Kategori
HUKUM

DPR dan Fungsi Legislasi: Bagaimana Hukum Dibentuk di Indonesia?

Pendahuluan: Dari Aspirasi ke Undang-Undang

Banyak masyarakat yang merasa hukum di Indonesia terasa “jauh” dari kehidupan sehari-hari. Ketika ada peraturan yang dirasa tidak adil, tak sedikit yang bingung harus mengadu ke mana. Padahal, salah satu jalur paling sah untuk menyuarakan pendapat adalah melalui lembaga wakil rakyat—Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)—yang memiliki fungsi legislasi, alias pembuat undang-undang.

Lalu, bagaimana sebenarnya proses hukum dibentuk di Indonesia? Siapa saja yang terlibat? Dan apa peran warga negara dalam proses tersebut?

Yuk, kita bahas tuntas di artikel ini.

Apa Itu Fungsi Legislasi DPR?

Definisi Legislasi

Legislasi berasal dari kata Latin legis latio, yang berarti “membawa hukum.” Dalam konteks Indonesia, ini merujuk pada proses pembuatan, perubahan, dan pencabutan undang-undang (UU). DPR adalah lembaga legislatif yang diberi mandat konstitusi untuk menjalankan fungsi ini, bersama dengan Presiden dan DPD RI.

Dasar Hukum Fungsi Legislasi DPR

Fungsi legislasi DPR diatur dalam:

  • Pasal 20 UUD 1945, yang menyebutkan DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang
  • UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (telah beberapa kali direvisi)
  • Tata Tertib DPR RI dan peraturan pelaksanaannya

Lembaga yang Terlibat dalam Pembentukan Hukum

1. DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat)

Merupakan aktor utama yang membahas, menyempurnakan, dan menyetujui setiap Rancangan Undang-Undang (RUU).

2. Presiden (Melalui Kementerian Terkait)

Presiden memiliki hak mengajukan RUU dan terlibat langsung dalam pembahasan. Biasanya diajukan melalui menteri sesuai bidangnya.

3. DPD RI (Dewan Perwakilan Daerah)

DPD bisa mengusulkan RUU tertentu, seperti otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan ekonomi daerah.

4. Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung

Meskipun tidak terlibat langsung dalam penyusunan UU, kedua lembaga ini dapat melakukan uji materi (judicial review) jika ada UU yang dianggap bertentangan dengan konstitusi.

Alur Lengkap Pembentukan Undang-Undang

Tahap 1 – Perencanaan

Semua RUU yang akan dibahas dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Ini adalah daftar prioritas RUU tahunan dan lima tahunan yang disusun oleh DPR, pemerintah, dan DPD.

Tahap 2 – Penyusunan

RUU bisa diusulkan oleh:

  • DPR (oleh anggota, komisi, atau Baleg)
  • Presiden (lewat kementerian)
  • DPD (dalam bidang kewenangannya)

RUU harus dilengkapi dengan naskah akademik, yang menjelaskan alasan dan tujuan penyusunan hukum.

Tahap 3 – Pembahasan

Pembahasan dilakukan secara bersama-sama antara DPR dan pemerintah. Proses ini biasanya melalui dua tingkat:

  • Tingkat I: Pembahasan substansi RUU di komisi terkait atau panitia khusus (Pansus)
  • Tingkat II: Pengambilan keputusan dalam Sidang Paripurna

Tahap 4 – Pengesahan

Jika disetujui bersama, Presiden wajib mengesahkan RUU menjadi UU paling lambat 30 hari sejak disetujui, bahkan jika Presiden tidak menandatanganinya, UU tetap berlaku.

Tahap 5 – Pengundangan dan Sosialisasi

Setelah disahkan, UU diundangkan dalam Lembaran Negara dan diberlakukan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Inilah saat di mana peran media, sekolah, dan lembaga penyuluhan hukum menjadi penting untuk menyosialisasikan aturan tersebut.

Bagaimana Warga Bisa Terlibat?

1. Menyuarakan Aspirasi Lewat Anggota DPR/DPRD

Masyarakat bisa menyampaikan pendapat, masukan, atau keberatan terhadap RUU melalui:

  • Hearing atau rapat dengar pendapat
  • Petisi
  • Surat terbuka
  • Media sosial resmi anggota dewan

2. Mengikuti Konsultasi Publik

Setiap RUU harus melewati proses partisipasi publik, biasanya dalam bentuk uji publik atau konsultasi daring.

3. Menggunakan Hak Judicial Review

Jika masyarakat merasa suatu UU merugikan hak konstitusionalnya, mereka dapat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Kasus-Kasus Populer Terkait Legislasi

UU Cipta Kerja

UU ini sempat kontroversial karena proses pembahasannya dinilai tergesa-gesa dan kurang partisipatif. Masyarakat mengkritik berbagai pasal yang dianggap merugikan buruh dan lingkungan.

Akhirnya, MK memutuskan bahwa UU ini “inkonstitusional bersyarat”, dan pemerintah harus memperbaiki dalam waktu dua tahun.

Revisi KUHP

Setelah bertahun-tahun dibahas, KUHP baru akhirnya disahkan. Namun, pasal-pasal soal moralitas, kritik terhadap presiden, dan kebebasan pers menjadi sorotan masyarakat.

Tantangan Legislasi di Indonesia

1. Kualitas RUU yang Rendah

Beberapa undang-undang dinilai tidak berkualitas karena:

  • Minim kajian akademik
  • Terlalu normatif
  • Kurang melibatkan masyarakat

2. Legislasi Tertutup dan Tergesa-gesa

Ada kekhawatiran bahwa RUU dibahas secara kilat tanpa waktu yang cukup untuk diskusi publik.

3. Dominasi Oligarki Politik

Kritikus menyebut bahwa kepentingan kelompok elite politik dan ekonomi kadang lebih dominan dibanding kepentingan rakyat.

Peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pemahaman Hukum

Membekali Generasi Muda dengan Literasi Hukum

Melalui pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), siswa diajak memahami:

  • Struktur hukum nasional
  • Hak dan kewajiban sebagai warga
  • Pentingnya keterlibatan dalam pembuatan hukum

Membangun Kritis dan Kepedulian Sosial

Anak muda yang sadar hukum tidak akan cuek terhadap RUU bermasalah. Mereka aktif berdiskusi, membuat kampanye digital, atau menyampaikan petisi ke parlemen.

Rekomendasi untuk Parlemen dan Masyarakat

Bagi DPR/DPRD:

  • Tingkatkan transparansi pembahasan RUU
  • Libatkan akademisi dan masyarakat sipil
  • Edukasi publik tentang substansi hukum yang sedang dibahas

Bagi Masyarakat:

  • Aktif membaca dan mengkritisi RUU
  • Gunakan saluran resmi untuk menyampaikan aspirasi
  • Ajarkan pentingnya hukum sejak bangku sekolah

Kesimpulan: Legislasi Bukan Urusan Elit, Tapi Tanggung Jawab Kita Bersama

Fungsi legislasi DPR bukan hanya kerja teknis, melainkan proses politik yang menentukan arah kehidupan bangsa. Oleh karena itu, setiap warga negara berhak dan wajib terlibat.

Dengan pendidikan kewarganegaraan yang progresif dan media parlemen yang transparan, masyarakat bisa menjadi bagian aktif dari proses pembentukan hukum yang adil, partisipatif, dan konstitusional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *