PARLEMENTARIA.ID – Penangkapan tiga individu yang melakukan perburuan rusa liar di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) menjadi perhatian besar dari berbagai pihak. Tindakan tersebut tidak hanya menunjukkan komitmen penegak hukum dalam menjaga kelestarian alam, tetapi juga memicu diskusi mendalam tentang konflik antara pembangunan dan konservasi.
Peran Penting Penegak Hukum dalam Menjaga Ekosistem TNK
Aparat kepolisian bersama petugas penegak hukum Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) berhasil menggagalkan upaya perambahan dan perburuan rusa di Pulau Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka menangkap tiga orang pelaku yang diduga melakukan aktivitas ilegal di kawasan konservasi ini.
Hasanudin, anggota DPRD Manggarai Barat, menyampaikan apresiasinya terhadap tindakan tersebut. Ia menekankan bahwa penangkapan ini bukan hanya tentang penegakan hukum, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan alam di Labuan Bajo, yang menjadi kebanggaan bersama.
“Kalau populasi rusa berkurang karena perburuan, maka komodo kehilangan sumber makanannya. Dan kalau komodo terganggu, itu akan berpengaruh pada seluruh ekosistem dan nama baik Labuan Bajo sebagai destinasi wisata konservasi,” ujarnya.
Keberadaan Rusa sebagai Bagian dari Ekosistem yang Berharga
Satwa yang dilindungi seperti rusa di Taman Nasional Komodo bukan sekadar satwa liar. Mereka merupakan bagian penting dari ekosistem yang menopang kehidupan komodo, satwa langka yang menjadi simbol dunia dan sumber penghidupan masyarakat melalui sektor pariwisata.
Ia menekankan bahwa kesadaran masyarakat lokal untuk menjaga kawasan konservasi sangat penting. “Menjaga kawasan konservasi itu tidak bisa hanya mengandalkan petugas BTNK. Masyarakat lokal harus menjadi garda terdepan dalam melindungi satwa dan alamnya sendiri.”
Isu Pembangunan Vila di Pulau Padar: Kontradiksi dalam Konservasi
Meski mengapresiasi tindakan penangkapan, Hasanudin juga menyoroti isu yang lebih besar yaitu pemberian izin konsesi pembangunan vila di Pulau Padar. Ia menilai langkah tersebut bertolak belakang dengan semangat konservasi yang sedang digaungkan pemerintah.
“Lucu rasanya, di satu sisi kita menangkap pemburu rusa, tapi di sisi lain kita memberi izin membangun vila di tengah habitat satwa liar,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut mencerminkan kontradiksi yang harus dihentikan. “Saya mendesak agar pemerintah pusat dan kementerian terkait meninjau ulang dan mencabut izin konsesi pembangunan yang berpotensi merusak habitat alami Komodo dan satwa lainnya.”
Kebijakan yang Seimbang untuk Kepentingan Alam dan Manusia
Hasanudin menambahkan bahwa jika berkomitmen menjaga kehidupan satwa liar, maka keberanian mencabut izin-izin yang mengancam habitat itu adalah ujian yang sebenarnya. “Jangan tunggu sampai alam kita rusak baru menyesal.”
Ia menekankan bahwa pembangunan di kawasan konservasi seharusnya tidak boleh mengorbankan keseimbangan ekosistem demi kepentingan oligarki. “Labuan Bajo bisa tetap berkembang tanpa merusak, wisata bisa maju tanpa mengusir komodo dan rusa dari rumahnya.”
Keseimbangan Antara Pembangunan dan Konservasi
Peristiwa penangkapan pemburu rusa di Taman Nasional Komodo menunjukkan pentingnya penegakan hukum dalam menjaga kelestarian alam. Namun, isu pembangunan vila di Pulau Padar menunjukkan adanya konflik antara pembangunan dan konservasi. Diperlukan kebijakan yang seimbang untuk menjaga keberlanjutan ekosistem serta perkembangan ekonomi masyarakat. ***







