PARLEMENTARIA.ID –
Janji di Atas Kertas vs. Kinerja di Lapangan: Mengurai Ketimpangan Harapan Rakyat dan Realitas DPR
Pesta demokrasi selalu menjadi momen yang memukau. Di setiap sudut kota dan desa, bendera partai berkibar, poster-poster calon legislatif terpampang dengan senyum optimistis, dan orasi-orasi politik mengalir deras, merangkai janji-janji manis tentang masa depan yang lebih baik. Rakyat mendengarkan, mencerna, dan menaruh harapan besar pada mereka yang berjanji membawa perubahan. Namun, seiring berjalannya waktu, seringkali kita dihadapkan pada sebuah realitas yang getir: jurang lebar antara janji-janji politik yang menggebu dan kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di lapangan.
Fenomena ini bukan sekadar keluhan sesaat, melainkan sebuah dinamika kompleks yang berulang di setiap periode pemerintahan, mengikis kepercayaan publik dan menghambat kemajuan bangsa. Mari kita bedah lebih dalam ketimpangan ini, mengapa ia terjadi, dan bagaimana dampaknya bagi kita semua.
Megahnya Janji Politik: Penarik Hati Rakyat
Pada masa kampanye, panggung politik menjadi arena pertunjukan harapan. Para calon anggota DPR dengan sigap menawarkan visi dan misi yang seringkali terdengar ideal: "menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya," "memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya," "meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan," "memperjuangkan hak-hak rakyat kecil," hingga "memastikan pemerataan pembangunan." Janji-janji ini bukan sekadar retorika kosong bagi sebagian besar masyarakat; ia adalah cerminan dari kebutuhan, aspirasi, dan mimpi akan kehidupan yang lebih layak.
Para calon berusaha keras meyakinkan pemilih bahwa mereka adalah agen perubahan, perpanjangan tangan rakyat di Senayan, yang akan berjuang tanpa lelah demi kepentingan bersama. Dengan kata-kata yang memikat, mereka berhasil membangkitkan asa, membentuk ekspektasi yang tinggi, dan meraih dukungan. Proses ini, sejatinya, adalah jantung demokrasi: rakyat memilih wakilnya berdasarkan keyakinan pada janji-janji yang mereka tawarkan.
Realitas di Lapangan: Sorotan Terhadap Kinerja DPR
Setelah janji-janji itu mengantar mereka ke kursi parlemen, sorotan publik beralih pada kinerja. DPR memiliki tiga fungsi utama yang sangat krusial: legislasi (membentuk undang-undang), anggaran (menetapkan APBN), dan pengawasan (mengawasi jalannya pemerintahan). Idealnya, ketiga fungsi ini dijalankan secara optimal untuk mewujudkan janji-janji yang pernah diucapkan. Namun, seringkali realitasnya jauh panggang dari api.
1. Fungsi Legislasi: Mandek dan Kontroversial
Banyak RUU penting yang mangkrak bertahun-tahun tanpa kejelasan, sementara RUU lain yang berpotensi menimbulkan kontroversi justru digodok dengan sangat cepat, bahkan terkesan terburu-buru. Proses pembahasan RUU seringkali tertutup, minim partisipasi publik, dan diwarnai tarik-ulur kepentingan yang tidak selalu sejalan dengan kepentingan rakyat. Alih-alih menghasilkan produk hukum yang kuat dan berpihak pada keadilan, kadang kala UU yang dihasilkan justru memicu kritik tajam dan demonstrasi.
2. Fungsi Anggaran: Pemborosan dan Salah Sasaran
Dalam penetapan APBN, DPR seharusnya memastikan alokasi dana negara efisien, transparan, dan tepat sasaran untuk program-program yang benar-benar dibutuhkan rakyat. Namun, publik seringkali mencium adanya indikasi pemborosan anggaran, proyek-proyek mercusuar yang kurang prioritas, atau bahkan "anggaran siluman" yang tidak jelas peruntukannya. Kurangnya pengawasan yang ketat dalam proses ini dapat membuka celah korupsi dan inefisiensi yang merugikan keuangan negara.
3. Fungsi Pengawasan: Taring yang Tumpul
Sebagai penyeimbang kekuasaan eksekutif, fungsi pengawasan DPR adalah garda terdepan dalam memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor hukum dan kepentingan rakyat. Namun, seringkali taring pengawasan DPR terasa tumpul. Sidang-sidang dengar pendapat terkadang hanya menjadi formalitas, rekomendasi-rekomendasi tidak ditindaklanjuti, dan kasus-kasus pelanggaran justru baru direspons setelah viral di media sosial. Terlebih, adanya koalisi politik yang kuat antara legislatif dan eksekutif seringkali membuat fungsi pengawasan menjadi bias dan tidak objektif.
Di luar tiga fungsi inti, isu-isu seperti tingkat kehadiran anggota DPR yang rendah, fasilitas mewah yang terkesan boros, hingga berbagai skandal korupsi yang melibatkan anggota dewan, semakin memperburuk citra dan kredibilitas lembaga perwakilan rakyat ini di mata masyarakat.
Mengapa Kesenjangan Ini Terjadi? Akar Masalahnya
Ada beberapa faktor kompleks yang menjadi akar dari ketimpangan antara janji dan kinerja DPR:
- Sistem Politik yang Rentan: Politik transaksional, mahalnya biaya politik, dan kebutuhan untuk mempertahankan kekuasaan seringkali mendorong anggota dewan untuk lebih memprioritaskan kepentingan partai atau kelompok tertentu, alih-alih kepentingan konstituen.
- Kualitas dan Integritas Individu: Tidak semua anggota dewan memiliki kapasitas, kompetensi, atau integritas yang memadai untuk menjalankan tugasnya secara optimal. Ada yang lebih fokus pada citra diri untuk pemilu berikutnya daripada kerja substantif.
- Lemahnya Mekanisme Akuntabilitas: Mekanisme untuk mengukur kinerja anggota DPR secara objektif dan memberikan sanksi atas ketidakpatuhan atau pelanggaran masih lemah. Rakyat sebagai pemilih juga kesulitan untuk menuntut pertanggungjawaban secara langsung.
- Jarak Antara Senayan dan Realitas: Lingkungan kerja di gedung parlemen seringkali menciptakan semacam "gelembung" yang menjauhkan para wakil rakyat dari realitas dan kesulitan hidup yang dihadapi masyarakat di daerah pemilihan mereka.
- Pengaruh Oligarki dan Kepentingan Bisnis: Tekanan dari kelompok-kelompok kepentingan besar atau oligarki seringkali memengaruhi arah kebijakan dan legislasi, menggeser fokus dari kepentingan publik menjadi kepentingan segelintir elite.
Dampak Terhadap Rakyat: Erosi Kepercayaan dan Apatisme
Ketimpangan ini membawa dampak serius bagi sendi-sendi demokrasi dan kehidupan berbangsa:
- Erosi Kepercayaan: Rakyat merasa dikhianati, janji-janji hanya menjadi alat untuk meraih kekuasaan, bukan komitmen untuk perubahan. Ini adalah racun bagi demokrasi.
- Apatisme Politik: Kekecewaan yang berulang dapat memicu sikap tidak peduli atau apatis terhadap politik. Masyarakat enggan berpartisipasi karena merasa suara mereka tidak akan mengubah apa pun.
- Frustrasi dan Ketidakpuasan: Ketidakpuasan yang menumpuk bisa berujung pada protes sosial, instabilitas, dan bahkan krisis kepercayaan terhadap sistem pemerintahan secara keseluruhan.
- Pembangunan yang Tersendat: Ketika fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan tidak berjalan optimal, program-program pembangunan akan terhambat, kebijakan tidak efektif, dan masalah-masalah krusial rakyat tidak terselesaikan.
Menjembatani Jurang: Sebuah Panggilan Bersama
Untuk menjembatani jurang antara janji dan kinerja DPR, dibutuhkan upaya kolektif dari berbagai pihak.
- Dari DPR Sendiri: Perlu adanya reformasi internal yang serius, peningkatan kapasitas anggota, penegakan kode etik yang ketat, dan transparansi dalam setiap proses kerja. Mekanisme pengukuran kinerja yang jelas dan sanksi tegas bagi pelanggar harus diterapkan.
- Dari Pemerintah: Memastikan sinergi yang konstruktif dengan DPR, bukan sekadar basa-basi, serta menyediakan data dan informasi yang akurat untuk mendukung fungsi pengawasan.
- Dari Rakyat: Jangan apatis! Partisipasi aktif masyarakat, baik melalui pemilu yang cerdas, pengawasan media sosial, maupun organisasi masyarakat sipil, sangat krusial. Tuntutlah janji-janji, kritisi kinerja, dan gunakan hak pilih dengan bijak. Pendidikan politik dan literasi media juga penting agar tidak mudah terbuai janji kosong.
- Dari Media: Terus menjadi pilar keempat demokrasi dengan melakukan peliputan yang independen, investigatif, dan berani mengkritisi kinerja DPR secara objektif.
Membangun demokrasi yang sehat dan DPR yang akuntabel bukanlah tugas satu pihak, melainkan sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen berkelanjutan dari semua elemen bangsa. Janji-janji politik adalah modal awal, namun kinerja nyata di lapangan adalah bukti integritas dan komitmen. Hanya dengan begitu, kepercayaan rakyat dapat pulih dan harapan akan masa depan yang lebih baik bisa benar-benar terwujud.


:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4762591/original/001040900_1709731690-Infografis_SQ_Ragam_Tanggapan_Sidang_DPR_dan_Wacana_Hak_Angket_Pemilu_2024.jpg?w=300&resize=300,178&ssl=1)







