Anggaran Naik, Reses Diduga Fiktif: Cipayung dan ARAKSI Tuduh DPRD Belu Berbohong

DAERAH31 Dilihat

PARLEMENTARIA.ID – Anggaran reses anggota DPRD Belu meningkat dari sebelumnya masing-masing atau peranggota hanya Rp53 juta menjadi Rp80 juta.

Peningkatan anggaran ini terjadi pada masa reses III dalam sidang III DPRD Belu tahun 2025 yang telah berlangsung sejak pertengahan hingga akhir Oktober 2025 lalu.

Anggaran reses III bagi 30 anggota DPRD Belu meningkat menjadi total Rp2,4 miliar, naik dari sebelumnya hanya sekitar Rp1,5 miliar.

Meskipun anggaran reses DPRD Belu meningkat hingga Rp80 juta atau total Rp2,4 miliar, namun reses yang dilakukan dan telah dipertanggungjawabkan diduga kuat bersifat fiktif.

Bahkan, diperkirakan terdapat beberapa anggota DPRD Belu yang tidak melakukan reses sama sekali, sehingga berpotensi menyalahgunakan dana reses yang berasal dari APBD tahun 2025 tersebut.

Data dan informasi yang didapat oleh media ini, kegiatan reses serta laporan pertanggungjawaban yang bersifat fiktif diduga terkait dengan manipulasi daftar hadir. Di mana daftar hadir dibuat atau diisi sendiri kemudian ditandatangani.

Selain itu, terdapat dugaan kuat adanya pengaturan dalam pengadaan makanan dan minuman bagi peserta yang hadir dalam reses. Padahal, kehadiran peserta sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali kegiatan reses yang dilaksanakan.

Berikut adalah beberapa variasi parafraze dari teks tersebut: 1. Selanjutnya, diperkirakan kuat adanya Surat Perintah/Penugasan Perjalanan Dinas (SPPD) yang palsu. Berdasarkan informasi yang beredar, SPPD reses anggota DPRD Belu hanya dibawa untuk ditandatangani oleh Lurah atau Kepala Desa tanpa mengetahui atau hadir dalam kegiatan reses di wilayah mereka. 2. Di samping itu, diduga kuat terdapat SPPD reses yang tidak sah. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa SPPD anggota DPRD Belu hanya diserahkan kepada Lurah atau Kepala Desa untuk ditandatangani, tanpa diketahui atau ikut serta dalam reses di wilayah masing-masing. 3. Selanjutnya, diperkuat dugaan adanya SPPD fiktif terkait reses anggota DPRD Belu. Menurut informasi yang beredar, SPPD tersebut hanya dibawa untuk ditandatangani oleh Lurah atau Kepala Desa, tanpa pengetahuan atau partisipasi mereka dalam kegiatan reses di wilayah masing-masing. 4. Juga dikhawatirkan adanya SPPD reses yang palsu. Diketahui dari informasi yang beredar, SPPD anggota DPRD Belu hanya diserahkan kepada Lurah atau Kepala Desa untuk ditandatangani, tanpa mereka mengetahui atau menghadiri reses di wilayah tersebut. 5. Selanjutnya, diperkirakan ada SPPD reses yang tidak asli. Informasi yang beredar menyatakan bahwa SPPD tersebut hanya dibawa untuk ditandatangani oleh Lurah atau Kepala Desa, tanpa mereka mengetahui atau hadir dalam reses di wilayah masing-masing.

Mengenai dugaan adanya manipulasi daftar hadir peserta reses, Plt Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Belu, Silvia Amaral yang dimintai konfirmasi mengakui tidak mengetahui hal tersebut.

Ia mengatakan Silvia hanya menyiapkan dana dan memfasilitasi pelaksanaan serta pelaporan kegiatan reses.

Ketua Komisi I DPRD Belu, Edmundus Nuak, yang diangkat sebagai Ketua DPRD Belu oleh Theodorus Manehitu Djuang saat diwawancarai terpisah beberapa waktu lalu juga mengaku tidak mengetahui.

Karena setiap anggota DPRD Belu melaksanakan reses di wilayah atau Daerah Pemilihan (Dapil) masing-masing.

Merespons kenaikan anggaran reses DPRD Belu, organisasi Cipayung Belu yang terdiri dari PMKRI Atambua, GMNI Belu dan BEM Stisip Atambua merasa bahwa DPRD Belu telah melanggar janji atau kesepakatan yang pernah dibuat.

Karena itu, saat organisasi Cipayung melakukan aksi pada awal September lalu, salah satu tuntutan yang disampaikan adalah menolak kenaikan tunjangan karena dianggap memberatkan APBD, terutama ketika kondisi ekonomi nasional sedang lesu.

Sehingga pada saat itu, organisasi Cipayung sepakat bersama DPRD Belu bahwa tunjangan, salah satunya tunjangan reses, tidak mengalami kenaikan atau penambahan.

Namun kenyataannya, tunjangan libur DPRD Belu meningkat, hal ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap kesepakatan bersama oleh DPRD Belu.

“Kemarin memang salah satu tuntutan kami bahwa tunjangan tidak boleh meningkat, tetapi dana reses justru naik. Menurut kami ini merupakan bentuk pengingkaran yang disamarkan sebagai reses itu sendiri,” tegas Ketua GMNI Cabang Belu, Bayu Firdaus, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp pada Jumat 21 November 2025.

Bayu menekankan, tindakan penolakan yang akhirnya disepakati mengenai kenaikan tunjangan DPRD Belu sebenarnya dilakukan agar tidak memberatkan APBD dalam kondisi penghematan anggaran yang besar.

“Reses merupakan kewajiban, bukan sebagai lahan tambahan tunjangan. Hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran janji DPRD, terutama jika sebelumnya menyatakan tidak akan menaikkan tunjangan, yang bertentangan dengan prinsip tata kelola yang baik, APBD sedang dalam kondisi defisit atau prioritas masyarakat tertunda, serta kenaikan tersebut lebih menguntungkan pribadi daripada kepentingan rakyat,” ujarnya.

Senada, Ketua BEM Stisip Fajar Timur Atambua, Welfridus Kali menyampaikan kekecewaannya terhadap kenaikan dana reses DPRD Belu. Hal ini karena dalam aksi yang dilakukannya dan pertemuan dengan Ketua DPRD sebelumnya sudah disampaikan agar tidak lagi menaikkan dana reses.

“Tetapi kenaikan hingga 80 juta ini merupakan pengkhianatan terhadap Rakyat Belu,” tegas Fridus.

Fridus menganggap 30 anggota DPRD Belu sedang mengalami krisis kemanusiaan atau sama sekali tidak memiliki rasa empati ketika rakyat sedang kesulitan.

Ia bahkan meminta ketua partai di setiap DPRD untuk memanggil dan mengecek anggota perwakilannya karena tujuan mereka sebagai wakil rakyat telah berubah dan lebih mengutamakan kesejahteraan pribadi.

Secara terpisah, dalam kaitannya dengan dugaan reses fiktif DPRD Belu, Ketua Araksi NTT, Alfred Baun menganggap bahwa peningkatan anggaran reses DPRD Belu tanpa melakukan reses merupakan tindakan penyimpangan anggaran.

Ia juga meminta anggota DPRD Belu agar jujur dan tidak berbohong. Jika tidak melaksanakan reses, lalu apa aspirasi yang akan dibawa dan dibahas dalam sidang paripurna.

“Jika reses fiktif, hal itu berpotensi menyalahgunakan dana rakyat. Tidak ada reses tetapi terus menggelar paripurna, itu disebut sebagai kebohongan publik,” tegas Alfred melalui panggilan telepon selulernya, Kamis 20 November 2025.

Alfred meminta Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Belu untuk mengungkapkan data reses DPRD Belu di lokasi mana saja yang berada di lingkungan Kelurahan dan Desa dalam Dapil masing-masing, agar dapat menjawab isu bahwa reses fiktif tidak benar.

“Sekretaris harus mengungkap data kepada publik. Itu bukan dokumen rahasia. Hanya administrasi sehingga perlu diumumkan ke masyarakat agar isu reses palsu itu tidak benar,” tutupnya.. ***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *