DPRD Bulungan: Latar Belakang Konflik Agraria di Kampung Baru, Mangkupadi

PARLEMENTARIA.ID – Sengketa lahan antara warga Kampung Baru, Mangkupadi, dengan perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) telah menjadi isu yang memerlukan penanganan serius. Masalah ini tidak hanya berdampak pada kepemilikan tanah, tetapi juga menyangkut keberlanjutan sosial dan ekonomi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup di kawasan tersebut. Warga menyatakan bahwa sebagian besar dari mereka sudah menempati wilayah tersebut jauh sebelum adanya penerbitan izin HGU maupun HGB perusahaan. Beberapa rumah dan area pemakaman umum kini masuk dalam kawasan yang diklaim sebagai lahan milik PT KIPI.

Peninjauan Lapangan oleh DPRD Bulungan

Untuk memastikan duduk persoalan secara menyeluruh, Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Bulungan turun langsung meninjau lokasi sengketa pada akhir pekan lalu. Peninjauan ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab lembaga legislatif mencari kejelasan status lahan dan solusi bagi masyarakat yang terdampak. Rombongan Pansus dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Bulungan, H. Riyanto, dan diikuti sejumlah anggota dewan lintas fraksi. Mereka meninjau sejumlah titik di kawasan Kampung Baru yang dilaporkan tumpang tindih dengan lahan perusahaan.

Aspirasi Warga dan Harapan untuk Solusi Komprehensif

Dalam pertemuan di lapangan, warga yang tergabung dalam Gerakan Kampung Baru Mangkupadi (GKBM) Berjuang menyampaikan berbagai keluhan sekaligus harapan agar DPRD tidak hanya memfokuskan penyelesaian pada kompensasi finansial, tetapi juga mempertimbangkan ruang hidup dan keberlanjutan pemukiman masyarakat. Koordinator GKBM Berjuang, Arman, menuturkan bahwa sebagian besar warga telah menempati kawasan tersebut jauh sebelum adanya penerbitan izin HGU maupun HGB perusahaan. Ia menyebut sekitar 40 rumah dan satu area pemakaman umum kini masuk dalam kawasan yang diklaim sebagai lahan milik PT KIPI.

“Wilayah ini sudah kami tempati bertahun-tahun. Ada rumah, ada makam keluarga, dan bahkan sebagian warga sudah mengantongi sertifikat hak milik sejak tahun 2009. Kami tidak menolak pembangunan, tapi jangan sampai kami kehilangan tempat tinggal,” ungkap Arman. Ia berharap pansus DPRD dapat menjadi jembatan untuk memastikan kepentingan masyarakat terlindungi dalam proses penyelesaian sengketa.

Tanggapan dari DPRD Bulungan

Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua DPRD Bulungan sekaligus Ketua Pansus, H. Riyanto, menegaskan kehadiran DPRD di lokasi merupakan bentuk keseriusan lembaga dalam mencari solusi yang adil dan komprehensif. Ia memastikan seluruh data pendukung, baik dari masyarakat maupun dari instansi terkait, akan dikumpulkan untuk memastikan kejelasan batas wilayah dan dasar hukum kepemilikan. “Kami datang bukan hanya untuk mendengar, tetapi juga memastikan semua data dan dokumen di lapangan benar-benar valid,” ujarnya.

Riyanto menambahkan, hasil penelusuran awal menunjukkan adanya kemungkinan tumpang tindih antara lahan warga dan perusahaan yang perlu diverifikasi ulang. Ia juga menegaskan pentingnya pendekatan humanis dalam menyelesaikan konflik agraria yang bersinggungan langsung dengan kepentingan masyarakat. “Masalah seperti ini tidak bisa diselesaikan hanya di atas meja. Perlu verifikasi faktual, perlu ketelitian, dan yang paling penting adalah keberpihakan pada kepastian hukum dan keadilan masyarakat,” tegasnya.

Langkah Lanjutan dan Harapan Masa Depan

Selain mendata ulang lahan, Pansus DPRD juga berencana mengundang pihak perusahaan dan pemerintah daerah dalam rapat kerja bersama untuk membahas langkah penyelesaian jangka panjang. “Semua pihak akan kami libatkan agar tidak ada yang merasa dirugikan. Kami berharap persoalan ini bisa diselesaikan dengan dialog dan keputusan yang berdampak nyata bagi warga,” lanjut Riyanto. Ia menilai penyelesaian konflik agraria seperti ini menjadi pembelajaran penting dalam tata kelola investasi daerah, agar proses pembangunan tetap berjalan tanpa mengorbankan hak-hak masyarakat.

“Ke depan, kami ingin semua proses perizinan lahan di Bulungan benar-benar transparan, akurat, dan berbasis data agar tidak menimbulkan tumpang tindih seperti ini lagi,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *