PARLEMENTARIA.ID – Komisi Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur (Jatim) membuat keputusan yang mengejutkan terkait proyeksi pendapatan daerah Jawa Timur pada tahun 2026. Proyeksi tersebut ditetapkan sebesar Rp26,3 triliun, yang berarti mengalami penurunan signifikan sebesar Rp1,96 triliun, atau turun 6,94%. Sebelumnya, proyeksi awal yang diajukan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sebesar Rp28,26 triliun.
Penurunan yang signifikan dalam rancangan APBD Jatim 2026 ini diakibatkan oleh satu hal utama: pengurangan Transfer ke Daerah (TkD) dari pemerintah pusat.
Ketua Fraksi PSI DPRD Jatim, Erick Komala, menyampaikan dalam sidang paripurna di Surabaya, bahwa pengurangan TKD tersebut mencapai angka yang sangat besar, yaitu berkurang hingga Rp2,8 triliun dibandingkan alokasi APBD 2025.
“Penurunan ini diakibatkan oleh pengurangan Transfer ke Daerah (TkD) dari pemerintah pusat, yang turun hingga Rp2,8 triliun dibandingkan APBD 2025,” ujar Erick Komala dalam rapat paripurna, Rabu, 12 November 2025.
Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2026
Meskipun menghadapi tekanan keuangan akibat pemangkasan, Komisi II DPRD Jatim bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menaikkan proyeksi pendapatan pada 2026 sebesar Rp215,32 miliar, dibandingkan hasil revisi awal setelah pemangkasan TKD.
Erick Komala menyebutkan bahwa peningkatan proyeksi pendapatan didorong oleh kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Rinciannya adalah:
- Pajak daerah meningkat sebesar 171,2 miliar rupiah
- Pajak daerah meningkat sebesar Rp26,73 miliar
- Peningkatan pengelolaan aset daerah yang dipisahkan mencapai Rp17,38 miliar.
Banggar, menurut Erick, menggarisbawahi bahwa PAD tahun 2026 mencapai 66 persen dari keseluruhan pendapatan daerah dengan pajak daerah menjadi kontributor utama sebesar 76 persen.
Namun, pertumbuhan PAD yang hanya diharapkan meningkat sebesar 2 persen dibanding tahun sebelumnya dinilai masih kurang mencapai target yang wajar.
“Banggar mendorong dilakukannya perubahan dalam pengelolaan aset daerah dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) agar peningkatan PAD bisa tercapai tanpa memberatkan rakyat,” katanya.
Penurunan DAU
Banggar mencatat penurunan yang cukup besar pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Jumlah pengurangan mencapai 24 persen dibandingkan dengan alokasi tahun 2025.
Menurut Erick, hal ini menunjukkan kebijakan konsolidasi fiskal pemerintah pusat, di mana bantuan kepada daerah lebih difokuskan pada efisiensi dan hasil kerja.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur berharap Pemerintah Provinsi dapat mempersiapkan dampak penurunan TKD ini dengan tetap menjaga pendanaan program prioritas dan pelayanan kepada masyarakat.
Meskipun menghadapi tekanan keuangan, DPRD Jatim menegaskan bahwa target kinerja pembangunan daerah tetap harus tercapai sesuai dengan yang diamanatkan dalam RPJMD 2025–2029 dan RKPD 2026.
“Penurunan pendapatan tidak boleh menjadi penghalang bagi kemajuan pembangunan. Pemerintah provinsi perlu waspada dan inovatif dalam mencari peluang pendapatan yang baru,” ujar Erick. ***











