PARLEMENTARIA.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan empat tersangka baru terkait dugaan suap dalam proyek yang dilakukan Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Komering Ulu (OKU). Mereka diduga menerimafeedari proyek pembelian di wilayah Pemkab OKU.
Empat tersangka tersebut yaitu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten OKU periode 2024-2029, Parwanto; anggota DPRD OKU, Robi Vitergo; dan dua orang dari kalangan swasta yakni Ahmat Thoha serta Mendra SB.
Sementara Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa keempat tersangka akan menjalani penahanan selama 20 hari pertama di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“Para tersangka ditahan selama 20 hari pertama mulai tanggal 20 November hingga 9 Desember 2025 di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” ujar Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/11).
Asep mengungkapkan, kasus ini bermula dari proses penyusunan anggaran tahun 2025 Pemerintah Kabupaten OKU, yang diduga diarahkan agar memenuhi kebutuhan pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU.
Dalam mekanisme tersebut, ditetapkan besaran dana pokir sebesar Rp 45 miliar, yang pembagiannya terdiri dari Rp 5 miliar untuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD serta masing-masing anggota sebesar Rp 1 miliar.
Menurutnya, angka tersebut berubah akibat keterbatasan dana daerah. Besaran jatah proyek kembali diturunkan menjadi Rp 35 miliar. Dalam pembahasan ini, lanjut Asep, anggota DPRD OKU meminta jatah berupafeesekitar 20 persen dari anggaran keseluruhan tersebut.
“Maka total biaya mencapai Rp 7 miliar dari anggaran keseluruhan,” kata Asep.
Dalam penyusunan anggaran daerah, Asep menyampaikan bahwa ketika APBD 2025 disahkan, anggaran Dinas PUPR mengalami peningkatan signifikan dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar.
Peningkatan ini diduga terkait dengan alokasi proyek DPRD yang sebelumnya telah diatur. Ia menekankan, modus perdagangan proyek bukanlah hal baru di Kabupaten OKU. Ia menduga, kebiasaan ini sudah menjadi penyakit lama dalam pengelolaan belanja modal di daerah tersebut.
KPK selanjutnya menguraikan sembilan paket proyek yang diatur sebagai kuota DPRD OKU dan ditangani melalui sistem e-katalog oleh Kepala Dinas PUPR OKU. Paket-paket tersebut antara lain perbaikan rumah dinas Bupati senilai Rp 8,39 miliar, perbaikan rumah dinas Wakil Bupati sebesar Rp 2,46 miliar, pembangunan kantor Dinas PUPR sebesar Rp 9,88 miliar, serta beberapa proyek peningkatan jalan dan pembangunan jembatan dengan nilai berkisar antara Rp 983 juta hingga Rp 4,92 miliar.
Menurut Asep, sembilan proyek bernilai puluhan miliar rupiah kemudian ditawarkan kepada Ketua Komisi III DPRD OKU. Penawaran ini diikuti dengan kesepakatan pembagian fee sebesar 22 persen, yang terbagi menjadi 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk anggota DPRD.
“bahwa tersangka NOP kemudian menawarkan sembilan proyek tersebut dengan komitmen biaya sebesar 22 persen,” katanya.
Terhadap perbuatannya, Parwanto dan Robi Vitergo selaku pihak penerima dugaan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sementara itu, Ahmat Thoha dan Mendra SB sebagai pihak yang memberikan dugaan terkena Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. ***





