PARLEMENTARIA.ID – Di tengah tekanan fiskal akibat menurunnya dana transfer dari pemerintah pusat, Pemerintah Kota Surabaya dituntut memaksimalkan seluruh potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun hingga akhir tahun anggaran 2025, sektor pariwisata yang diharapkan menjadi salah satu penopang PAD justru dinilai belum menunjukkan kinerja signifikan.
Sorotan tajam datang dari Anggota DPRD Surabaya dari Fraksi Gerindra, Yona Bagus Widyatmoko, menilai pengelolaan aset wisata milik Pemkot Surabaya masih berjalan stagnan dan belum mampu menjawab tantangan fiskal daerah
“Di tengah kondisi fiskal yang ketat, kita tidak bisa lagi mengelola wisata dengan cara rutin dan apa adanya. Kalau asetnya besar tapi kontribusinya kecil, ini berarti ada yang salah dalam pengelolaannya,” tegas Yona pada Rabu (17/12/2025).
Kritik paling tajam diarahkan pada Kebun Binatang Surabaya (KBS). Sebagai ikon wisata sekaligus aset strategis daerah, KBS hingga kini belum memiliki direktur utama definitif.
Menurut Yona, kekosongan kepemimpinan ini mencerminkan lemahnya keseriusan Pemkot dalam mengoptimalkan aset unggulan.
“Tanpa dirut definitif, KBS sulit punya arah pengembangan yang jelas. Padahal ini aset besar yang seharusnya bisa menopang PAD, bukan sekadar menyerap anggaran operasional,” ujar politisi yang akrab disapa Cak Yebe ini.
Ia menilai, selama kepemimpinan tidak segera dibenahi, KBS hanya akan berjalan secara normatif.
Di sisi lain, biaya operasional terus ditanggung APBD, sehingga berisiko menjadikan KBS sebagai beban fiskal jangka panjang.
Persoalan serupa juga terlihat pada pengelolaan destinasi baru, seperti wisata offroad Tahura Pakal. Meski diklaim sebagai inovasi, Yona menilai pengelolaannya masih kaku dan terlalu birokratis. Sistem pendaftaran daring yang wajib dinilai tidak mencerminkan karakter industri pariwisata yang menuntut fleksibilitas.
“Kalau wisata saja diperlakukan seperti urusan administrasi, jangan heran kalau minat pengunjung rendah. Ini menunjukkan orientasi pengelolaan masih pada prosedur, bukan pada kenyamanan dan kebutuhan pasar,” kata Yona yang juga menjabat Ketua Komisi A DPRD Surabaya.
Tak hanya itu, kawasan Kota Tua Surabaya yang digadang sebagai destinasi unggulan wisata sejarah juga dinilai belum siap bersaing.
Masalah penataan kawasan dan gangguan terhadap kenyamanan pengunjung membuat potensi besar kawasan tersebut belum tergarap optimal.
“Wisata sejarah itu soal pengalaman. Kalau pengunjung belum merasa aman dan nyaman, maka sebesar apa pun potensinya tidak akan berdampak pada peningkatan kunjungan,” ujarnya.
Sebagai Bendahara Fraksi Gerindra DPRD Surabaya, Yona menegaskan bahwa seluruh persoalan tersebut harus dilihat dalam kerangka tantangan fiskal daerah. Dengan berkurangnya dana transfer pusat, tidak ada lagi ruang bagi pengelolaan aset yang tidak produktif.
“APBD sekarang ini harus benar-benar efektif. Wisata tidak boleh hanya menjadi pos belanja rutin. Harus ada hasil yang terukur, kontribusi PAD yang jelas, dan pengelolaan yang profesional. Kalau tidak, kita hanya memelihara aset tanpa manfaat maksimal bagi daerah,” pungkasnya.(sms)













