PARLEMENTARIA.ID – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menginvestigasi dan memproses 31 kasus dugaan pelanggaran terkait politik uang selama masa pemilu dan pilkada tahun 2024.
Anggota DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, menyatakan bahwa politik uang menjadi tantangan dan pekerjaan berat bagi penyelenggaraan pemilu di Indonesia, khususnya dalam menjaga kepercayaan masyarakat.
“31 kasus yang kami terima cukup tinggi untuk demokrasi kita,” ujar Ratna Dewi dalam acara media gathering DKPP di Serang, Banten, Kamis, 20 November 2025.
Menurut Ratna, politik uang merupakan tindakan kriminal yang luar biasa, sehingga pendekatan terhadapnya juga harus luar biasa.
Tidak hanya melalui alat hukum, tetapi juga dengan pendekatan etika, menciptakan kesadaran etika dan kesadaran akan krisis di kalangan penyelenggara pemilu.
“Efek jera tidak hanya terkait dengan hukuman pidana, tetapi juga bagaimana kita memperbaiki sistem pemilu dan mengurangi kecurangan dalam demokrasi kita,” katanya.
DKPP, menurutnya, tidak melakukan pemeriksaan terhadap politik uang dari sudut pandang hukum pidana. Namun, fokusnya berada pada cara kerja KPU dan Bawaslu dalam menangani kasus-kasus tersebut.
“Kami mengevaluasi apakah KPU dan Bawaslu bekerja dengan profesional, adil, serta memberikan keadilan kepada para pelapor. Jika pekerjaan mereka dinilai tidak profesional, atau para pelapor merasa tidak mendapatkan keadilan, baru kemudian hal tersebut dapat dilaporkan ke DKPP,” katanya.
Ratna Dewi mengakui bahwa pelaksana pemilu yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada 2024 sering kali dinilai kurang maksimal dalam menangani praktik politik uang.
Meskipun secara normatif undang-undang telah secara jelas dan tegas menetapkan larangan terhadap politik uang.
Tantangannya adalah praktik di lapangan sering kali terorganisir, terencana, dan luas, sedangkan peraturan perundang-undangan masih membatasi subjek yang bisa dituntut, seperti peserta pemilu, tim kampanye, dan tim pelaksana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017.
Selain itu, upaya penanganan politik uang perlu dilihat dari perspektif yang lebih luas, yaitu sudut pandang etika dan kualitas demokrasi.
Tanpa adanya perspektif etika, upaya penindakan hanya akan bersifat administratif dan jauh dari tujuan menciptakan demokrasi yang berkualitas serta dekat dengan rakyat.
Terakhir, Ratna Dewi menilai diperlukan adanya keterlibatan yang kuat antara Bawaslu, KPU, DKPP, serta aparat penegak hukum seperti kepolisian agar politik uang benar-benar bisa diminimalisir.
“Dan kepercayaan masyarakat terhadap pemilu tetap terjaga,” katanya. (*)







