Golkar Anggap Pilkada Era Soeharto Lebih Baik, Dukung Pemilihan Melalui DPRD

PARLEMENTARIA.ID – Ketua Fraksi Golkar MPR, Melchias Marcus Mekeng, menyampaikan persetujuannya terhadap usulan pencabutan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilakukan langsung oleh masyarakat.

Mekeng menyatakan, sistem pemilihan oleh DPRD yang digunakan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dianggap lebih efisien.

Soeharto merupakan Presiden kedua Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjabat selama lebih dari 30 tahun, mulai dari tahun 1967 hingga 1998. Ia menjadi tokoh utama pada masa Orde Baru.

“Bukan keputusan partai Golkar, ini hanya pendapat pribadi saya. Saya lebih memilih dipilih oleh DPRD,” ujar Mekeng di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/7/2025).

Mekeng menyatakan bahwa Pemilihan Kepala Daerah secara langsung tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan wilayah.

Pemilihan umum daerah merupakan mekanisme demokratis dalam memilih pemimpin wilayah seperti gubernur, bupati, atau wali kota beserta pendampingnya.

“Karena jujur saja, terpilih langsung oleh rakyat juga tidak membuat daerah-daerah semakin berkembang,” kata anggota legislatif dari Daerah Pemilihan (Dapil) Nusa Tenggara Timur I (NTT I) tersebut.

Menurutnya, banyak kepala daerah yang mengalami kesulitan dalam membiayai pembangunan setelah terpilih dan bergantung sepenuhnya pada anggaran dari pemerintah pusat.

“Kenyataannya, banyak daerah yang bergantung pada pusat. Kreativitas dari pemimpin yang dipilih oleh rakyat tidak ada. Setelah menjabat, malah bingung bagaimana mencari dana,” kata Mekeng.

Sosok mantan Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menggambarkan keadaan tersebut serupa dengan masa pemerintahan Orde Baru.

“Maka menurut saya lebih baik dibanding zaman dulu, yaitu masa Pak Harto. Jika DPRD memilih, maka akan dipilih orang yang benar-benar,” ujar Mekeng.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga legislatif yang mewakili masyarakat di tingkat provinsi serta kabupaten/kota dalam sistem pemerintahan Indonesia. DPRD memiliki peran sebagai komponen penyelenggara pemerintahan daerah bersama dengan kepala daerah.

Mekeng menilai, sistem pemilihan umum langsung berisiko menghasilkan pemimpin yang hanya mengandalkan kekuatan uang.

“Tidak sembarang orang yang memiliki uang, lalu bisa menjadi bupati atau gubernur. Namun, orang-orang yang memiliki kualitas, kemampuan kepemimpinan, dan integritasnya,” tegasnya.

Golkar Soroti Biaya Politik Pilkada

Mekeng juga menyoroti biaya politik yang tinggi dalam pemilihan kepala daerah langsung yang justru menjadi beban bagi para kandidat.

“Dan biayanya tidak terlalu berat. Jika memilih rakyat, biayanya justru mahal. Bukan kita yang membayar rakyat, tetapi mengumpulkan masyarakat itu juga memerlukan biaya besar. Sementara gaji mereka kecil. Nah, ini kesempatan bagi orang untuk memikirkan bagaimana mengembalikan uang saya,” katanya.

Isu tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh DPRD kembali muncul di Indonesia.

Saat ini, pemimpin daerah dipilih langsung oleh masyarakat, tetapi beberapa tokoh dan partai politik menyarankan agar sistemnya kembali ke model perwakilan seperti pada masa Orde Baru.

Apa yang Diusulkan?

  • PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) melalui Cak Imin mengusulkan agar pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD provinsi, bukan secara langsung oleh masyarakat.
  • Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bahwa sistem ini dapat dianggap konstitusional karena UUD 1945 hanya menyebut “dipilih secara demokratis” tanpa merinci teknisnya.

Alasan Utama Wacana Ini

  • Biaya pelaksanaan pemilihan umum langsung sangat tinggi, mencapai miliaran rupiah per wilayah.
  • Besar kemungkinan terjadinya konflik dan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di berbagai wilayah
  • Kemampuan seorang pemimpin tidak selalu dapat dipastikan, karena popularitas dan dana sering kali menjadi faktor utama. ***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *