PAARLEMENTARIA.ID –Partisipasi perempuan dalam dunia politik di Kabupaten Tana Toraja masih tergolong sangat rendah.
Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3ADALDUKKB) Sulawesi Selatan, tingkat partisipasi perempuan di DPRD Tana Toraja pada tahun 2024 hanya mencapai 6,67 persen — angka terendah dibandingkan semua kabupaten dan kota di provinsi tersebut.
Data tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang PPPA DP3ADALDUKKB Sulsel, Meisy Papayungan, dalam acara sosialisasi Pengarusutamaan Gender (PUG) tingkat Kabupaten Tana Toraja yang dilaksanakan di Kantor Bupati, Kelurahan Pantan, Kecamatan Makale, Selasa (4/11/2025).
Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua DPRD Tana Toraja Kendek Rante, Ketua Pansus PUG Yuliana Saranga, Ketua TP PKK Erni Yetti Riman, Ketua Dewan Pendidikan Tana Toraja Prof Dr Ir Daud Malamassang, Ketua Yesma Lenynda Tondok, serta beberapa pejabat dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Angka ini jauh di bawah rata-rata provinsi yang mencapai 25 persen. Bahkan jika dibandingkan dengan Kabupaten Takalar dan Gowa yang masing-masing memiliki angka 31 persen, Tana Toraja berada di posisi terendah,” kata Meisy dalam presentasinya.
Namun, Meisy menekankan bahwa perempuan Tana Toraja memiliki potensi yang besar dalam bidang ekonomi dan profesional.
Berdasarkan Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) 2024, perempuan dari Toraja mendominasi dalam bidang profesional dengan angka sebesar 63,79 persen—angka tertinggi di Sulawesi Selatan.
Partisipasi wanita dalam pendapatan tenaga kerja mencapai 44,78 persen, melebihi rata-rata provinsi yang sebesar 32,73 persen.
Namun, ketidakseimbangan masih jelas terlihat dalam bidang politik dan pengambilan keputusan publik.
Angka PDRB Tana Toraja mencapai 89,24, masih berada di bawah rata-rata provinsi yang sebesar 93,98.
Selisih Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara laki-laki (76,42) dan perempuan (68,20) sebesar 8,22 poin menunjukkan bahwa akses perempuan terhadap pendidikan, kesehatan, serta kesempatan ekonomi masih terbatas.
“Data ini menunjukkan bahwa perempuan Toraja memiliki kemampuan dan kontribusi yang besar, tetapi belum mendapatkan tempat yang memadai dalam bidang politik. Ini menjadi tugas bagi kita semua,” kata Meisy Papayungan.
Ia menekankan perlunya penerapan kesetaraan gender dalam seluruh kebijakan pembangunan daerah, termasuk di bidang politik, agar potensi perempuan dapat diwadahi secara maksimal.
“Jika kita menginginkan pembangunan yang menyeluruh, maka pendapat perempuan perlu didengarkan dan diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Tana Toraja Kendek Rante mengakui bahwa sedikitnya partisipasi perempuan di lembaga legislatif tidak dapat dipisahkan dari budaya patriarki yang masih dominan dalam masyarakat.
“Di Toraja, sebagian besar masyarakat masih mempercayai politik kepada laki-laki. Hal ini sudah berlangsung lama karena dianggap laki-laki lebih layak memimpin,” ujar Kendek.
Namun, ia memiliki keyakinan bahwa keadaan ini bisa berubah seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan partisipasi perempuan secara aktif dalam berbagai bidang.
(*)






