PARLEMENTARIA.ID –
DPR Mengawasi, Tapi Seriuskah? Menjelajahi Fungsi Pengawasan Parlemen Indonesia
Dalam sebuah negara demokrasi, peran parlemen tak hanya sebatas membentuk undang-undang dan menetapkan anggaran. Lebih dari itu, parlemen memiliki fungsi krusial yang sering disebut sebagai "mata dan telinga rakyat": fungsi pengawasan. Di Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga yang mengemban amanah ini. Namun, di tengah riuhnya dinamika politik dan seringnya kritik publik, sebuah pertanyaan besar selalu mengemuka: Apakah DPR benar-benar serius menjalankan fungsi pengawasannya?
Pertanyaan ini bukan sekadar retorika. Ini adalah refleksi dari harapan besar masyarakat terhadap wakilnya di Senayan, sekaligus cerminan dari kompleksitas praktik politik yang kadang kala jauh dari ideal. Mari kita bedah lebih dalam.
Fondasi Pengawasan: Apa Seharusnya Dilakukan DPR?
Secara konstitusional, fungsi pengawasan DPR adalah mandat yang jelas. Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan turunannya mengamanatkan DPR untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang, anggaran negara, dan kebijakan pemerintah. Tujuan utamanya adalah memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor hukum, transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
Mekanisme pengawasan DPR cukup beragam dan kuat. Beberapa di antaranya meliputi:
- Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Kerja (Raker): Ini adalah mekanisme paling umum di mana komisi-komisi DPR memanggil menteri atau pejabat terkait untuk dimintai keterangan, klarifikasi, atau pertanggungjawaban mengenai kebijakan atau pelaksanaan program.
- Hak Interpelasi: Hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Hak Angket: Hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
- Hak Menyatakan Pendapat: Hak DPR untuk menyatakan pendapatnya terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air maupun dunia internasional, atau tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.
- Pansus (Panitia Khusus): Dibentuk untuk menangani isu-isu spesifik yang membutuhkan perhatian dan penyelidikan mendalam di luar komisi-komisi reguler.
- Pengawasan Anggaran: Setiap rupiah yang dikeluarkan pemerintah harus melewati persetujuan dan pengawasan DPR, mulai dari perencanaan hingga evaluasi pelaksanaannya.
Melihat daftar ini, jelas bahwa DPR dibekali dengan instrumen yang powerful untuk memastikan akuntabilitas eksekutif. Jika digunakan secara optimal, fungsi pengawasan ini bisa menjadi benteng terakhir bagi kepentingan rakyat.
Ketika Pengawasan Dipertanyakan: Bayangan Keraguan Publik
Namun, realitas politik seringkali tidak seindah teori. Sejumlah faktor seringkali menjadi alasan mengapa publik meragukan keseriusan DPR dalam menjalankan fungsi pengawasannya:
1. Koalisi Gemuk dan Kekuatan Politik:
Di Indonesia, sistem presidensial seringkali diwarnai oleh praktik koalisi partai politik. Ketika partai-partai yang mendominasi kursi di DPR juga merupakan bagian dari koalisi pemerintahan, garis pengawasan menjadi buram. Ada kekhawatiran bahwa loyalitas politik kepada koalisi bisa mengalahkan kewajiban untuk mengawasi secara objektif. Kritik dan pengawasan tajam bisa meredup karena "solidaritas" antar anggota koalisi. Akibatnya, isu-isu penting yang semestinya dikritisi justru luput dari pengawasan serius.
2. Efektivitas Hak Interpelasi dan Angket:
Meski memiliki mekanisme seperti Hak Interpelasi dan Hak Angket, implementasinya seringkali tidak mencapai hasil yang diharapkan. Banyak hak angket yang berakhir tanpa rekomendasi atau tindakan konkret yang signifikan, meninggalkan kesan "angin lalu." Prosesnya bisa memakan waktu lama, menghabiskan anggaran, namun pada akhirnya tidak menghasilkan perubahan substansial atau sanksi bagi pihak yang bertanggung jawab. Ini memperkuat sinisme publik bahwa hak-hak ini lebih sering digunakan sebagai alat tawar-menawar politik daripada sebagai instrumen pengawasan murni.
3. Isu Transparansi dan Konflik Kepentingan:
Beberapa keputusan atau kebijakan yang dihasilkan DPR kerap dipertanyakan transparansinya. Dugaan konflik kepentingan, di mana anggota DPR atau partai politiknya memiliki afiliasi bisnis atau pribadi dengan pihak yang diawasi, juga sering mencuat. Hal ini tentu merusak kepercayaan publik terhadap objektivitas pengawasan.
4. Kualitas Sumber Daya dan Prioritas:
Tidak semua anggota DPR memiliki kapasitas, keahlian, atau komitmen yang sama. Fungsi pengawasan yang mendalam membutuhkan riset, analisis data, dan pemahaman yang kuat tentang isu yang diawasi. Terkadang, prioritas lebih diberikan pada isu-isu populer yang menarik perhatian media, sementara isu teknis yang krusial namun kurang seksi justru terabaikan.
5. Persepsi Publik yang Sudah Terlanjur Negatif:
Citra DPR di mata publik seringkali diwarnai oleh pemberitaan negatif, mulai dari kasus korupsi hingga kontroversi gaya hidup. Persepsi ini secara tidak langsung memengaruhi bagaimana publik menilai kinerja pengawasan DPR. Bahkan ketika ada upaya pengawasan yang serius, skeptisisme sudah terbentuk terlebih dahulu.
Kilas Balik dan Titik Terang: Bukti Keseriusan yang Ada
Meskipun kritik dan keraguan sering mendominasi, tidak adil jika mengatakan bahwa DPR sama sekali tidak serius. Ada beberapa momen atau aspek yang menunjukkan bahwa fungsi pengawasan ini benar-benar dijalankan, setidaknya oleh sebagian anggota atau komisi:
1. Pengawasan Anggaran yang Ketat (di Beberapa Area):
Komisi-komisi di DPR, khususnya yang membidangi keuangan dan anggaran, seringkali melakukan pembahasan yang mendalam terhadap rencana anggaran dan laporan pertanggungjawaban pemerintah. Meskipun tidak selalu sempurna, banyak koreksi dan masukan dari DPR yang memengaruhi alokasi anggaran dan memastikan penggunaannya lebih efisien. Pembahasan pagu anggaran dan evaluasi realisasi seringkali menjadi arena perdebatan sengit yang menunjukkan upaya pengawasan.
2. Menguak Beberapa Kasus Penting:
Beberapa Pansus atau RDP DPR memang pernah berhasil menguak praktik penyimpangan atau mendorong perubahan kebijakan penting. Contohnya pengawasan terhadap kasus-kasus lingkungan, investigasi terhadap penyalahgunaan wewenang di lembaga negara, atau desakan untuk revisi regulasi yang merugikan rakyat. Kejadian-kejadian ini mungkin tidak selalu menjadi berita utama, namun menunjukkan adanya anggota DPR yang gigih dalam menjalankan tugasnya.
3. Peran Individu Anggota DPR:
Tidak sedikit anggota DPR yang secara individual, melalui fraksi atau komisi, aktif menyuarakan kritik, mengangkat isu-isu publik, dan mendesak pertanggungjawaban pemerintah. Melalui media sosial, forum publik, atau bahkan mimbar parlemen, mereka menjadi suara pengawasan yang penting, seringkali didorong oleh idealisme dan komitmen kepada konstituennya.
4. Tekanan Publik dan Media:
DPR, bagaimanapun juga, adalah lembaga politik yang responsif terhadap tekanan publik dan sorotan media. Ketika suatu isu menjadi perhatian luas masyarakat, DPR cenderung merespons dengan melakukan pengawasan lebih intensif. Ini menunjukkan bahwa keseriusan pengawasan bisa juga dipicu oleh dorongan dari luar.
5. Pembentukan Undang-Undang yang Hasilnya dari Pengawasan:
Terkadang, hasil dari pengawasan DPR terhadap suatu masalah atau kebijakan pemerintah justru melahirkan inisiatif untuk membentuk undang-undang baru atau merevisi undang-undang lama. Ini adalah bukti konkret bahwa pengawasan bisa berujung pada perbaikan sistemik yang lebih baik.
Peran Penting Masyarakat: Kunci Meningkatkan Keseriusan
Jadi, apakah DPR serius? Jawabannya mungkin tidak hitam-putih. Ada upaya serius, namun juga ada tantangan dan hambatan politik yang besar. Keseriusan itu fluktuatif, tergantung isu, komisi, dan individu anggotanya.
Namun, satu hal yang pasti: masyarakat memegang peran kunci dalam mendorong keseriusan DPR.
- Pendidikan Politik: Peningkatan pemahaman masyarakat tentang fungsi dan tugas DPR akan membuat mereka lebih kritis dan partisipatif.
- Partisipasi Aktif: Aktif menyuarakan aspirasi, mengawasi kinerja wakil rakyat, dan menggunakan hak pilih dengan cerdas adalah bentuk pengawasan langsung.
- Peran Media dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM): Media yang independen dan LSM yang kuat dapat menjadi mitra strategis dalam mengawasi dan memberikan informasi kepada publik mengenai kinerja DPR.
- Menuntut Transparansi: Mendorong DPR untuk lebih terbuka dalam setiap proses pengawasan, termasuk hasil dan tindak lanjutnya.
Fungsi pengawasan adalah salah satu pilar utama demokrasi. Ia adalah mekanisme penyeimbang kekuasaan yang vital. Jika DPR tidak serius, maka kekuasaan eksekutif bisa berjalan tanpa kontrol, berpotensi menyimpang dan merugikan rakyat. Oleh karena itu, memastikan DPR menjalankan fungsi pengawasannya dengan serius adalah tugas bersama, bukan hanya bagi para anggota dewan, tetapi juga bagi seluruh elemen bangsa. Dengan pengawasan yang kuat, akuntabilitas pemerintahan akan terjaga, dan cita-cita good governance dapat terwujud.












