PARLEMENTARIA.ID – Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya, menyatakan kondisi pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) mengalami kemunduran selama masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Terdapat berbagai peristiwa yang justru membuat agenda penegakan HAM di Indonesia mundur. Salah satunya adalah pemberiangelar pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto.
“Penghargaan gelar pahlawan terhadap Soeharto menjadi lambang otoritarian dan tindakan korupsi, kongkalikong, serta nepotisme,” katanya dalam diskusi Catatan Hari HAM 2025 di Jakarta, Selasa, 9 Desember 2025.
Ia menyatakan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009 mengenai Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. UU tersebut menegaskan bahwa pemberian gelar pahlawan harus didasarkan pada prinsip kemanusiaan dan keadilan.
Soeharto tidak pantas menerima gelar pahlawan mengingat selama 32 tahun memimpin terjadi banyak pelanggaran hak asasi manusia. Kebijakan ekonomi Soeharto juga menyebabkan masyarakat tertinggal akibat fokusnya pada pembangunan yang tidak merata.
“Perkembangan ekonomi didukung oleh berbagai tindakan pengusiran terhadap kelompok-kelompok miskin, penindasan terhadap kelompok-kelompok masyarakat miskin perkotaan, serta terhadap para guru,” katanya.
Dimas menyatakan pemberian gelar pahlawan nasional pada tahun 2025 terasa paradoks karena diberikan kepada Marsinah. Alasannya, Marsinah adalah korban dari kekerasan masa Orde Baru. “Marsinah merupakan korban dari tindakan keras dan represif pada masa Orde Baru. Khususnya bagi kelompok buruh perempuan,” ujarnya.
Dimas juga menyoroti pemberian penghargaan dan kenaikan pangkat kepada beberapa pelaku pelanggaran HAM berat pada masa lalu. Contohnya, Prabowo memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. Sjafrie, menurut Dimas, diduga terlibat dalam peristiwa tahun 1998 seperti Tragedi Semanggi.
Presiden Prabowo Subianto secara resmi memberikan gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto dalam Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 10 November 2025.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan bahwa penunjukan mantan Presiden Soeharto sebagai Pahlawan Nasional telah melalui proses pemilihan yang sesuai dan tidak ditemukan adanya masalah hukum. Ia menilai bahwa Soeharto belum terbukti melakukan tindakan korupsi maupun pelanggaran HAM.
“Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sudah melalui suatu proses. Tidak ada masalah hukum, tidak ada kendala lain,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 10 November 2025.
Mengenai dugaan tindakan ilegal Soeharto, Fadli menyatakan bahwa berbagai tuduhan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Ia juga menganggap bahwa Soeharto tidak pernah melakukan hal tersebut.
“Seperti yang Anda katakan, namanya saja dugaan. Ya, dugaan itu memang tidak pernah terbukti,” katanya. “(Tidak melakukan korupsi dan pelanggaran HAM?) Memang tidak ada juga. Tidak ada juga,” tambahnya.
Ia menyebutkan berbagai kasus yang diduga terkait dengan Soeharto telah melalui proses hukum. Proses tersebut, menurutnya, telah selesai dan tidak berkaitan dengan Soeharto.
“Contohnya apa yang dituduhkan? Semua telah melalui proses hukum, dan proses tersebut telah selesai, serta tidak berkaitan dengan Presiden Soeharto,” katanya. ***






