PARLEMENTARIA.ID – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur (DPRD Jatim), dr. Agung Mulyono, menyatakan dukungan penuh terhadap Surat Edaran (SE) Bersama yang dikeluarkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersama Kapolda Jatim dan Pangdam V/Brawijaya terkait pembatasan penggunaan sound horeg atau sound system berdaya tinggi.
Menurut Agung, kebijakan ini bukan hanya soal menjaga ketertiban umum, tetapi juga melindungi kesehatan pendengaran masyarakat.
“Sebagai dokter, saya sangat mengapresiasi langkah ini. Paparan suara terlalu keras dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen atau Noise-Induced Hearing Loss (NIHL). Ini bukan ancaman sepele,” ujarnya, Senin (11/8/2025).
Batas Kebisingan Sesuai SE Bersama
SE Bersama Nomor 300.1/6902/209.5/2025, SE/1/VIII/2025, dan SE/10/VIII/2025 yang berlaku sejak 6 Agustus 2025 menetapkan aturan ketat terkait tingkat kebisingan:
- Sound system statis (acara kenegaraan, pertunjukan musik, seni budaya di ruang terbuka/tertutup) → batas maksimal 120 dBA.
- Sound system non-statis (karnaval, unjuk rasa) → batas maksimal 85 dBA.
Selain itu, penggunaan pengeras suara harus dihentikan saat melintas di:
- Rumah ibadah saat ibadah berlangsung
- Rumah sakit
- Saat ada ambulans membawa pasien
- Sekolah ketika proses belajar-mengajar
Aturan Tambahan dan Sanksi
Aturan ini juga mengatur kelayakan kendaraan pengangkut sound system, larangan untuk kegiatan yang melanggar norma agama, kesusilaan, maupun hukum, serta kewajiban mengurus izin keramaian. Penyelenggara harus membuat surat pernyataan tanggung jawab atas potensi kerugian materi maupun korban jiwa.
Dampak Medis Paparan Suara Berlebihan
Agung, yang juga Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim, mengingatkan bahwa menurut standar WHO dan Kementerian Kesehatan, paparan suara di atas 85 dBA selama lebih dari 8 jam dapat merusak sel-sel rambut halus di koklea telinga dalam—kerusakan yang bersifat permanen.
“Untuk suara 120 dBA, kerusakan bisa terjadi hanya dalam hitungan menit. Selain gangguan pendengaran, kebisingan ekstrem dapat memicu stres, gangguan tidur, hipertensi, hingga risiko penyakit jantung,” jelasnya.
Politisi asal Dapil Banyuwangi–Bondowoso–Situbondo itu menambahkan, kebiasaan sebagian warga menggunakan sound horeg dengan volume berlebihan tanpa memperhatikan lokasi dan waktu bisa meningkatkan kasus tinnitus (denging telinga) dan hiperakusis (sensitivitas berlebih terhadap suara).
Ajakan untuk Patuh Aturan
Agung mengajak semua pihak untuk mematuhi aturan ini demi terciptanya lingkungan yang tertib, kondusif, dan sehat.
“Kita tidak melarang hiburan atau kegiatan budaya, tetapi mengatur agar tidak menimbulkan dampak negatif secara sosial maupun medis,” tegasnya.
Apresiasi dari DPRD Jatim dan Pemerintah Provinsi
Ketua Fraksi PKB DPRD Jatim, Fauzan Fuadi, juga mengapresiasi langkah cepat Gubernur Khofifah dalam membatasi kebisingan dari sound horeg.
Gubernur Khofifah menegaskan, aturan ini telah disusun secara komprehensif dengan mengacu pada berbagai regulasi, termasuk Permenkes, PermenLH, dan Permenaker.
“Kegiatan dengan pengeras suara tetap diperbolehkan, namun harus sesuai batas yang sudah ditetapkan bersama,” pungkasnya. ***