Kategori
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Kampung Pancasila: Inovasi Edukasi Kebangsaan di Akar Rumput

Menghidupkan Nilai-Nilai Pancasila Lewat Aksi Nyata di Lingkungan Warga

Di tengah derasnya arus globalisasi dan polarisasi sosial, nilai-nilai kebangsaan semakin penting untuk diperkuat. Salah satu inovasi yang lahir dari kebutuhan tersebut adalah program Kampung Pancasila, sebuah inisiatif berbasis komunitas yang bertujuan untuk membumikan kembali semangat Pancasila dalam kehidupan sehari-hari warga.

Program ini bukan sekadar simbolis. Di beberapa kota, termasuk Surabaya, implementasi Kampung Pancasila dikembangkan melalui sinergi antara pemerintah kota, TNI/Polri, dan masyarakat sipil. Di sinilah peran DPRD sebagai pengawas dan representasi rakyat diuji: apakah mampu memastikan program ini berjalan sesuai tujuannya?

Apa Itu Kampung Pancasila?

Kampung Pancasila adalah konsep kawasan pemukiman yang dijadikan sebagai ruang edukasi dan pembinaan nilai-nilai kebangsaan. Di dalamnya, warga diajak untuk memahami dan mengamalkan lima sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Mulai dari gotong royong, toleransi antar umat beragama, hingga penghormatan terhadap hukum dan perbedaan. Program ini bukan hanya menyasar aspek fisik kampung, tapi juga membangun kultur sosial yang berpijak pada nilai-nilai luhur bangsa.

Tujuan Utama Kampung Pancasila

  1. Menguatkan rasa nasionalisme di tingkat komunitas

  2. Menekan potensi konflik sosial berbasis SARA

  3. Menanamkan sikap toleransi dan gotong royong

  4. Meningkatkan kesadaran hukum dan kebhinekaan

  5. Menjadikan kampung sebagai laboratorium sosial Pancasila

Implementasi di Surabaya

Di Kota Surabaya, pemerintah melalui dukungan TNI, organisasi masyarakat, serta DPRD, telah mendorong lahirnya beberapa titik Kampung Pancasila. Contohnya di kawasan Tambaksari, Dukuh Pakis, dan Gayungan. Setiap wilayah memiliki keunikan tersendiri dalam mengembangkan program ini.

Kegiatan yang dilakukan meliputi:

  • Dialog antar umat beragama

  • Pelatihan kewarganegaraan untuk pemuda

  • Aksi bersih lingkungan

  • Pemberdayaan UMKM berbasis Pancasila

  • Lomba mural bertema kebhinekaan

Peran DPRD dalam Pengawasan Program

Sebagai wakil rakyat, DPRD memiliki tanggung jawab dalam melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap jalannya Kampung Pancasila. DPRD Kota Surabaya, misalnya, menyoroti pentingnya program ini tidak berhenti pada seremoni belaka.

Tantangan di Lapangan

Meski konsepnya baik, pelaksanaan Kampung Pancasila tidak tanpa hambatan. Beberapa tantangan yang kerap muncul antara lain:

  • Kurangnya anggaran dan pendampingan berkelanjutan

  • Ketimpangan pemahaman antar warga

  • Minimnya pelibatan pemuda secara aktif

  • Potensi politisasi program di tahun-tahun politik

Oleh karena itu, sinergi antara eksekutif, legislatif, dan masyarakat menjadi kunci utama keberhasilan program ini.

Refleksi: Membangun Bangsa dari Kampung

Pancasila bukan milik elit, tapi milik seluruh rakyat. Menghidupkan Pancasila harus dimulai dari lingkungan paling dasar—kampung. Di tempat inilah interaksi sosial paling kuat terjadi. Kampung Pancasila menjadi laboratorium kecil bagaimana bangsa ini bisa berdiri kokoh di atas perbedaan.

Sebagai warga negara, kita tidak hanya berkewajiban menghafal sila-sila Pancasila, tapi juga menghidupkannya: di rumah, di lingkungan, dan dalam cara kita memperlakukan sesama.

Salah satu kekuatan utama dari Kampung Pancasila adalah dukungan aktif dari TNI, khususnya Babinsa (Bintara Pembina Desa). Mereka menjadi ujung tombak pembinaan masyarakat, tidak hanya dalam aspek keamanan, tetapi juga dalam penguatan nilai-nilai ideologis bangsa.

Babinsa hadir sebagai pendamping sosial, memfasilitasi diskusi kebangsaan, membantu menyelesaikan konflik antarwarga, dan mendorong kolaborasi antarumat beragama. Kolaborasi ini memperlihatkan bahwa pembangunan ideologi bukan hanya tugas negara, melainkan tanggung jawab semua elemen.

Menyentuh Generasi Muda: Tantangan dan Harapan

Salah satu PR besar dari program Kampung Pancasila adalah menjangkau generasi muda. Di era digital dan keterbukaan informasi, banyak anak muda lebih akrab dengan budaya luar ketimbang nilai-nilai dasar kebangsaan. Ini bukan salah mereka, tetapi sinyal bahwa pendekatan edukatif kita perlu diperbarui.

Beberapa komunitas lokal telah mencoba pendekatan kreatif untuk menghidupkan nilai Pancasila di kalangan pemuda, seperti:

  • Workshop mural dan desain grafis bertema kebhinekaan

  • Turnamen e-sport yang disisipi edukasi wawasan kebangsaan

  • Pelatihan konten kreator lokal bertema toleransi

  • Podcast warga dengan narasumber tokoh lintas agama

Cara-cara ini membuka ruang baru bahwa nasionalisme bisa dikemas dengan gaya kekinian tanpa kehilangan makna. Wajah Pancasila tidak harus kaku — ia bisa cair, santai, dan akrab dengan bahasa generasi Z.

Partisipasi Warga: Kunci Keberhasilan yang Sering Terlupakan

Tidak ada program berbasis komunitas yang bisa berhasil tanpa partisipasi aktif warga. Sayangnya, di beberapa lokasi, Kampung Pancasila hanya dijalankan oleh elite RT/RW atau tokoh tertentu tanpa keterlibatan menyeluruh.

Kampung Pancasila yang ideal seharusnya:

  • Memberi ruang aspirasi untuk warga lintas kelompok usia

  • Melibatkan ibu rumah tangga, pemuda, lansia, dan kelompok rentan

  • Menyediakan forum musyawarah terbuka dan transparan

  • Menjadikan warga sebagai pelaku utama, bukan hanya objek

Keterlibatan warga juga menciptakan rasa memiliki. Kampung bukan sekadar nama, tapi ruang hidup yang tumbuh dari bawah.

Perlu Regulasi dan Anggaran yang Jelas

Salah satu kritik utama yang disampaikan anggota legislatif adalah soal keterbatasan anggaran dan tidak adanya dasar hukum yang kuat dalam pelaksanaan Kampung Pancasila. Saat ini, banyak kegiatan berjalan secara ad-hoc dan bergantung pada inisiatif lokal.

DPRD Surabaya, misalnya, mulai mendorong pembentukan Peraturan Daerah (Perda) atau minimal Perwali yang mengatur keberlanjutan program ini. Regulasi diperlukan agar:

  • Anggaran bisa dialokasikan secara rutin dan berkelanjutan

  • Program tidak bergantung pada pergantian kepemimpinan

  • Evaluasi dan pelaporan bisa dilakukan secara sistematis

  • Ada indikator keberhasilan yang jelas dan terukur

Studi Kasus: Kampung Pancasila

Sebagai contoh, kampung Pancasila telah menjalankan berbagai kegiatan yang menarik perhatian banyak pihak. Warga setempat menginisiasi pojok baca keliling, lomba masak antar agama, hingga diskusi bedah film tentang kebangsaan.

Keberhasilan ini lahir dari komunikasi aktif antarwarga dan dukungan dari kelurahan serta DPRD dapil setempat.

Yang menarik, mereka juga menggunakan platform media sosial kampung sebagai sarana dokumentasi dan edukasi publik. Kontennya berupa cuplikan kegiatan, video testimoni warga, dan kutipan inspiratif dari sila-sila Pancasila.

Apa Kata Warga?

Maria (45), warga RW 07 Tegalsari: “Dulu warga sini jarang kumpul. Sejak ada Kampung Pancasila, jadi sering kerja bakti dan kumpul bareng antar umat. Anak-anak juga jadi tahu tentang Pancasila, nggak cuma hafalan.”

Bintang (19), pelajar SMK:
“Saya dulu cuek kalau ada kegiatan kampung. Tapi waktu ada lomba vlog toleransi, saya ikut. Sekarang jadi sering bantu bikin konten buat kampung.”

Pernyataan-pernyataan ini menggambarkan bahwa keterlibatan aktif membuka kesadaran baru di tingkat akar rumput — sebuah hal yang tidak bisa dicapai hanya dengan seminar atau iklan formal.

Rekomendasi untuk Masa Depan Kampung Pancasila

Agar program ini benar-benar menjadi tonggak pembangunan ideologi bangsa, berikut beberapa rekomendasi konkret:

  1. Buat payung hukum tetap (Perda atau Perwali) untuk menjamin keberlanjutan

  2. Alokasikan anggaran khusus di APBD untuk kegiatan edukatif dan pelibatan warga

  3. Libatkan tokoh muda dan digital influencer lokal

  4. Bangun sistem pelaporan dan evaluasi transparan

  5. Gandeng sekolah, kampus, dan komunitas kreatif untuk mendesain konten kekinian

Penutup: Pancasila Tak Pernah Usang

Dalam dunia yang semakin individualistis dan kompetitif, Pancasila adalah perekat sosial yang tidak boleh diabaikan. Kampung Pancasila menawarkan cara baru untuk menghidupkan kembali nilai kebangsaan dengan pendekatan partisipatif, lokal, dan membumi.

Bukan dengan indoktrinasi, tapi dengan dialog.
Bukan dengan perintah, tapi dengan keteladanan.
Dan bukan hanya slogan, tapi aksi nyata di antara warga.

Di masa depan, semoga setiap kampung bukan hanya tempat tinggal, tapi juga ruang hidup ideologi bangsa yang menjunjung toleransi, persatuan, dan keadilan sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *