syuriyah yang dipimpin oleh Rais Aam dan Syuriyah memiliki kewenangan untuk merumuskan serta menentukan kebijakan strategis organisasi sesuai dengan AD/RT pada BAB XVIII Pasal 57 ayat 2. Karena kewenangan Syuriyah yang sangat luas dan kuat, maka mereka juga berhak memberhentikan Ketua Umum PBNU apabila terjadi pelanggaran, sebagaimana diatur dalam Peraturan Perkumpulan No 13 Tahun 2025, Pasal 6, 7, dan 8 ayat a serta b.
Rais Aam sebagai pemimpin tertinggi syuriyah PBNU merupakan wakil dari para kyai senior yang berasal dari pengasuh pondok pesantren serta syuriyah PWNU/PCNU yang dipilih melalui pemilihan Ahlul Halli Walaqdi (AHWA). Sebagai pimpinan tertinggi yang terpilih melalui Musyawarah Pemilihan Rais Aam yang dilakukan oleh AHWA. Oleh karena itu, dalam proses pemilihan Ketua Umum PBNU pada muktamar, Rais Aam memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan atau penolakan terhadap calon ketua umum PBNU yang diinginkannya. Jika saat ini persetujuan tersebut dicabut kembali karena dianggap tidak amanah dengan mandat persetujuan yang diberikan, maka hal tersebut sah dilakukan karena otoritas yang dimiliki Rais Aam sebagai pemimpin tertinggi dalam organisasi Nahdlatul Ulama.
Keputusan Syuriyah PBNU merupakan keputusan institusional yang mengikat bagi seluruh jajaran PBNU, dan keputusan tersebut telah menjadi produk hukum organisasi yang harus dilaksanakan, dijaga, serta dihormati, dan tidak dapat diubah oleh siapa pun baik dari internal maupun eksternal, kecuali melalui keputusan rapat yang lebih tinggi atau melalui proses peradilan Majelis Tahkim jika ada pihak yang mengajukan keberatan terhadap keputusan Syuriyah PBNU tersebut. Hal ini sesuai dengan AD/ART dan Peraturan Perkumpulan No 14 Tahun 2025.
Pergantian Ketua Umum PBNU dapat dilakukan dengan jelas jika Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugasnya, sebagaimana diatur dalam AD/RT BAB XV mengenai Pengisian Jabatan Antar Waktu pada Pasal 49 Ayat 1 yang menyatakan bahwa jika Ketua Umum berhalangan tetap, maka dapat digantikan oleh Pejabat Ketua Umum.
Sidang Pleno PBNU merupakan forum tertinggi setelah Muktamar dan Konbes dalam menyusun, menentukan serta mengambil keputusan mengenai kebijakan strategis organisasi dan mengevaluasi program, termasuk melakukan perubahan (pemecatan) dan penempatan ulang guna meningkatkan kinerja pengurus.
Penilaian Keputusan Syuriyah
Jika ada yang mengatakan bahwa Keputusan Syuriyah yang memberhentikan KH. Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU bertentangan dengan AD/RT karena tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut, maka pemahaman itu salah karena berdasarkan dasar konstitusi, keputusan Syuriyah yang telah disebutkan di atas jelas menyatakan bahwa pengurus dapat diberhentikan, termasuk Ketua Umum jika melakukan pelanggaran.
Jika ada yang berpendapat bahwa Pemberhentian Ketua Umum PBNU hanya bisa dilakukan melalui forum muktamar adalah kesalahan pemahaman, karena seluruh jajaran fungsionaris PBNU dapat diangkat mundur jika mengalami halangan tetap, yaitu karena meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan dengan hormat atau tidak hormat.
Jika ada pihak yang berpendapat bahwa Syuriyah PBNU tidak memiliki wewenang untuk mengganti Ketua Umum PBNU, maka pendapat tersebut salah, karena Syuriyah PBNU merupakan pemimpin tertinggi yang memiliki otoritas dan kewenangan penuh dalam mengambil kebijakan atau keputusan tertentu jika tidak terdapat aturan yang mengatur penyelesaian masalah demi kepentingan dan kemaslahatan organisasi, hal ini berlaku dalam setiap organisasi apa pun.
Keputusan Syuriyah PBNU memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena telah dianggap sebagai keputusan resmi organisasi (produk hukum internal), tidak bisa diubah oleh siapa pun kecuali melalui keputusan rapat yang lebih tinggi dalam struktur organisasi atau keputusan Majelis Tahkim yang bersifat final dan mengikat.
Andi Sahibuddin, Wasekjend PBNU











