Parade Surabaya Juang 2025: Mengenang Kepahlawanan di Tengah Keramaian

PEMERINTAHAN29 Dilihat

DIAGRAMKOTA.COM – Parade Surabaya Juang 2025 menjadi momen penting dalam mengenang perjuangan para pahlawan Indonesia, khususnya dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945. Dengan tema “Surabaya Epik”, acara ini menampilkan aksi teatrikal yang memperlihatkan kegigihan dan semangat para pejuang yang mempertahankan kemerdekaan negara.

Aksi Teatrikal yang Menarik Perhatian Banyak Orang

Acara dimulai dengan ledakan dan asap merah pada pukul 14.52 WIB, menciptakan suasana dramatis sebelum para peserta mulai beraksi. Ribuan orang hadir untuk menyaksikan aksi kolosal yang melibatkan dua ribu aktor dan aktris dari berbagai kalangan, termasuk warga, aparatur pemerintah, dan TNI-Polri. Mereka merekonstruksi fragmen pertempuran yang terjadi di Simpang Tunjungan, lokasi yang kini menghubungkan beberapa jalan utama di Surabaya.

Kisah Heroik Madoen

Dalam pembacaan puisi sebelum acara dimulai, kisah kepahlawanan seorang pemuda bernama Madoen, arek Genteng Kali, diceritakan. Di simpang itu, 80 tahun lalu, Madoen dengan senapan mesin seorang diri memberondong tentara Inggris. Gedung yang sekarang dikenal sebagai Museum Surabaya (Gedung SIOLA) dahulu bernama Whiteaway Laidlaw saat zaman Hindia-Belanda. Dalam pertempuran, gedung ini menjadi benteng bagi para pejuang.

Monumen yang Mengingatkan Kepahlawanan

Pada 1970, Pemerintah Kota Surabaya dan TNI membangun lima Monumen Perjuangan Rakyat, salah satunya berada di simpang Tunjungan. Monumen ini berupa patung seorang pemuda dengan selempang sarung, posisi kaki kanan berlutut, sedangkan kaki kiri menopang tungkainya. Tangan kirinya mengepal ke depan, sementara tangan kanan menenteng bambu runcing. Plakat di lapik patung tersebut menyebutkan peristiwa penting dalam Pertempuran Surabaya.

Fragmen Kepahlawanan di Tugu Pahlawan

Di Tugu Pahlawan, fragmen yang dikisahkan adalah kepahlawanan sosok Darijah Soerodikoesomo atau Mbok Dar Mortir. Sosok ini sentral dalam Pertempuran Surabaya dari Divisi Dapur Umum dan Palang Merah Indonesia. Salah satu adegan menampilkan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi berperan sebagai Gubernur Soerjo, sementara istri wali kota memerankan Lukita Ningsih, perempuan pejuang dapur umum.

Pesan Penting dari Pidato Soerjo

Pidato yang dibacakan oleh Eri Cahyadi menjelang kontak senjata menjadi bagian penting dari acara. Pidato disiarkan oleh RRI Surabaya pada 9 November 1945 pukul 23.10 WIB. Isi pidato tersebut mengajak semua warga bersedia memberikan darma serta nyawa untuk melawan sekutu. Pesan ini menginspirasi banyak orang untuk tetap bersatu dan berjuang demi kemerdekaan.

Dampak Ekonomi dan Sosial dari Parade

Menurut Sekretaris Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga, serta Pariwisata Kota Surabaya Heri Purwadi, Parade Surabaya Juang merupakan ikhtiar memasarkan dan mempromosikan ibu kota Jatim. Acara ini juga diajukan ke Kementerian Pariwisata dengan harapan masuk dalam kalender Karisma Event Nusantara. Harapannya, acara ini memberi dampak ekonomi dan sosial yang positif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan publik di Surabaya.

Kolaborasi yang Luar Biasa

Sutradara “Surabaya Epik”, Heri “Lentho” Prasetyo, mengatakan bahwa kisah kepahlawanan Mbok Dar Mortir diperagakan dalam tarian dan teatrikal yang melibatkan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi). Kolaborasi ini menjadi bukti komitmen untuk terus membawakan pesan sejarah dan nilai perjuangan Pertempuran Surabaya.

Melalui Parade Surabaya Juang, warga “Bumi Pahlawan” selalu diingatkan agar tetap bersatu, gotong royong, dan ikhtiar dalam pengabdian untuk bangsa. Acara ini tidak hanya menjadi ajang mengenang masa lalu, tetapi juga menjadi inspirasi untuk masa depan.