Komisi V DPRD Jabar Usulkan MBG Dikelola Sekolah, Pesantren, dan Posyandu

Pengelolaan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang Lebih Efektif

PARLEMENTARIA.ID – Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Aceng Malki, mengusulkan agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dikelola mandiri oleh kantin di sekolah, kantin di pesantren, serta dikelola oleh ibu-ibu kader Posyandu. Hal ini dilakukan karena jumlah korban keracunan MBG di Jabar tercatat sebagai yang terbanyak dibandingkan provinsi lain.

“Saya menyarankan MBG dikelola langsung oleh sekolah. Ya, dibuat SPPG atau dapur MBG-nya di sekolah, di kantin sekolah saja. Biar juga lingkungan sekolah berdaya, dan mereka (sekolah) lebih paham apa yang dibutuhkan dan diinginkan muridnya,” tegas Aceng Malki, Kota Bandung, Rabu 22 Oktober 2025.

Pengelolaan MBG di sekolah dinilai lebih terjamin keamanannya dan kebersihannya serta lebih efektif karena yang dikelola tidak banyak. Selain itu, pihak sekolah atau satuan pendidikan lainnya lebih memahami karakter anak didiknya.

Solusi untuk Pengelolaan MBG yang Lebih Baik

Sebagai solusi sebaiknya dapur MBG tidak berskala besar, melainkan dibuat lebih kecil dan dikelola langsung oleh sekolah atau lembaga pendidikan dengan pengawasan dinas kesehatan dan dinas pendidikan setempat.

“Kalau bisa, dapurnya tidak sampai ribuan porsi, cukup untuk 500-1.000 anak perdapur, misalnya di kantin sekolah atau pesantren. Dengan begitu, pengawasannya lebih mudah dan masyarakat sekitar juga bisa berdaya,” ucapnya.

Penguatan Pengawasan

Aceng Malki pun meminta program MBG sebaiknya diperketat pengawasannya. Berdasarkan hasil kunjungan lapangan menunjukkan masih lemahnya pengawasan terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) serta kurangnya profesionalitas tenaga pengelola. Banyak SPPG yang tidak berkoordinasi dengan puskesmas atau pemerintah setempat.

“SPPG ada yang tidak diketahui oleh perangkat daerah di wilayahnya. Ini harus dievaluasi dari sisi pengawasan,” pintanya.

Selain itu, banyak tenaga dapur yang tidak memiliki kompetensi memasak dalam skala besar sehingga berdampak pada kualitas makanan. Banyak juga ditemukan pelanggaran terhadap kebijakan penyediaan menu bergizi seperti ketiadaan susu dan buah-buahan di sejumlah sekolah penerima.

Kondisi Dapur MBG Saat Ini

Selanjutnya Aceng menyoroti dari 2.131 dapur penyedia MBG, hanya 17 yang memiliki Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Menurutnya kondisi ini menunjukkan lemahnya sistem seleksi dapur yang masih didominasi faktor koneksi.

Terkait usulan agar dana MBG disalurkan langsung kepada orang tua, ia menyatakan tidak setuju. Menurutnya, penyaluran dana sebaiknya tetap dilakukan melalui lembaga pendidikan atau sekolah agar pengelolaan gizi dan makanan tetap terkontrol.

Langkah-Langkah yang Perlu Dilakukan

Untuk meningkatkan kualitas dan keamanan MBG, beberapa langkah penting perlu dilakukan:

  • Peningkatan Pengawasan: Memastikan bahwa semua SPPG memiliki koordinasi dengan puskesmas dan pemerintah setempat.
  • Pelatihan Tenaga Pengelola: Memberikan pelatihan kepada tenaga dapur agar memiliki kompetensi memasak dalam skala besar.
  • Peningkatan Kualitas Menu: Memastikan bahwa semua sekolah penerima MBG menyediakan menu bergizi seperti susu dan buah-buahan.
  • Penguatan Sistem Seleksi: Memastikan bahwa sistem seleksi dapur MBG lebih transparan dan tidak didominasi faktor koneksi.
  • Koordinasi antar Instansi: Memastikan adanya koordinasi antara dinas kesehatan dan dinas pendidikan dalam pengawasan MBG.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan MBG dapat lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan gizi siswa dan menjaga kesehatan serta keselamatan makanan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *