Babak Baru Kasus Guru Abdul Muis yang Dipecat Jelang Pensiun: Mengadu ke DPRD untuk Memulihkan Nama Baik

PARLEMENTARIA.ID – Pemecatan Abdul Muis, seorang guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang hampir memasuki masa pensiun, memasuki tahap yang baru.

Abdul Muis dihentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023 tanggal 26 September 2023, dan dilanjutkan dengan Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD.

Perkara ini dimulai ketika Abdul Muis menjalankan tugasnya sebagai Bendahara Komite Sekolah SMAN 1 Luwu Utara, pada tahun 2018.

Pemilihan Abdul Muis dilakukan melalui pertemuan orang tua siswa dan pengurus komite.

“Saya diangkat sebagai bendahara komite melalui hasil rapat antara orang tua siswa dan pengurus. Jadi posisi saya hanya menjalankan amanah,” ujar Abdul Muis dikutip dari Kompas.com.

Muis menjelaskan, dana yang diatur berasal dari hasil kesepakatan dalam pertemuan bersama para orang tua siswa, bukan dari pemungutan yang dilakukan secara mandiri.

“Dana komite berasal dari kesepakatan para orang tua. Ditetapkan sebesar Rp 20.000 per bulan. Bagi yang tidak mampu, tidak perlu membayar. Jika memiliki saudara, cukup satu orang saja yang membayar,” katanya.

Dana tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan sekolah serta memberikan bantuan kecil kepada guru yang memiliki tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah.

Mengenai kasus ini, Presiden Prabowo Subianto akhirnya mengambil tindakan.

Abdul Muis beserta seorang guru lain yang juga dipecat, yaitu Rasnal, melakukan tindakan dengan mengajukan keluhan kepada Dewan Pertimbangan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan (Sulsel).

Prabowo Beri Rehabilitasi

Kepala Negara Prabowo memberikan pemulihan hukum kepada Abdul Muis dan Rasnal.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menyampaikan bahwa pemerintah pusat menerima laporan dan keluhan yang berjenjang dari masyarakat mengenai kasus dua guru tersebut.

“Kami, pemerintah, menerima informasi dan permohonan yang berjenjang dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga legislatif di tingkat provinsi,” ujar Prasetyo Hadi, dilansir dari YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (13/11/2025).

Laporan tersebut selanjutnya diatur oleh Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Perkara ini juga dibicarakan dalam seminggu terakhir sebelum akhirnya keduanya menerima rehabilitasi dari Kepala Negara.

“Kemudian kami berkoordinasi dengan DPR RI melalui Bapak Wakil Ketua DPR RI, selama seminggu terakhir kami berkoordinasi meminta petunjuk kepada Bapak Presiden agar memberikan rehabilitasi kepada dua guru dari SMA 1 Luwu Utara,” katanya.

Melalui proses rehabilitasi hukum ini, Istana berharap mampu memulihkan reputasi serta hak-hak Rasnal dan Abdul Muis.

Prasetyo juga mengingatkan kejadian ini perlu menjadi pelajaran bagi semua pihak. Ia menekankan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang harus dilindungi dan dihormati.

“Dengan harapan mampu memulihkan nama baik dan segala kejadian yang telah terjadi menjadi pelajaran bagi kita semua,” ujar Prasetyo.

“Namun, guru-guru yang tidak memiliki penghargaan harus kita hormati dan lindungi, karena ada masalah atau dinamika yang perlu kita cari solusi terbaiknya,” tambahnya.

Keputusan ini diharapkan dapat menciptakan rasa keadilan bagi guru serta masyarakat Indonesia.

“Harapan kami keputusan ini mampu memberikan rasa keadilan bagi guru yang kita hargai, serta kepada masyarakat tidak hanya di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, tetapi juga di seluruh Indonesia,” katanya.

Mengadu ke DPRD Sulsel

Di sisi lain, Rasnal dan Abdul Muis, bersama sejumlah anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara, mengunjungi kantor sementara DPRD Sulsel yang terletak di Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK), Jalan A. P. Pettarani, Kota Makassar, pada Rabu (12/11/2025).

Kedatangan mereka bertujuan untuk menghadiri Sidang Dengar Pendapat (RDP).

Di dalam rapat, Rasnal menceritakan rangkaian kejadian panjang yang menimpanya. Ia menyebutkan bahwa sejak awal penyelidikan sudah ada banyak hal yang mencurigakan, termasuk peran dari aparat kepolisian.

Awalnya, empat orang yang diperiksa, termasuk saya, yaitu kepala sekolah, ketua komite, sekretaris komite, dan bendahara.

“Penyidikan kembali berjalan, dua tersangka ditetapkan: kepala sekolah dan bendahara komite,” kata Rasnal, dilansir dari Kompas.com.

Menurutnya, ketidakwajaran terjadi karena dua tersangka lainnya tidak diajukan sebagai tersangka.

“Yang sekretaris dan ketua komite tidak tahu mengapa tidak ditetapkan sebagai tersangka, padahal dia yang mengelola uang. Itu anehnya polisi,” katanya.

Rasnal menambahkan, berkas perkara pernah dikembalikan ke jaksa karena belum lengkap (P19).

Namun, pihak kepolisian tetap melanjutkan prosedur dengan bekerja sama dengan Inspektorat Luwu Utara.

“Padahal kami adalah pegawai provinsi, seharusnya inspektorat provinsi yang melakukan pemeriksaan,” katanya.

Ia mengakui merasa tidak nyaman saat diperiksa oleh inspektorat karena pertanyaan yang diajukan sama persis dengan berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian.

“Saya bertanya mengapa pertanyaannya sama. Ia menjawab, ‘Kami memang menyalin dari polisi.’ Di situ saya sudah merasa tidak nyaman,” katanya.

Pada bulan Juli 2022, hasil pemeriksaan dari inspektorat disampaikan kepada pihak kepolisian, kemudian dilanjutkan ke kejaksaan.

“Kesimpulan dari inspektorat menyatakan adanya kerugian negara. Hal ini menjadi dasar bagi jaksa untuk mendorong perkara ke pengadilan,” ujar Rasnal.

Hakim akhirnya menyatakan Rasnal dan Abdul Muis tidak bersalah karena tidak ditemukan unsur tindak pidana, hanya terdapat kesalahan administratif. Namun, jaksa mengajukan banding.

“Pada bulan November saya menerima putusan. Saya kaget karena permohonan kasasi jaksa diterima, dan kami menjalani hukuman sesuai ketentuan polisi,” katanya.

Rasnal selanjutnya meminta kepada anggota DPRD untuk mendukung perjuangan keadilannya.

“Inilah kompleksnya masalah yang saya hadapi. Saya mohon Ibu Ketua Komisi E DPRD Sulsel dapat membantu kami,” katanya.

Ia mengakui datang ke Makassar menggunakan dana bantuan dari rekan guru.

“Sekarang saya tidak memiliki kekuatan, tidak punya apa-apa. Saya datang ini didanai oleh teman-teman PGRI. Saya menghargai teman-teman PGRI Luwu Utara yang dengan gigih membantu saya dan Pak Muis,” katanya.

Abdul Muis juga mengungkapkan berbagai ketidakwajaran dalam kasusnya yang diduga penuh dengan tindakan kriminalisasi.

“Saya bertanya, di mana sumbangan murni dari orang tua bisa dikatakan menyebabkan kerugian negara. Inspektorat Luwu Utara mengatakan kami diperiksa karena diduga menimbulkan kerugian negara,” katanya.

Menurut Abdul Muis, laporan audit hanya berisi ringkasan jumlah dana komite selama tiga tahun.

“Inspektorat menyampaikan bahwa mereka hanya mencatat jumlah dana komite selama tiga tahun terakhir. Itu yang mereka sampaikan. Sungguh luar biasa kezaliman ini,” katanya.

Dengan suara yang gemetar, ia menyatakan bahwa kasus yang menimpanya tidak adil.

“Yang mewakili inspektorat, mohon sampaikan ini sangat tidak adil. Ini adalah sumbangan murni dari orang tua, yang secara jelas menyatakan kesediaan untuk berkontribusi. Dalam persidangan kami dituduh merugikan negara, memaksa anak membayar, dan melakukan pungutan liar,” katanya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *