PARLEMENTARIA.ID – Majelis Perwakilan Rakyat Daerah Kutai Kartanegara (DPRD Kukar) akan mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan instansi terkait, dalam merespons laporan dugaan tindakan tidak senonoh terhadap santri di salah satu pesantren di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Demikian disampaikan oleh Anggota Komisi IV DPRD Kukar, Akbar Haka kepadaPARLEMENTARIA.ID, Jumat (15/8/2025) di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Ia menyampaikan, pihaknya akan segera memberikan laporan kepada Ketua DPRD dan Ketua Komisi IV agar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dapat diadakan dalam waktu dekat.
“Kita akhirnya sepakat untuk segera mengadakan RDP dengan OPD yang relevan. Setelah itu, saya akan melaporkan kepada Ketua DPRD dan Ketua Komisi IV. Artinya, ketika para pemangku kepentingan berkumpul, akan segera diambil keputusan, apakah setelah RDP pesantren tersebut ditutup sebagai bentuk peringatan bagi lembaga-lembaga serupa, terutama yang berbasis asrama,” katanya.
Menurut Akbar, hasil diskusi bersama pihak terkait menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pendidikan, khususnya dalam pengawasan di lembaga yang berbasis asrama.
Ia merasa cemas, bila tidak segera diambil keputusan, kejadian serupa akan terulang seperti yang terjadi pada tahun 2021 lalu.
“Jika kita tidak segera mengambil keputusan dalam RDP, hal serupa bisa terjadi seperti kasus tahun 2021. Karena pada saat itu tidak ada keputusan yang cepat dan terkendala aturan hukum yang baru dikeluarkan pada 2022, akhirnya pelaku yang sama kembali berulah dan jumlah korban meningkat pada tahun 2025. Kami berharap kali ini lebih tegas, agar menjadi peringatan bagi pesantren-pesantren lainnya,” katanya.
Akbar juga menekankan, pengawasan terhadap sekolah lain yang menerapkan sistem asrama harus diperketat.
Ia menilai bahwa usulan dari Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk membentuk satuan tugas pengawasan hingga tingkat RT sangat bagus, meskipun terdapat tantangan berupa kekurangan tenaga psikolog di Kukar.
“Kami khawatir, jika dibiarkan akan menghasilkan dampak baru lagi, karena kebanyakan pelaku ternyata adalah korban yang kemudian kembali menjadi pelaku,” katanya.
Pengawasan ini perlu diperketat. “Tadi kita mendengarkan keluhan mengenai keterbatasan tenaga psikolog dan pendamping. Kita menyadari hal-hal ini dapat menjadi trauma psikologis bagi para korban dalam jangka panjang,” katanya.
Akbar mengakui telah berjumpa langsung dengan para korban guna memberikan dukungan.
“Kami bertemu dengan saudara-saudara korban, memberikan dukungan, dan memastikan bahwa kami akan selalu berada di samping mereka. Bersama Wakil Bupati, kami berjanji akan segera melaporkan kepada Ketua DPRD dan Ketua Komisi IV bahwa kami akan segera melaksanakan RDP dengan”stakeholder terkait,” pungkasnya. (*)