PARLEMENTARIA.ID – Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) masih menunggu respons dari PT Bintang Sakti Lenggana (BSL) terkait rencana Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang bertujuan untuk mengklarifikasi dugaan pembabatan hutan di wilayah setempat. RDP ini menjadi langkah penting bagi pihak legislatif dalam memastikan transparansi dan kejelasan terkait aktivitas perusahaan tersebut.
Proses RDP yang Belum Selesai
Menurut Ketua Komisi I DPRD Kotim, Angga Aditya Nugraha, hingga saat ini belum ada tindakan konkret dari PT BSL untuk menjadwalkan ulang RDP. Ia menekankan bahwa mekanisme RDP harus melibatkan kedua belah pihak, yaitu DPRD dan perusahaan. Namun, sampai sekarang, tidak ada kepastian dari pihak perusahaan tentang kesiapan mereka untuk hadir.
“Kita masih berupaya mengundang kembali PT BSL. Jika mereka tetap tidak hadir, kami akan mengambil langkah-langkah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki,” ujar Angga.
Alasan Penundaan RDP
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kotim Eddy Mashami menyampaikan bahwa penundaan RDP yang digelar pada Senin, 8 Desember 2025, terjadi karena ketidakhadiran pihak perusahaan. Menurut Eddy, alasan yang diberikan oleh PT BSL adalah kesibukan internal seperti tutup buku 2025 dan penyusunan agenda 2026. Meskipun alasan ini dinilai tidak dapat diterima oleh seluruh anggota, RDP akhirnya dijadwalkan ulang.
“Kita tidak bisa langsung menghakimi apakah perusahaan salah atau tidak, karena belum mendengar penjelasan mereka secara langsung,” tambah Eddy.
Persyaratan Ke Hadiran Pimpinan Perusahaan
Eddy menegaskan bahwa pada RDP berikutnya, PT BSL wajib menghadirkan pimpinan yang memiliki kewenangan mengambil keputusan, bukan sekadar staf. Menurutnya, kehadiran pimpinan perusahaan menjadi kunci agar persoalan dapat diselesaikan secara jelas dan bertanggung jawab.
“Harapan kami, yang hadir nanti pimpinan yang benar-benar berwenang, bukan staf yang hanya menyampaikan laporan ke atasan,” tegas Eddy.
Kekhawatiran Terhadap Dampak Lingkungan
Komisi I DPRD Kotim juga menaruh perhatian serius terhadap dampak lingkungan dari aktivitas pembukaan lahan PT BSL. Hal ini muncul setelah beredarnya video pembabatan pohon-pohon besar di Antang Kalang. Kekhawatiran terhadap potensi banjir bandang dan longsor menjadi alasan utama DPRD mendesak kejelasan dari perusahaan.
“Kalau sampai tiga kali diundang tetap tidak hadir, ini sudah berbahaya. Aktivitas di lapangan terus berjalan, sementara kami belum bisa mengambil keputusan,” kata Eddy.
Tanggung Jawab dan Kewenangan DPRD
DPRD Kotim menegaskan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan langsung untuk mencabut izin, namun dapat mendorong pemerintah daerah mengambil langkah tegas demi menjaga kelestarian lingkungan dan merespons keresahan masyarakat. ***












