DPRD Jabar Usulkan Program Makanan Bergizi Gratis di Kelola Sekolah

Pengelolaan Makan Bergizi Gratis Harus Dikelola oleh Sekolah

PARLEMENTARIA.ID – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebaiknya dikelola mandiri oleh kantin di sekolah, kantin pesantren atau oleh ibu-ibu kader Posyandu. Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Aceng Malki saat menyoroti Jabar sebagai daerah tertinggi angka keracunan MBG.

“Saya menyarankan MBG dikelola langsung oleh sekolah. Ya, dibuat SPPG atau dapur MBG-nya di sekolah, di kantin sekolah saja. Biar juga lingkungan sekolah berdaya, dan mereka (sekolah) lebih paham apa yang dibutuhkan dan diinginkan muridnya,” ujar Aceng Malki, Kamis (23/10/2025).

Menurutnya, pihak sekolah atau satuan pendidikan lainnya lebih memahami karakter anak didiknya. Pengelolaan MBG di sekolah pun, kata dia, lebih terjamin keamanannya dan kebersihannya serta lebih efektif karena yang dikelola tidak banyak.

Aceng pun menyarankan agar dapur MBG tidak berskala besar, tapi dibuat lebih kecil dan dikelola langsung oleh sekolah atau lembaga pendidikan dengan pengawasan dinas kesehatan dan dinas pendidikan setempat.

“Kalau bisa, dapurnya tidak sampai ribuan porsi, cukup untuk 500-1.000 anak perdapur, misalnya di kantin sekolah atau pesantren. Dengan begitu, pengawasannya lebih mudah dan masyarakat sekitar juga bisa berdaya,” ucapnya.

Pentingnya Peningkatan Pengawasan Program MBG

Aceng Malki pun meminta program MBG sebaiknya diperketat pengawasannya. Berdasarkan hasil kunjungan lapangan menunjukkan masih lemahnya pengawasan terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) serta kurangnya profesionalitas tenaga pengelola.

“Banyak SPPG yang tidak berkoordinasi dengan puskesmas atau pemerintah setempat. SPPG ada yang tidak diketahui oleh perangkat daerah di wilayahnya. Ini harus dievaluasi dari sisi pengawasan,” katanya.

Selain itu, kata dia, banyak tenaga dapur yang tidak memiliki kompetensi memasak dalam skala besar sehingga berdampak pada kualitas makanan. “Banyak juga ditemukan pelanggaran terhadap kebijakan penyediaan menu bergizi seperti ketiadaan susu dan buah-buahan di sejumlah sekolah penerima,” ucapnya.

Kondisi Dapur Penyedia MBG yang Masih Memprihatinkan

Aceng juga menyoroti dari 2.131 dapur penyedia MBG, hanya 17 yang memiliki Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Menurutnya kondisi ini menunjukkan lemahnya sistem seleksi dapur yang masih didominasi faktor koneksi.

  • Dapur MBG yang dikelola secara mandiri oleh sekolah dapat meningkatkan tanggung jawab dan kesadaran akan kualitas makanan.
  • Pengawasan yang lebih ketat diperlukan untuk memastikan bahwa semua dapur MBG mematuhi standar higiene dan sanitasi.
  • Peningkatan kompetensi tenaga pengelola dapur sangat penting untuk menjaga kualitas makanan yang diberikan kepada siswa.
  • Kerjasama antara sekolah, dinas kesehatan, dan dinas pendidikan menjadi kunci keberhasilan program MBG.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *