Kiai senior tidak setuju konsesi tambang dikembalikan ke pemerintah: Ini hadiah negara bagi NU

PARLEMENTARIA.ID – Isu mengenai izin tambang untuk Nahdlatul Ulama kembali menjadi perdebatan setelah mantan ketua umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengusulkan agar izin tambang tersebut dikembalikan kepada pemerintah. Namun, pendapat ini tidak sepenuhnya diterima oleh kalangan kiai senior.

Dari Jombang, KH Hasib Wahab Hasbullah atau Gus Hasib justru menyampaikan pandangan berbeda yang menegaskan bahwa izin pertambangan seharusnya tetap diurus oleh NU, bukan dikembalikan kepada pemerintah.

Gus Hasib, putra dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Abdul Wahab Hasbullah, menganggap konsesi pertambangan ini bukan hanya urusan bisnis, melainkan bentuk penghargaan pemerintah terhadap kontribusi NU sejak masa perjuangan memperoleh kemerdekaan. Menurutnya, pemberian ini juga menjadi kesempatan besar untuk memperkuat kemandirian ekonomi jamiyah.

Ia menegaskan bahwa izin pertambangan “tidak perlu dikembalikan,” mengingat sifatnya sebagai hadiah yang dapat menjadi pintu untuk memperkuat daya ekonomi internal NU.

“Menurut pendapat saya, ini (konsesi tambang) tidak perlu dikembalikan. Ini adalah hadiah dari negara kepada NU sebagai bentuk kesempatan ekonomi,” kata Gus Hasib kepada wartawan di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Senin 8 Desember 2025.

Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa pengelolaan tambang perlu dilakukan dengan hati-hati dan profesional. Ia menekankan kepentingan tata kelola yang jujur, terbuka, serta dilaksanakan oleh orang-orang yang benar-benar memahami struktur dan nilai-nilai NU.

Oleh karena itu, ia menyarankan pembentukan tim khusus yang terdiri dari tokoh-tokoh dari unsur Tanfidziyah, Syuriyah, serta Badan Perekonomian NU agar pengawasan dapat dilakukan secara ketat.

“Letakkan 7 atau 9 anggota satgas yang berasal dari unsur Tanfidziyah, Syuriyah, dan Badan Perekonomian NU. Ini harus dilibatkan agar terlihat pengelolaan ini serius dan transparan,” katanya.

Gus Hasib juga tidak membantah bahwa kehadiran izin pertambangan telah memicu gelombang konflik internal di dalam PBNU. Menurutnya, hal ini wajar karena berkaitan dengan sumber penghidupan yang besar dan berpotensi menimbulkan perbedaan kepentingan. Namun, ia mengajak agar masalah ini dihadapi secara bijaksana, khususnya melalui perbaikan tata kelola dan transparansi dalam setiap proses.

“Ya memang terasa ada, adanya konsesi tambang ini menimbulkan perdebatan (di tubuh PBNU). Nama rezeki besar bisa menjadi anugerah juga bisa menjadi kutukan. Oleh karena itu, kita pilih jalan yang membawa rahmat. Karena itu, cara pengelolaannya harus transparan,” tegasnya.

Pertambangan Menyebabkan Lebih Banyak Kerugian

Di sisi lain, KH Said Aqil Siroj tetap mempertahankan pendiriannya bahwa konsesi tambang lebih baik dikembalikan kepada pemerintah. Usulan ini dia sampaikan setelah melakukan silaturahmi dengan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, bersama para kiai senior dan beberapa anggota mustasyar PBNU di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, pada Sabtu 6 Desember 2025.

Menurutnya, perubahan internal yang terjadi belakangan ini menciptakan kekacauan yang justru merugikan organisasi.

Ia mengatakan bahwa konflik pengelolaan, perdebatan yang berkembang di ruang publik, serta ketegangan internal menunjukkan bahwa konsesi pertambangan memberikan lebih banyak kerugian daripada manfaat.

“Saya selalu menghargai inisiatif pemerintah. Itu adalah bentuk penghargaan yang positif. Namun melihat kejadian terbaru, konflik semakin membesar dan membawa kerugian yang lebih besar daripada manfaatnya. Oleh karena itu, jalan terbaik adalah menyerahkannya kembali kepada pemerintah,” kata Kiai Said dengan tegas. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *