PARLEMENTARIA.ID – Masalah kemiskinan ekstrem yang membelit warga di kawasan hutan dan perkebunan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kabupaten Jember memerlukan solusi luar biasa.
Anggota DPRD Jember Mochammad Hafidi menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember, Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani), PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN, dam pemerintah pusat perlu berkolaborasi untuk memutus rantai kemiskinan di wilayah administratif khusus tersebut.
Dalam konteks itu, Hafidi mendorong Bupati Jember segera membangun komunikasi intensif dengan BUMN terkait guna mengajukan terobosan kebijakan kepada pemerintah pusat.
“Sekarang bagaimana bupati melakukan pendekatan atau memanggil PTPN dan Perhutani supaya diajukan kepada pemerintah pusat untuk mengatasi kemiskinan ekstrem ini,” katanya dalam melansir PARLEMENTARIA.ID, Jumat (19/12/2025).
Berdasarkan data Pemkab Jember, jumlah warga miskin di Jember saat ini sebanyak 222.254 jiwa atau 54.284 kepala keluarga (KK).
Sementara itu, warga yang tergolong miskin ekstrem atau masuk dalam Desil 1 Kementerian Sosial (Kemensos) tercatat banyak tinggal di kawasan lahan BUMN.
Di wilayah perkebunan, jumlahnya mencapai 22.043 jiwa atau 5.325 kepala keluarga (KK). Adapun di kawasan Perum Perhutani, tercatat sebanyak 83.829 jiwa atau 19.886 KK.
Perlu solusi ekstrem
Lebih lanjut, Hafidi menilai diperlukan langkah-langkah untuk membantu perekonomian warga miskin ekstrem di lahan BUMN. Salah satu solusi jangka pendek yang dapat ditempuh adalah memberikan keleluasaan kepada warga untuk mengelola lahan.
Ia mengusulkan agar dalam jangka waktu tertentu, warga yang mengelola lahan Perhutani dibebaskan dari kewajiban setoran bagi hasil. Dengan demikian, seluruh hasil pengelolaan lahan dapat dimanfaatkan langsung oleh warga.
“Untuk menyelamatkan ekonomi masyarakat, BUMN bisa membolehkan warga tidak menyetor hasil kepada Perhutani selama satu tahun. Saya kira itu langkah ekstrem yang bisa menyelamatkan ekonomi dan lingkungan masyarakat,” ujar Hafidi.
Sementara itu, warga yang tinggal di sekitar lahan PTPN, lanjut Hafidi, dapat diberi akses memanfaatkan lahan yang tidak digunakan untuk aktivitas perkebunan. Langkah ini dinilai dapat membuka peluang penghasilan tambahan di luar pekerjaan sebagai buruh borongan.
“PTPN tinggal memetakan wilayah mana yang kosong dan bisa dimanfaatkan. Semacam pekerjaan paruh waktu, karena tidak mungkin PTPN membayar masyarakat setara upah minimum regional (UMR),” katanya.
Selain itu, Hafidi menilai pengentasan kemiskinan ekstrem di lahan BUMN juga dapat dilakukan melalui pemberian bantuan modal usaha.
Dia mencontohkan, bantuan ternak seperti sapi dan kambing berpotensi meningkatkan perekonomian warga, mengingat ketersediaan pakan yang melimpah di kawasan hutan dan perkebunan.
“PTPN bisa memberikan bantuan kambing atau sapi kepada masyarakat yang hidupnya miskin ekstrem dengan memanfaatkan lahan rumput di wilayahnya yang overload seperti itu,” kata Hafidi.
Potret kehidupan masyarakat
Kondisi di lapangan menunjukkan mendesaknya intervensi untuk menangani kemiskinan ekstrem.
Mengutip PARLEMENTARIA.ID, Jumat (19/12/2025), Buniman (65), buruh harian lepas di PTPN I Regional 5 Kebun Silosanen, Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo, menjadi salah satu potret warga yang hidup dalam keterbatasan.
Buniman tinggal bersama enam anggota keluarganya di tengah lahan Perkebunan Silosanen yang dikelola PTPN I Regional 5. Ia menggantungkan penghasilan dari pekerjaan harian yang tidak menentu, sementara akses terhadap lahan garapan sendiri tidak dimilikinya.
Selain Buniman, terdapat pula Saniman (65) yang tinggal di gubuk sederhana di kawasan lahan Perum Perhutani, Dusun Baban Timur, Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo.
Di gubuk tersebut, Saniman hidup berdua bersama istrinya, Gira (68), yang saat ini menderita stroke.
Sementara itu, Bupati Jember Muhammad Fawait menegaskan tidak ingin terjadi saling lempar tanggung jawab dalam penanganan warga miskin ekstrem yang tinggal di kawasan lahan BUMN.
Bupati yang akrab disapa Gus Fawait itu menyatakan akan berupaya mengentaskan kemiskinan di wilayahnya meski memiliki keterbatasan kewenangan.
“Kami enggak mau saling lempar-lempar. Karena kita ini kalau merasa sebagai bagian dari pemerintah, siapa pun itu, dia pasti akan merasa punya tanggung jawab,” kata Gus Fawait, Senin (1/12/2025). ***










