DPRD DKI Jakarta dan Pemprov DKI Lakukan Rapat Paripurna terhadap Ranperda APBD Perubahan 2025
Rapat paripurna yang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD DKI) DKI Jakarta bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, bertujuan untuk membahas Pemandangan Umum Fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025. Dalam pertemuan tersebut, berbagai isu penting disampaikan oleh fraksi-fraksi di DPRD DKI, termasuk masalah pendapatan daerah hingga program-program yang diusulkan oleh pemerintah.
Penurunan Target PAD Mengundang Kritik dari Fraksi PKS
Salah satu isu utama yang dibahas adalah mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyampaikan kekhawatiran terkait penurunan target PAD yang hanya meningkat sebesar 0,02 persen dari angka awalnya. Menurut mereka, hal ini menunjukkan bahwa upaya pengelolaan potensi penerimaan daerah masih kurang optimal, khususnya dalam hal pajak dan retribusi daerah.
Nabilah Aboe Bakar Alhabsyi, yang membacakan Pemandangan Umum Fraksi PKS, menyoroti penurunan target pajak parkir dari Rp 350 miliar menjadi Rp 300 miliar. Ia menilai bahwa penurunan ini tidak mencerminkan potensi besar dari layanan parkir off-street dan valet yang ada di Jakarta. Selain itu, Fraksi PKS juga mengkritik penurunan signifikan pada target pajak jasa perhotelan, yang turun dari Rp 1,975 triliun menjadi Rp 1,65 triliun.
Program Pelatihan Kerja Dinilai Kurang Sesuai dengan Kebutuhan Pasar
Selain masalah pendapatan, Fraksi PKS juga menyampaikan kritik terhadap program pelatihan kerja yang disiapkan oleh Pemprov DKI. Mereka menilai bahwa pelatihan tersebut belum sesuai dengan prinsip link and match atau kesesuaian antara pelatihan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Nabilah menjelaskan bahwa banyak warga Jakarta yang tetap menganggur setelah mengikuti pelatihan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa program pelatihan kerja masih perlu diperbaiki agar lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan industri dan ekonomi.
Tingkat Pengangguran di Jakarta Menjadi Sorotan
Fraksi Nasdem juga menyampaikan pandangan terkait tingkat pengangguran di Jakarta. Dalam Pemandangan Umum yang dibacakan oleh Imamuddin, Nasdem menilai bahwa penyelenggaraan Job Fair di Jakarta masih bersifat seremonial dan belum memberikan dampak signifikan dalam penyerapan tenaga kerja.
Imamuddin merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta yang menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jakarta pada awal 2025 mencapai 6,18 persen atau sekitar 338 ribu orang. Ini menjadi tantangan besar dalam penyediaan dan peningkatan tenaga kerja lokal.
Solusi yang Diajukan Oleh Fraksi Nasdem
Untuk mengatasi masalah ini, Fraksi Nasdem menyarankan agar Pemprov DKI mengubah pendekatan dalam penyelenggaraan Job Fair. Mereka menyarankan agar Job Fair dilakukan secara berbasis data digital dan sektoral, dengan fokus pada industri yang sedang berkembang seperti ekonomi kreatif, digitalisasi UMKM, kesehatan, dan logistik.
Tanggapan dari Wakil Gubernur DKI
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, memberikan jawaban atas berbagai pemandangan umum yang disampaikan oleh fraksi-fraksi. Terkait PAD, ia menjelaskan bahwa Pemprov DKI telah melakukan perhitungan secara realistis, dengan mempertimbangkan pertumbuhan rasio perpajakan daerah, pertumbuhan ekonomi, serta tingkat inflasi yang memengaruhi target pendapatan pajak daerah.
Sementara itu, untuk mengurangi pengangguran, Pemprov DKI berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam aspek ketenagakerjaan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong pertumbuhan wirausaha dan tenaga kerja mandiri melalui berbagai kegiatan perluasan kesempatan kerja.
Evaluasi Job Fair sebagai Indikator Keberhasilan
Mengenai optimasi Job Fair, Rano Karno menyatakan bahwa keberhasilannya dapat diukur dari peningkatan tingkat penyerapan tenaga kerja selama acara tersebut. Selain itu, hasil evaluasi akan menjadi bahan perbaikan untuk pelaksanaan Job Fair berikutnya.