PARLEMENTARIA.ID – Lembaga mahasiswa di Universitas Lampung (Unila) menyampaikan kecaman terhadap tindakan tidak etis yang dilakukan oleh oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Tengah. Insiden ini terjadi saat seorang sopir dan oknum dewan terlibat cekcok dengan mahasiswa di kawasan Way Halim Permai, Bandar Lampung, yang viral di media sosial.
Peristiwa ini menimbulkan reaksi keras dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KBM Unila. Mereka menilai tindakan tersebut mencerminkan ketidakmatangan moral dan krisis keteladanan di kalangan pejabat publik. Menurut Ketua BEM KBM Unila, M Ammar Fauzan, perilaku arogan yang ditunjukkan oleh oknum wakil rakyat tersebut justru merusak marwah jabatan yang seharusnya digunakan untuk melayani masyarakat.
Penyalahgunaan Status Jabatan
Ammar menyoroti ucapan “saya anggota” yang dilontarkan oleh oknum dewan sebagai bentuk penyalahgunaan status dan simbol kekuasaan. Ia mengatakan bahwa pernyataan tersebut menunjukkan adanya mentalitas feodal yang masih melekat di tubuh sebagian pejabat publik. Menurutnya, jabatan politik adalah amanah rakyat yang harus dijalankan dengan rendah hati dan tanggung jawab moral.
“Tindakan ini jelas merusak citra lembaga DPRD sebagai representasi rakyat, serta menciptakan jarak sosial antara pejabat dan masyarakat yang seharusnya mereka wakili,” ujarnya.
Desakan Evaluasi dan Sanksi Tegas
BEM KBM Unila meminta DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung, sebagai partai politik yang menaungi oknum anggota dewan tersebut, untuk segera melakukan evaluasi mendalam dan memberikan sanksi tegas atas tindakan yang tidak mencerminkan nilai-nilai ideologi partai maupun etika pejabat publik.
“PDI Perjuangan selama ini dikenal dengan semboyan kerakyatan dan perjuangan untuk wong cilik nilai yang justru dikotori oleh perilaku elitis, arogan, dan tidak beradab dari kadernya di DPRD Lampung Tengah,” tambah Ammar.
Lembaga mahasiswa ini menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi pejabat publik yang bermental preman dan menjadikan status jabatannya sebagai tameng untuk mengintimidasi masyarakat, terlebih mahasiswa.
Peran Lembaga Legislatif dalam Demokrasi
Menurut Ammar, lembaga legislatif adalah pilar demokrasi, bukan arena unjuk kekuasaan. Oleh karena itu, BEM KBM Unila mendukung penuh setiap langkah hukum, etik, maupun politik yang diambil untuk mengembalikan marwah lembaga DPRD Lampung Tengah.
Selain itu, BEM KBM Unila meminta Badan Kehormatan DPRD Lampung Tengah agar segera turun tangan memeriksa insiden ini secara terbuka, transparan, dan tidak tebang pilih. Setiap anggota dewan terikat oleh kode etik yang mengatur perilaku dan tanggung jawab moral mereka terhadap rakyat.
Kritik terhadap Budaya Kekuasaan
Ammar juga menegaskan bahwa pembiaran terhadap tindakan seperti ini hanya akan memperkuat budaya kekuasaan yang korosif di tubuh pemerintahan daerah. Ia menegaskan bahwa mahasiswa bukan musuh pejabat publik, melainkan bagian dari rakyat yang kritis dan peduli terhadap jalannya pemerintahan.
“Tindakan intimidatif atau arogansi pejabat terhadap mahasiswa mencerminkan ketakutan terhadap suara rakyat,” tukasnya.
Seruan untuk Kepedulian dan Keberanian
BEM KBM Unila menyerukan agar seluruh mahasiswa di Lampung terus bersikap kritis, berani bersuara, dan tidak gentar menghadapi sikap-sikap elitis yang mencederai prinsip keadilan dan kesetaraan sosial.
Sebagai penutup, BEM KBM Unila menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini sampai ada pertanggungjawaban yang jelas. Mereka menuntut agar DPD PDI Perjuangan Lampung dan DPRD Lampung Tengah segera memberikan pernyataan resmi, serta menjatuhkan sanksi etik kepada oknum anggota dewan yang terlibat.

																				









