PARLEMENETARIA.ID – Badan Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan akan menyelidiki dugaan aliran suap kepada pihak legislatif dalam proses penganggaran di Kabupaten Ponorogo.
Tindakan ini diambil setelah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan suap dalam pengurusan jabatan serta proyek di RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo.
Sementara Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa penyidik akan melakukan pemeriksaan menyeluruh terkait kemungkinan keterlibatan anggota DPRD Ponorogo dalam pengajuan anggaran daerah yang diduga menjadi celah terjadinya penyimpangan.
“Kami juga akan mengeksplorasi pihak legislatif, dari nilai-nilai yang ada di Kabupaten Ponorogo, apakah nanti terjadi penyimpangan atau tidak,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (9/11/2025) pagi.
Eksekutif-Legislatif Akan Diselidiki Bersama
Asep menyampaikan, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala wilayah tidak mampu bertindak secara mandiri.
Dibutuhkan persetujuan dari lembaga legislatif dalam setiap pembahasan dan pengesahan anggaran, termasuk proyek-proyek strategis wilayah.
“Untuk adanya proyek dan hal-hal lainnya, terdapat persetujuan. Bukan hanya dari pihak eksekutif, tetapi juga legislatif. Dalam anggaran di Kabupaten Ponorogo, terdapat kesepakatan-kesepakatan,” kata Asep.
Oleh karena itu, menurut Asep, KPK tidak menutup kemungkinan untuk mengundang anggota DPRD Ponorogo guna dimintai keterangan dalam pengembangan kasus tersebut.
Mencurigai Perdagangan Jabatan
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sedang menyelidiki dugaan praktik penjualan dan pembelian jabatan yang dilakukan oleh Sugiri Sancoko.
Asep menjelaskan, kasus ini dimulai ketika Yunus Mahatma, Direktur RSUD Dr. Harjono, menerima informasi bahwa dirinya akan dipecat dari posisinya oleh Bupati Sugiri.
Tidak ingin digantikan, Yunus kemudian bekerja sama dengan Sekda Agus Pramono dalam menyediakan dana agar dapat mempertahankan posisinya.
“Pada Februari 2025, dilakukan penyerahan dana pertama dari YUM (Yunus) kepada SUG (Sugiri) melalui asistennya sebesar Rp 400 juta,” kata Asep.
Uang kedua diberikan antara April hingga Agustus 2025 sebesar Rp 325 juta, dan terakhir pada November 2025 sejumlah Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri.
Jumlah dana yang diserahkan Yunus mencapai Rp 1,25 miliar, di mana Rp 900 juta diduga diterima langsung oleh Sugiri dan Rp 325 juta oleh Agus Pramono.
“Pada proses penyerahan uang ketiga pada 7 November 2025, tim KPK kemudian melakukan tindakan tangkap tangan,” ujar Asep.
KPK juga menemukan cara lain yang digunakan Sugiri dalam tindakan jual beli jabatan, yaitu dengan memanfaatkan nama lembaga anti-korupsi untuk mengancam bawahan mereka.
Sebelum ditangkap, Sugiri diketahui pernah mengunjungi Gedung KPK bersama rombongan.
Namun, kunjungan tersebut diduga digunakan sebagai cara untuk memaksa kepala dinas agar bersedia memberikan uang pelicin.
“Apakah itu juga menjadi alasan, jika kamu ingin bertahan silakan membayar karena kamu juga sudah diawasi oleh KPK,” kata Asep.
Empat Pejabat Jadi Tersangka
Selain Sugiri Sancoko, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka, yaitu Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma, serta seorang pihak ketiga yang terlibat dalam proyek bernama Sucipto.
Empat orang ditangkap dalam operasi penggerebekan (OTT) pada Jumat, 7 November 2025.
Pada operasi tersebut, KPK mengamankan uang tunai sebesar Rp 500 juta yang diduga merupakan bagian dari suap terkait penjualan dan pembelian jabatan serta proyek di lingkungan Pemkab Ponorogo.
“Uang tunai sebesar Rp 500 juta tersebut selanjutnya disita oleh Tim KPK sebagai barang bukti dalam operasi penangkapan ini,” ujarnya.










