Wali Siswa Keluhkan Pembayaran Rp 1,2 Juta di SDN Dabasah 1, DPRD Bondowoso Turun Tangan

PARLEMENTARIA.ID – Pengeluaran biaya alat kebutuhan sekolah hingga mencapai Rp 1,2 juta di SDN Dabasah 1 Bondowoso menjadi perhatian dan keluhan dari para orang tua siswa.

Anggota Komisi IV DPRD Bondowoso, Jawa Timur, melakukan pemeriksaan tiba-tiba ke SD Negeri Dabasah 1, pada hari Rabu (30/7/2025).

Pemeriksaan dilakukan setelah legislatif menerima keluhan dari beberapa orang tua siswa SDN Dabasah 1 mengenai adanya biaya yang harus dibayarkan hingga mencapai Rp 1,2 juta.

Data dikumpulkan, penarikan dana sebesar Rp 1,2 juta dari orang tua siswa baru tersebut digunakan antara lain untuk pembelian buku teks dan buku kerja siswa.

Selanjutnya, rinciannya adalah pembelian buku kotak bersampul sebanyak 11 pcs dengan total harga Rp 55.000; buku gambar seharga Rp 8.000; ikat pinggang Rp 25.000; dasi Rp 20.000; topi Rp 25.000; buku paket tiga item senilai Rp 471.000; buku LKS 7 item seharga Rp 126.000, serta beberapa seragam dan barang lainnya.

Anggota Komisi IV DPRD Bondowoso, A Mansur menyampaikan bahwa pendidikan dasar bagi warga negara merupakan mandat dari Undang-undang.

Apalagi telah ada keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) mengenai pendidikan dasar yang gratis.

Sementara dari keluhan orang tua siswa ini, terdapat biaya yang besarnya mencapai Rp 1,2 juta.

Setelah diperiksa, ternyata untuk pembelian buku, pakaian, ikat pinggang, dan barang lainnya.

“Tidak wajar. Sekolah meminta hal itu berdasarkan apa, tidak ada yang bisa menjawab, itu salah dan tidak boleh,” katanya.

Bahkan menurut Mansur, setelah pihak sekolah ditanya mengenai penentuan besaran pembayaran tersebut, ternyata tidak ada dasar yang jelas.

Terlebih lagi, dia melanjutkan, barang seperti kaus kaki, buku kotak, dan beberapa benda lainnya dapat dibeli sendiri oleh orang tua siswa tanpa perlu diatur oleh sekolah.

Ia juga menegaskan, buku tersebut seharusnya telah ditanggung oleh dana BOS, sehingga siswa tidak perlu membeli buku sendiri.

Sementara barang yang diterima oleh siswa, bila dihitung harganya tidak mencapai Rp 1,2 juta.

Mansur meminta agar dihitung kembali, dan hal yang biasanya ditanggung oleh BOS seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.

“Sebagai contoh, jika nilai barang yang harus dibayar sebesar Rp 500 ribu, maka sisa sebesar Rp 700 ribu harus dikembalikan kepada orang tua siswa,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa hal ini melalui paguyuban tetap tidak diperbolehkan. Oleh karenanya, politisi PKB Bondowoso tersebut mengajukan permintaan agar paguyuban dibubarkan.

“Paguyuban tidak memiliki dasar. Jika komite sekolah masih memiliki dasar. Saya meminta kepada seluruh sekolah yang memiliki paguyuban untuk membubarkannya,” katanya.

Ditambahkan oleh anggota Komisi IV DPRD Bondowoso, Abd Majid mengatakan, bahwa iuran ini tidak didasarkan pada aturan. Apalagi untuk membiayai kebutuhan yang tidak wajar.

Ia juga meminta agar sekolah menggunakan dana BOS sesuai dengan tujuannya, seperti yang diatur dalam Permendiknas Nomor 8 Tahun 2025.

Jika iuran tersebut berdasarkan rekomendasi dari paguyuban, politisi Gerindra itu menegaskan bahwa paguyuban tidak memiliki aturannya sendiri.

Ia juga menyoroti kegiatan paguyuban di sekolah yang sebenarnya tidak relevan, tetapi akhirnya dianggap penting.

“Contohnya kegiatan bulan Agustus, kita harus ikut? Tidak harus. Ada karnaval dan sebagainya, itu tidak wajib, karena ada paguyuban jadi harus. Disetujui semua, tapi menjadi persetujuan yang salah,” tegasnya.

SDN Dabasah 1 Sangkal Biaya Tambahan

Sementara Kepala Sekolah SDN Dabasah 1, Slamet Riyadi mengakui bahwa jumlah Rp 1,2 juta digunakan untuk buku, seragam, dan beberapa barang lainnya. Namun ia menyangkal adanya biaya tambahan untuk les dan study tour.

Ketika ditanya mengenai anggaran buku yang dialokasikan dari dana BOS, Slamet mengonfirmasi bahwa 20 persen dana BOS digunakan untuk pembelian buku.

Ia berargumen bahwa perencanaan untuk BOS belum didokumentasikan. “Itu bisa dimasukkan di sana,” tambahnya.

Ia juga mengakui telah menerima perhatian dari DPRD Bondowoso, agar kebutuhan yang dapat dialokasikan dari BOS tidak diberatkan kepada orang tua siswa, khususnya buku.

“Untuk kebaikan bersama,” pungkasnya. ***