PARLEMENTARIA.ID – Mendekati muktamar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tahun depan, terjadi gejolak di dalam salah satu organisasi Islam terbesar tersebut. Ketua Umum (Ketum) PBNU KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya diminta melepas jabatannya.
Hasil dari Rapat Harian Syuriyah PBNU yang diadakan pada Kamis (19/11) di Hotel Aston City, Jakarta, menunjukkan adanya dorongan untuk Gus Yahya mengundurkan diri atau dihentikan. Rapat yang dihadiri oleh 37 dari 53 anggota Pengurus Harian Syuriyah PBNU tersebut menyimpulkan bahwa langkah tersebut diperlukan.
Salinan berkas hasil rapat tersebar luas di kalangan media. Secara keseluruhan terdapat 5 poin dalam dokumen yang ditandatangani oleh Rais Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar. Dalam poin kelima, disebutkan bahwa Gus Yahya harus mundur dari jabatan ketua PBNU dalam waktu 3 hari sejak menerima keputusan rapat tersebut.
“Jika dalam waktu 3 hari tidak mengundurkan diri, Rapat Harian Syuriyah PBNU memutuskan untuk memberhentikan KH. Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,” demikian isi risalah rapat tersebut.
Di poin-poin lainnya disampaikan beberapa alasan yang menjadi dasar Gus Yahya harus mengundurkan diri dari jabatan ketua PBNU. Yaitu dengan mengundang narasumber yang terkait dengan jaringan Zionisme Internasional dalam Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) sebagai pembicara.
Meskipun AKN NU adalah salah satu agenda kaderisasi paling tinggi bagi Nahdlatul Ulama, hal ini dianggap melanggar nilai dan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah An Nahdliyah. Selain itu, bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama.
“Rapat menyimpulkan bahwa penyelenggaraan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) dengan narasumber yang terkait dengan jaringan Zionisme Internasional di tengah tindakan genosida dan kritik global terhadap Israel telah memenuhi ketentuan Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris, Pergantian Antar Waktu dan Pelimpahan Fungsi Jabatan, yang menyatakan bahwa pemberhentian tidak hormat dilakukan terhadap fungsionaris karena tindakan yang merusak reputasi perkumpulan,” demikian isi poin ke-2 risalah rapat tersebut.
Dalam dokumen rapat yang sama juga disampaikan bahwa sistem pengelolaan keuangan di lingkungan PBNU menunjukkan adanya pelanggaran terhadap hukum syara, peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pasal 97-99 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama serta Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama yang berlaku. Akibatnya, hal ini berdampak mengancam keberadaan Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, seluruh peserta rapat memutuskan untuk menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Rais Aam serta dua Wakil Rais Aam PBNU. Dalam pertemuan bersama antara Rais Aam dan Wakil Rais Aam PBNU, keputusan diambil untuk menginginkan Gus Yahya mundur. ***






