PARLEMENTARIA.ID –
Evaluasi Kinerja DPR: Aspirasi Tersampaikan atau Justru Terabaikan? Menilik Peran Parlemen dalam Pusaran Demokrasi Indonesia
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, sering disebut sebagai "rumah rakyat," memegang peranan krusial dalam pilar demokrasi. Sebagai representasi suara masyarakat, DPR memiliki tiga fungsi utama yang melekat: legislasi (pembuatan undang-undang), anggaran (penyusunan APBN), dan pengawasan (mengawasi jalannya pemerintahan). Namun, seberapa efektifkah lembaga ini dalam menjalankan fungsinya? Apakah aspirasi jutaan rakyat Indonesia benar-benar tersampaikan, atau justru terabaikan dalam hiruk-pikuk politik Senayan?
Pertanyaan ini bukan sekadar retorika. Ia adalah cerminan dari harapan, kritik, dan kekecewaan publik yang terus membayangi perjalanan demokrasi kita. Mari kita telusuri lebih dalam kinerja DPR, menimbang di mana mereka berhasil dan di mana tantangan besar masih menghadang.
1. Fungsi Legislasi: Antara Kuantitas dan Kualitas
Fungsi legislasi adalah jantung kerja DPR. Di sinilah cita-cita bangsa diterjemahkan menjadi aturan main yang mengikat seluruh warga negara. DPR bertugas menyusun, membahas, dan mengesahkan undang-undang bersama pemerintah. Idealnya, setiap undang-undang yang lahir haruslah responsif terhadap kebutuhan masyarakat, berpihak pada keadilan, dan mendorong kemajuan bangsa.
Tantangan:
- Target vs. Realisasi: Seringkali, target Prolegnas (Program Legislasi Nasional) tidak tercapai, atau justru undang-undang yang disahkan menuai kontroversi dan kritik tajam dari publik. Contoh paling kentara adalah pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang memicu gelombang demonstrasi besar-besaran karena dianggap minim partisipasi publik dan merugikan pekerja serta lingkungan.
- Partisipasi Publik Minim: Proses pembahasan RUU seringkali tertutup atau minim sosialisasi, membuat masyarakat merasa aspirasinya tidak didengar. Ruang untuk memberikan masukan substantif terkesan formalitas belaka.
- Kepentingan Politik Terselubung: Tidak jarang muncul dugaan bahwa beberapa undang-undang disusun lebih didasari oleh kepentingan kelompok, partai politik, atau bahkan investor tertentu, alih-alih untuk kemaslahatan umum. Kualitas legislasi pun dipertanyakan, apakah ia benar-benar solusi atau justru menambah masalah baru.
Aspirasi Tersampaikan? Dalam banyak kasus, terutama pada RUU yang kontroversial, publik merasa aspirasinya diabaikan. Kecepatan pembahasan terkadang mengalahkan kedalaman analisis dan partisipasi.
2. Fungsi Anggaran: Mengamankan Kue Pembangunan
Fungsi anggaran adalah tentang bagaimana uang rakyat dialokasikan untuk pembangunan. DPR bersama pemerintah menyusun dan mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ini adalah cerminan prioritas negara. Apakah dana negara dipakai untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, atau justru habis untuk proyek-proyek yang kurang strategis?
Tantangan:
- Transparansi dan Akuntabilitas: Proses pembahasan anggaran seringkali kurang transparan. Publik sulit mengakses detail pembahasan dan pertimbangan di balik setiap alokasi. Potensi "titipan" proyek atau anggaran yang tidak efisien selalu menjadi sorotan.
- Pengawasan Alokasi: Meskipun telah disahkan, pengawasan terhadap realisasi anggaran seringkali lemah. Kebocoran dan penyimpangan masih sering terjadi, yang pada akhirnya merugikan rakyat.
- Prioritas Pembangunan: Apakah anggaran yang disusun benar-benar mencerminkan kebutuhan dasar masyarakat, seperti pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan yang berkualitas, atau justru didominasi oleh proyek-proyek mercusuar yang dampaknya kurang merata?
Aspirasi Tersampaikan? Ketika anggaran kesehatan dipotong di tengah pandemi atau alokasi untuk pendidikan masih jauh dari ideal, masyarakat merasa aspirasinya untuk kesejahteraan dasar belum menjadi prioritas utama.
3. Fungsi Pengawasan: Menjaga Akuntabilitas Pemerintah
DPR memiliki "taring" pengawasan untuk memastikan pemerintah menjalankan kebijakan sesuai undang-undang dan amanat rakyat. Ini termasuk mengawasi kinerja menteri, pelaksanaan proyek-proyek negara, hingga penegakan hukum. Hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat adalah alat pengawasan yang dimiliki DPR.
Tantangan:
- Efektivitas Pengawasan: Penggunaan hak-hak DPR seringkali terbatas dan terkesan politis. Hak interpelasi atau angket jarang berujung pada konsekuensi serius bagi pemerintah, dan seringkali berakhir dengan "deal-deal" politik di balik layar.
- "Masuk Angin": Istilah ini populer untuk menggambarkan anggota DPR yang awalnya kritis, namun kemudian "melunak" atau bahkan berbalik mendukung kebijakan pemerintah, disinyalir karena adanya kompromi atau kepentingan tertentu.
- Tumpulnya Kritik: Kritik dan masukan dari DPR terkadang tidak direspons serius oleh pemerintah, atau bahkan diabaikan. Ini menunjukkan kurangnya kekuatan DPR dalam menekan eksekutif.
Aspirasi Tersampaikan? Ketika skandal korupsi besar atau kebijakan yang merugikan rakyat tidak ditindaklanjuti dengan tegas oleh DPR, publik merasa pengawasan mereka tumpul dan aspirasi untuk pemerintahan yang bersih terabaikan.
Dilema Representasi: Antara Loyalitas Partai dan Amanat Konstituen
Di luar tiga fungsi utama, setiap anggota DPR adalah representasi dari daerah pemilihannya. Mereka diharapkan menjadi jembatan antara rakyat dan negara. Namun, dalam sistem kepartaian yang kuat, anggota DPR seringkali dihadapkan pada dilema: mengikuti garis partai atau menyuarakan aspirasi konstituen yang mungkin bertentangan dengan kebijakan partai.
Tantangan:
- Kunjungan Kerja dan Reses: Meskipun ada agenda reses untuk menyerap aspirasi, efektivitasnya sering dipertanyakan. Apakah hasil reses benar-benar diperjuangkan di parlemen atau hanya menjadi formalitas?
- Jarak Sosial: Seringkali ada jarak yang jauh antara gaya hidup dan pemikiran anggota DPR dengan realitas hidup masyarakat biasa, membuat mereka kurang peka terhadap penderitaan dan kebutuhan rakyat.
- Politik Identitas dan Transaksional: Pemilihan anggota DPR seringkali didasari oleh politik identitas atau bahkan politik uang, bukan karena rekam jejak dan kapasitas mereka dalam memperjuangkan aspirasi.
Dampak pada Kepercayaan Publik
Ketika aspirasi sering terabaikan, ketika fungsi DPR tidak berjalan optimal, dampaknya adalah erosi kepercayaan publik. Survei-survei menunjukkan bahwa DPR seringkali menempati posisi terendah dalam tingkat kepercayaan masyarakat dibandingkan lembaga negara lainnya. Ini adalah alarm serius bagi keberlangsungan demokrasi. Demokrasi tanpa kepercayaan publik hanyalah cangkang kosong.
Jalan ke Depan: Membangun DPR yang Responsif dan Akuntabel
Meskipun tantangan yang dihadapi DPR sangat besar, harapan untuk perbaikan harus tetap menyala. Beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh antara lain:
- Meningkatkan Transparansi: Seluruh proses legislasi, anggaran, dan pengawasan harus dibuka seluas-luasnya untuk publik. Dokumen-dokumen penting harus mudah diakses dan pembahasan disiarkan secara langsung.
- Memperkuat Partisipasi Publik: DPR harus secara proaktif melibatkan masyarakat, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil dalam setiap tahapan pembuatan kebijakan, bukan hanya sebagai formalitas.
- Reformasi Internal: Penegakan etika dan integritas anggota DPR harus diperkuat. Kapasitas anggota dalam memahami substansi isu harus ditingkatkan.
- Penguatan Pengawasan Eksternal: Media massa yang independen, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat sipil harus terus aktif mengawasi dan mengkritisi kinerja DPR.
- Pendidikan Politik: Masyarakat juga perlu lebih cerdas dalam memilih wakilnya, bukan hanya berdasarkan popularitas atau iming-iming sesaat, melainkan rekam jejak dan visi-misi yang jelas.
Kesimpulan
Evaluasi kinerja DPR adalah tugas berkelanjutan bagi kita semua. Pertanyaan apakah aspirasi rakyat tersampaikan atau terabaikan akan terus relevan selama "rumah rakyat" ini berdiri. Ada kalanya aspirasi berhasil diperjuangkan, namun tidak sedikit pula yang harus tunduk pada kepentingan yang lebih besar atau terabaikan begitu saja.
Membangun DPR yang benar-benar menjadi suara rakyat adalah pekerjaan rumah bersama. Bukan hanya tugas para wakil rakyat, tetapi juga peran aktif masyarakat dalam mengawal, mengkritik, dan memastikan bahwa demokrasi kita bergerak menuju arah yang lebih baik. Hanya dengan begitu, "rumah rakyat" benar-benar bisa menjadi tempat di mana setiap aspirasi menemukan jalannya.





