PARLEMENTARIA.ID — Federasi nasionalserikat pekerjadi sektor jasa atau aspek Indonesia, kebijakan terbaru pemerintah mengenai metode perhitungan kenaikan upah minimum dianggap sebagai tanda perubahan arah yang positif, namun belum menjadi prioritas utama dalam reformasi sistem pengupahan.
Ketua DPP Konfederasi ASPEK Indonesia, Muhamad Rusdi memberikan apresiasi terhadap penentuan kisaran penyesuaian indeks alfa 0,5–0,9 dengan prediksi kenaikan upah minimum sebesar 5,2–7,3%.
Kebijakan ini dianggap memberikan kesempatan perbaikan terhadap sistem penggajian yang selama ini terlalu kaku dan tidak sesuai dengan kondisi nyata para pekerja.
Namun, Rusdi menekankan bahwa perubahan sistem upah tidak boleh berhenti di sini.
“Ini merupakan langkah awal, bukan titik akhir. Perubahan sistem upah perlu dilanjutkan secara konsisten, berani, dan adil,” katanya, Kamis (18/12/2025).
Ia menilai kebijakan tersebut sekaligus menjadi koreksi terhadap praktik masa lalu yang membatasi indeks alfa pada tingkat rendah, yang berdampak pada penurunan kemampuan beli pekerja dan memperkuat politik upah murah. Menurut Rusdi, stabilitas ekonomi tidak boleh lagi dibentuk dengan mengorbankan para pekerja.
Pemenuhan variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara lebih seimbang, termasuk dibukanya kembali ruang upah sektoral, dianggap sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam mendistribusikan beban krisis dengan lebih adil. Rusdi menggambarkan tindakan ini sebagai indikasi seriusnya Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dalam menanggapi aspirasi pekerja secara lebih manusiawi.
Ia menekankan bahwa kebijakan upah bukan hanya masalah teknis, tetapi juga pernyataan politik negara terhadap dukungan terhadap pekerja.
“Gaji merupakan cermin dari sikap pemerintah. Apakah pembangunan dilakukan dengan meletakkan manusia sebagai intinya, atau justru menganggap buruh sebagai variabel efisiensi biaya,” lanjutnya.
Menurut Rusdi, karyawan secara prinsip menekankan bahwa gaji yang layak adalah solusi untuk mengatasi krisis sekaligus dasar pemulihan ekonomi nasional.
Ia menganggap tidak mungkin terjadi pertumbuhan ekonomi yang baik tanpa adanya pekerja yang hidup dengan layak, serta sulit untuk mencapai pemulihan ekonomi yang berkelanjutan jika sebagian besar pekerja hanya diwajibkan bertahan hidup.
Bila upah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang nyata, menurut Rusdi, dampaknya akan langsung terasa dalam melemahnya daya beli pekerja, menurunnya pengeluaran rumah tangga, gangguan pada usaha kecil dan menengah, hingga hilangnya pendorong utama perekonomian nasional.
Sebaliknya, upah yang layak merupakan bentuk investasi sosial dan ekonomi yang mendorong peningkatan pengeluaran dalam negeri, meningkatkan efisiensi tenaga kerja, serta mempertahankan kestabilan masyarakat.
Aspek Indonesia juga menganggap penguatan peran pemerintah daerah dan dewan pengupahan sebagai tindakan penting dalam membangun dialog sosial.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168, ASPEK Indonesia menyatakan bahwa upah minimum harus mencerminkan kebutuhan hidup yang nyata. Oleh karena itu, penentuan upah berikutnya perlu kembali mengacu pada survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diperbaharui secara berkala, objektif, dan terbuka.
“Tanpa KHL yang berjalan, upah minimum yang diakui secara administratif, tetapi tidak mampu menjalankan perannya dalam keadilan sosial,” kata Rusdi.
Ia juga mendorong perubahan struktural dengan membentuk undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan adil. Perubahan ini diharapkan mampu mengakhiri pengupahan murah, memperkuat sistem jaminan sosial, serta meningkatkan kemampuan beli tenaga kerja yang berdampak positif terhadap sektor industri dan UMKM. ***













