PARLEMENTARIA.ID – Anggaran yang dialokasikan untuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Kabupaten Jember menjadi sorotan setelah DPRD mengkritik besaran anggaran tersebut. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2026, alokasi dana untuk BPBD hanya sebesar Rp8 miliar. Hal ini dinilai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan penanggulangan bencana yang semakin meningkat.
Ahmad Birbik Munajil Hayat, anggota Komisi D DPRD Jember, menyampaikan kekecewaannya terhadap alokasi anggaran BPBD. Ia menyoroti bahwa anggaran BPBD justru lebih kecil dibandingkan program Gerobak Cinta atau Miljo Cinta yang memiliki anggaran sebesar Rp12 miliar. “Masa kalah dengan program Miljo Cinta?,” tanyanya dengan nada mengejek.
Birbik menjelaskan bahwa anggaran BPBD pada APBD 2025 sebesar Rp14 miliar, namun turun menjadi Rp8 miliar pada APBD 2026. Ia menilai perubahan ini tidak sesuai dengan kondisi daerah yang sering mengalami bencana. “Saya sudah menyampaikan agar anggaran BPBD ditinjau kembali karena kejadian bencana sering kali terjadi di akhir tahun,” ujarnya.
Pemangkasan anggaran BPBD juga berdampak pada kesiapan tim reaksi cepat (TRC) yang hanya terdiri dari 30 orang. “Dengan banyaknya titik bencana, TRC ini tidak akan mampu menangani semua kejadian. Pasti diperlukan lebih banyak lagi TRC dan bantuan logistik dari BPBD,” katanya.
Tanggung Jawab Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Bencana
Selain itu, Birbik juga menyarankan agar pemerintah daerah lebih proaktif dalam mencegah bencana. Ia menegaskan bahwa penanggulangan bencana tidak boleh hanya dilakukan ketika musibah terjadi. “Jangan hanya ketika musibah terjadi baru kita turun. Kalau bisa bagaimana caranya musibah ini tidak terjadi. Kalau bisa plengsengan sungai ditinggikan,” katanya.
Ia juga mengingatkan agar acara hiburan di akhir tahun ditunda atau diubah menjadi bentuk kemanusiaan. “Kalau memang harus digelar, mungkin kemasannya diubah menjadi kemasan kemanusiaan. Mungkin ada acara donasi,” tambahnya.
Peran Forum CSR dalam Penanggulangan Bencana
David Handoko Seto, anggota Badan Anggaran DPRD Jember, juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Menurutnya, BPBD Jember belum mampu memberikan bantuan yang optimal kepada korban bencana. “Kalau memang pengampu kebencanaan itu satu-satunya BPBD ya konsentrasikan anggaran ke BPBD,” katanya.
David menyoroti bahwa anggaran BPBD sebesar Rp8 miliar telah digunakan untuk belanja pegawai sebesar Rp5 miliar lebih. “Kalau pas kejadian bencana seperti banjir bandang di Panti 2006, ambrol seperti itu, kita hanya bisa menjadi penyalur bantuan-bantuan,” ujarnya.
Menurut David, Forum Corporate Social Responsibility (CSR) dapat menjadi solusi dalam penanggulangan bencana. Ia menyarankan agar forum ini dibentuk secara resmi dengan bupati sebagai pembina dan pengurusnya. “Sebenarnya kalau kita memanfaatkan Forum CSR, Firum ini betul-betul dibentuk, di SK-kan bupati, dengan bupati sebagai pembina dan pengurusnya,” katanya.
Langkah Konkret untuk Meningkatkan Kapasitas BPBD
DPRD Jember menuntut adanya peningkatan kapasitas BPBD melalui alokasi anggaran yang lebih besar. Selain itu, mereka juga menyarankan agar pemerintah daerah melakukan langkah-langkah preventif untuk mengurangi risiko bencana.
Dalam beberapa bulan terakhir, Jember sering mengalami bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Kejadian ini menunjukkan bahwa penanggulangan bencana tidak hanya bergantung pada respons darurat, tetapi juga pada upaya pencegahan dan mitigasi.
DPRD Jember berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret untuk meningkatkan kemampuan BPBD. Dengan anggaran yang memadai dan strategi yang tepat, BPBD dapat menjadi garda terdepan dalam menghadapi ancaman bencana di Jember. ***













