Fakta Korupsi Kepala Daerah untuk Mahar Politik

PEMERINTAHAN27 Dilihat

PARLEMENTARIA.ID – Akhir-akhir ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)mencium adanya kepala daerah yang terlibat dalam kasus korupsi di beberapa provinsi, dengan dugaan tindakan korupsi dilakukan demi mahar politik.

Kepala Biro Komunikasi KPK, Budi Prasetyo menyatakan bahwa besarnya biaya yang diperlukan dalam kegiatan politik dapat menjadi celah bagi tindakan korupsi. Hal ini terjadi setelah Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya membayar utang kampanye Pilkada 2025 sebesar Rp5,25 miliar dari uang suap.

Budi mengatakan bahwa biaya yang besar dalam dunia politik membuat seseorang berusaha memperoleh kembali modal yang telah digunakan selama kegiatan politik, terutama dalam kampanye. Salah satu cara untuk itu adalah melakukan tindakan korupsi.

Menurutnya, fakta ini juga memperkuat salah satu hipotesis dalam penelitian tata kelola partai politik yang sedang dilakukan oleh KPK, yaitu besarnya kebutuhan dana partai politik. Seperti untuk memenangkan pemilu, operasional partai, hingga pendanaan berbagai kegiatan seperti kongres atau musyawarah partai.

Ini menunjukkan bahwa tingkatnya masih sangat tinggibiaya politik di Indonesia yang berdampak pada para kepala daerah terpilih yang kemudian menghadapi beban berat untuk membalikkan modal politik tersebut, sayangnya dilakukan dengan cara-cara ilegal, yaitu korupsi,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (14/12/2025).

Selain itu, menurut Budi, laporan keuangan partai politik tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak terbuka, sehingga memberi kesempatan besar bagi pihak-pihak tertentu untuk memperkaya diri sendiri.

“KPK menekankan perlunya standarisasi dan sistem pelaporan keuangan partai politik, agar dapat menghindari adanya aliran dana yang tidak sah,” kata Budi.

Selain itu, kurangnya keterpaduan dalam proses perekrutan kader juga menyebabkan munculnya mahar politik, tingginya jumlah kader yang sering berpindah-pindah antar partai politik, serta kaderisasi yang hanya didasarkan pada kekayaan dan popularitas.

Ia menyampaikan bahwa pihaknya melalui Direktorat Monitoring masih menyelesaikan kajian ini, dan hasil kajian tersebut akan disampaikan sebagai rekomendasi perbaikan bagi pemangku kepentingan dalam rangka mencegah korupsi.

Dalam perkara ini, Ardito meminta Riki, anggota DPRD Lampung Tengah, agar mendukung vendor dalam mengelola proyek Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) melalui sistem penunjukan langsung di e-katalog.

Pengkondisian terjadi setelah Ardito dilantik menjadi Bupati. Ia telah menentukan vendor yang mengelola proyek PBJ tersebut, yaitu perusahaan milik keluarga atau tim kampanyenya saat bertarung dalam Pilkada 2024.

Berdasarkan pengaturan tersebut, dia memperoleh komisi sebesar Rp5,25 miliar. Selain itu, dalam proyek pembelian alat kesehatan di Dinas Kesehatan setempat, dia juga menerima komisi sebesar Rp500 juta dari Direktur PT Elkaka Mandiri (PT EM) karena telah membantu perusahaan tersebut meraih tiga paket pembelian alat kesehatan di Dinkes dengan total nilai proyek sebesar Rp3,15 miliar. Sehingga jumlah uang yang diterima Ardito mencapai Rp5,75 miliar.

Kasus Dugaan Korupsi Bupati Sudewo

KPK saat ini sedang menyelidiki kemungkinan aliran dana kepada Bupati Pati, Sudewo, terkait kasus tindak pidana korupsi proyek rel kereta api di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).

Kepala Humas KPK, Budi Prasetyo menyampaikan bahwa para penyidik sedang melakukan penyelidikan terhadap proses pengaturan proyek di DJKA sehingga terjadi pembagian komisi kepada beberapa pihak.

KPK juga mengira bahwa aliran dana tersebut ditujukan kepada pihak-pihak baik di Kementerian Ketenagakerjaan maupun di DPR. Budi menyampaikan hingga saat ini penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi maupun tersangka untuk dimintai keterangan.

“Kemungkinan adanya intervensi yang dilakukan oleh pihak-pihak ini, termasuk dugaan aliran dana, di mana dalam beberapa proyek ini aliran dana yang diduga terkait dengan biaya proyek tertentu mengalir ke sejumlah pihak,” ujar Budi, dikutip Minggu (14/12/2025).

Ia menjelaskan bahwa perkara ini terkait dengan kegiatan penangkapan tangan, dengan lokasi yang tersebar di Sulawesi Selatan, kemudian Jawa Timur, Jawa Tengah memiliki beberapa titik, serta Jawa Barat dan jalur di Sumatra.

Oleh karena itu, dalam kasus di Jawa Tengah, Pati, KPK menginvestigasi siapa saja yang diduga memberikan perintah untuk memengaruhi proyek ini.

“Karena memang ini dari beberapa titik tersebut saling terkait dalam menentukan vendor-vendor yang akan mengelola atau melaksanakan proyek di titik-titik tersebut, nanti kita akan hubungkan tentunya di atasnya seperti itu,” jelas Budi.

Sebelumnya, KPK telah memanggil Sudewo pada hari Rabu (27/8/2025). Ia menyatakan bahwa aliran dana yang diterimanya merupakan penghasilannya selama menjabat sebagai anggota DPR.

“Menyangkut uang, hal ini juga telah ditanyakan dan dijelaskan dalam pemeriksaan sekitar dua tahun yang lalu, bahwa uang tersebut berasal dari pendapatan DPR RI, seluruh rincian tercantum, termasuk pemasukan, pendapatan, serta pengurangan,” katanya kepada wartawan, Rabu (27/8/2025).

Meskipun pernah menyatakan telah mengembalikan dana sebesar Rp720 juta, ia menegaskan bahwa tidak ada pengembalian uang yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dituduhkan kepadanya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *